Selasa, 28 Agustus 2012

Cara Merancang Penulisan Buku Anda ala A. S. Laksana

Anda ingat kebiasaan anda dalam urusan dengan pekerjaan apa pun? Kapan anda menyelesaikan tiap-tiap pekerjaan anda? Biasanya pada batas-batas terakhir. Masalahnya, bagaimana jika anda tidak menentukan batas akhir? Pekerjaan anda tidak akan pernah selesai.

Itulah kecenderungan orang yang dicermati oleh Cyrill Northcote Parkinson. Dalam kolomnya di The Economist tahun 1955, penulis dan sejarawan Inggris Inggris ini menulis kalimat pembuka: "Work expands so as to fill the time available for its completion."

Kalimat itulah yang sekarang dikenal sebagai Parkinson's Law.

Ia mengingatkan bahwa setiap urusan selalu akan memakan seluruh waktu yang disediakan untuknya. Urusan menulis kreatif maupun menulis tidak kreatif saya kira tercakup juga di dalamnya, tidak peduli bahwa penulis suka berdalih aneh-aneh mulai dari tidak ada mood untuk menulis sampai terserang writer's block. Jika anda tidak memberi batas akhir, misalnya, kapan buku anda harus selesai, anda tidak akan pernah menyelesaikannya. Sebab waktunya akan terentang panjang sekali hingga tiba hari kiamat.

Karena itu deadline adalah elemen terpenting dalam penulisan. Dan yang juga penting adalah merancang bagian-bagian dari pekerjaan itu. Meskipun anda sudah menetapkan deadline bahwa buku anda sudah harus selesai tanggal 29 Desember, anda tidak mungkin mengebut penulisan novel dalam satu malam.

Untuk itu, anda hanya perlu sedikit membuat perencanaan. Bagaimanapun penulisan buku terdiri atas beberapa pekerjaan: membuat outline, melakukan riset, menulis draft, mengedit draft yang sudah selesai, dan sebagainya.

Katakanlah anda memberi waktu penulisan buku anda dalam sebulan dari sekarang. Yang pertama-tama perlu anda lakukan adalah:

  1. Menulis outline. Tidak ada tawar-menawar tentang outline. Bikinlah outline serinci mungkin--bab demi bab, sehingga anda selalu tahu apa yang harus anda tulis.
  2. Melakukan riset yang anda perlukan.
  3. Menulis sehari satu bab. Ini bisa anda lakukan lebih mudah ketika anda menyiapkan outline.
  4. Mengedit ketika seluruh buku anda sudah selesai.

Jadi, jangan pernah bilang bahwa buku anda sangat penting bagi anda, dan bagaimanapun anda perlu menyelesaikannya, jika anda tidak memberikan deadline untuknya.

Sumber: as-laksana.blogspot.com

Senin, 27 Agustus 2012

10 Tip Dasar Menulis dari Hoeda Manis

  1. Pahamilah bahwa menulis adalah proses. Karena ia merupakan proses, jangan pernah dirisaukan oleh hasilnya, tetapi nikmatilah prosesnya. Uang, popularitas, dan hal lain semacamnya, hanyalah efek samping atau hadiah yang akan kita dapatkan dari keasyikan menulis. Nikmati prosesmu!
  2. Membacalah. Membaca adalah makanan pokok sekaligus santapan wajib bagi penulis. Jangan pernah percaya pada siapa pun yang menyatakan bahwa kita dapat menulis tanpa membaca. Berharap dapat menulis dengan baik tanpa membaca, itu sama mustahilnya dengan berharap kenyang tanpa makan, berharap hidup tanpa dilahirkan.
  3. Ketika sedang menulis sesuatu, yang perlu kita lakukan hanyalah menuliskannya terlebih dulu. Jadi teruslah menulis, tidak usah hiraukan mana susunan kata yang benar dan mana kalimat yang salah. Tulis saja dulu, keluarkan semua yang ingin kita tuliskan. Nanti, setelah semuanya sudah dituliskan, barulah lakukan editing. Di saat mengedit, kita bisa membetulkan mana yang salah dan keliru, menyempurnakan susunan kata atau kalimat yang belum jelas, memberikan huruf besar dan tanda baca di tempat yang tepat—dan lain sebagainya.
  4. Jangan malas mengedit dan merevisi. Setelah sebuah tulisan selesai, bacalah kembali, kemudian edit dan revisilah sampai tulisan itu sempurna menurutmu. Hilangkan bagian-bagian yang tidak penting, pangkas yang terlalu bertele-tele, buatlah tulisanmu seringkas dan semenarik mungkin.
  5. Lakukanlah pengendapan, khususnya jika tulisan itu tidak diburu deadline. Kalau hari ini kita telah menyelesaikan sebuah tulisan, simpanlah dulu. Besok, atau beberapa hari kemudian, cobalah buka tulisan itu dan bacalah kembali. Pengendapan tulisan akan menjadikan pikiran kita lebih jernih, dan penilaian lebih objektif. Tulisan yang “hebat” hari ini bisa saja menjadi “konyol” beberapa hari yang akan datang. Karenanya, lakukanlah pengendapan.
  6. Kalau sewaktu-waktu menemukan ide yang menarik, segeralah tulis. Kalau sewaktu-waktu menemukan kata-kata atau kalimat yang bagus, tulislah. Gunakan kertas, ponsel, iPod, atau apa pun untuk menulis. Ide yang bagus atau kalimat yang hebat sering kali datang di waktu yang tidak tepat. Kalau kita malas menuliskannya, kita akan kehilangan sesuatu yang berharga.
  7. Menulis sesuatu yang sederhana sama sekali bukan masalah, bukan aib, juga bukan kejahatan. Karenanya, tidak perlu malu atau takut menulis hal-hal sederhana atau dengan bahasa yang sederhana. Yang penting kita menulis, itu intinya. Semua tulisan yang hebat berawal dari tulisan sederhana. Penulis yang hebat pun berawal dari penulis pemula.
  8. Menulislah dengan jujur. Jujur pada dirimu sendiri, jujur atas tulisanmu, juga jujur kepada orang lain (pembacamu). Ketika kita menulis dengan kejujuran, kita akan menulis dengan cinta. Dan ketika kita menulis dengan cinta, maka hukum alam paling mutlak akan terjadi—cinta akan menarik cinta. Tulisan yang ditulis dengan cinta—sepahit apa pun isinya—akan mendatangkan cinta yang sama dari para pembacanya. Agar pembaca menyukai tulisanmu, terlebih dulu kau harus mencintai tulisanmu—dan proses menulismu.
  9. Kalau ingin mendalami ilmu kepenulisan, silakan beli dan baca buku-buku teori kepenulisan. Tetapi tidak usah terikat atau terbebani dengan semua teori yang tertulis di buku-buku itu. Buku teori menulis memang baik untuk dipelajari, tetapi lebih baik lagi adalah praktik menulisnya. Seperti belajar berenang, kita tetap saja tidak akan dapat berenang meski sudah membaca ratusan buku teori berenang. Untuk dapat berenang dengan baik, kita harus terjun ke kolam renang—dan belajar sambil jalan.
  10. Teruslah belajar, jangan pernah puas dengan hasil tulisanmu. Teruslah berusaha agar bisa menulis lebih baik lagi, lebih baik lagi, dan lebih baik lagi. Teruslah bertumbuh, jangan berhenti dan mati.

Tiga Elemen Penulisan Kreatif dalam Blog dari Raditya Dika

First Sentences yang Menarik

Let’s face it. Di dalam ranah dunia internet, kita semua somewhat terkena ADD (attention disorder deficit). Pembaca punya attention span yang rendah. Jika mereka tidak suka dengan blog kita mereka bisa dengan mudah langsung pindah ke website lain dengan satu kali klik. Nah, inilah mengapa kita perlu first sentence yang punya dahsyat di dalam entry kita.

Di dalam dunia perbukuan dan menulis, semua buku yang baik punya first sentences yang engaging untuk membawa pembaca larut ke kalimat-kalimat selanjutnya sampai buku tersebut habis. Di dalam dunia blog, entry Anda juga harus punya first sentences yang cihui agar orang tercantol dalam waktu singkat.

Apa yang terjadi jika Anda tersasar ke sebuah blog dan kalimat pertama yang Anda baca seperti ini:

“Gue pagi ini bangun terus gue mandi. Ke sekolah lagi. Males deh.” Kemungkinan besar, Anda berpikir “Yeah, diary anak sekolahan lagi. Biasa banget. Males ah.” Lantas Anda menutup browser tersebut.

Bandingkan jika Anda tersasar ke sebuah blog dan rangkaian kalimat yang pertama Anda baca seperti ini:

“Untuk pertama kalinya saya akan bercerita tentang sejarah “Seratus” dalam hidup saya. Bukan karena cerita itu teramat penting dan besar, tapi justru karena keremehannya yang luar biasa.”

Saya, begitu membaca first sentences barusan akan berpikir, “Apa sih ‘seratus’ ini? Seberapa remeh dia?” Selanjutnya, saya membaca tulisan tersebut sampai habis. Tulisan yang kedua, saya kutip dari blog Dewi Lestari.

Kecermatan dan kepiawaian kita untuk membuat first sentences yang menarik akan membuat pembaca tergelitik untuk membaca kalimat-kalimat berikutnya. Setelah itu, Anda hanya perlu konsisten untuk membuat kalimat-kalimat berikutnya bisa sebaik kalimat yang pertama Anda buat.

Ingat, tulisan Anda harus punya hook. Anda harus punya sesuatu yang merangsang rasa penasaran sekaligus keinginan pembaca yang tiba-tiba tersasar. Tanyakan ini pada diri Anda sendiri: “Jika gue nyasar ke blog gue sendiri dan ngebaca kalimat pertama ini, gue bakal mau baca sampe abis gak ya?”


Buatlah Tulisan yang Ekonomis

Robert McKee, seorang lecturer dalam bidang penulisan, pernah berkata “90% of first drafts is shit”. Ini berarti, kebanyakan, tulisan yang pertama Anda buat pertama kali adalah jelek. Tulisan dalam sebuah first draft adalah tulisan yang tidak terstruktur, patah-patah, dan lepas dari otak Anda begitu saja. Kemungkinan besar, tulisan di draft pertama Anda juga adalah tulisan yang verbosal, yaitu tulisan yang terlalu boros kata-kata dan tidak ekonomis.

Nah, sebelum Anda mengklik tombol “post” itu, coba cek kembali apa yang telah Anda tulis. Apakah penggunaan kalimatnya sudah logis? Cek kembali logika kalimat yang salah. Cek kembali ejaan, atau terminologi yang benar. Bunuh semua kata yang tidak perlu. Tulisan yang baik adalah tulisan yang tight: kencang dan sempit. Perhatikan pacing tiap kalimat. Kata demi kata. Apakah tulisan Anda punya tempo yang enak untuk diikuti? Tulisan yang baik adalah tulisan yang seperti musik, ada tempo teratur, ada jeda untuk menarik napas, ada nada yang mengalir.

Baca kembali first draft Anda sebagai seorang pembaca, cek dulu apakah diksi yang Anda gunakan tidak redundan. Misalnya, Anda menemukan kalimat: “gue pergi ke rumah gue pas adek gue pulang dari kampus malem-malem”, ini jelas redundan. Coret semua kata “gue” hingga kalimatnya lebih efektif dan ekonomis, menjadi: “Gue pergi ke rumah, pas adek pulang dari kampus.”

Seperti yang kebanyakan orang bilang, first draft ditulis hanya untuk “mengeluarkan apa yang ada di kepala”. Draft kedua ditulis untuk “memperbaiki apa yang sudah ditulis.” Dan draft ketiga untuk “membuat tulisannya bersinar”. Jangan terburu-buru dalam menulis sebuah tulisan, buatlah menjadi semenarik mungkin.


Menemukan dan Menggunakan Voice Anda Sendiri

Pernahkah Anda mengangkat telepon, dan hanya dari mendengar suara orang tersebut Anda mengenali siapa yang sedang berbicara dengan Anda? Setiap manusia diciptakan dengan warna suara yang berbeda-beda. Apa yang cempreng, ada yang berat/husky, ada yang kayak orang kejepit. Apa pun itu, warna suara dapat membedakan antara satu orang dengan orang yang lain.

Seperti halnya dengan dunia penulisan, setiap penulis yang baik pasti punya “voice”-nya sendiri. Anda tahu bagaimana gaya khas Hilman Hariwijaya dalam menulis. Anda tahu, bagaimana tulisan Gunawan Muhammad ketika Anda membacanya. Atau bahkan, Anda bisa menebak diksi (kosakata) apa yang biasanya ada dalam esai-esai politik Eep Saefuloh Fatah. Gaya menulis Djenar Maesa Ayu, gaya Ayu Utami, mereka punya gaya yang khas. Semua penulis tadi punya voice yang begitu khas sehingga orang tahu, begitu membaca tulisan mereka, itu adalah tulisan mereka.

Cara paling gampang untuk tahu apakah Anda sudah punya voice atau belum: jika ibu Anda membaca tulisan Anda, tanpa diberitahu bahwa itu adalah milik Anda, dan dia bisa bilang, “Wah, ini tulisan anak saya.” Berarti selamat, Anda sudah punya voice.

Voice yang khas membantu kita untuk mendeferensiasikan diri dari penulis yang lain. Dalam menulis blog, voice yang khas juga akan membuat kita terlihat berbeda dari penulis blog-blog yang lain. Punya voice akan memisahkan kita dari “blogger lainnya” menjadi “blogger yang itu tuh, yang tulisan begini nih…”. Ndoro Kakung, misalnya masuk ke dalam contoh blogger yang punya voice yang sangat khas.

Lantas, bagaimana cara menemukan voice kita sendiri? Jawabannya sederhana: banyak membaca dan berlatih. Dengan membaca banyak buku yang ditulis penulis lain, sambil menganalisa-nya, kita akan dengan sendirinya mengadaptasi gaya-gaya mereka untuk memperkuat personality dan voice kita sendiri. Mengadaptasi, tentu saja, bukan berarti mencuri.

Layaknya Nidji yang mengagumi britpop, terutama Coldplay, sampai akhirnya bisa menemukan kekhasan aliran lagu miliknya sendiri, mereka berhasil membuat voice yang khas pada karya-karyanya. Atau layaknya Tohpati yang pada awalnya mendengarkan pilihan-pilihan nada yang dimainkan gitaris John Scofield, pada akhirnya Tohpati memelajari dan mengadaptasi permainan gitar orang lain hingga akhirnya dia menemukan sebuah gaya yang uniquely his.

Pelajari bagaimana kekuatan Haruki Murakami dalam mengkonstruksi sebuah dialog, pelajari narasi Chuck Palahniuk yang minimalistik dan maskulin, pelajari bagaimana Hilman Hariwijaya menggiring orang untuk tertawa. Satukan apa yang telah Anda pelajari, tanamkan dalam-dalam dalam diri Anda, dan keluarkan personality Anda sendiri. Keluarkan voice Anda.

Dengan banyak membaca Anda akan mendapatkan banyak referensi. Di samping itu, dengan banyak berlatih Anda akan tahu cara penyampaian seperti apa yang paling asik untuk Anda. Anda akan memilih diksi yang paling mewakili gaya tulisan Anda. Menulis dan berlatih, dan jadilah berbeda dari orang-orang yang lain.

Tentu saja, tiga elemen di atas hanya sebagian kecil contoh bagaimana kita menggunakan elemen penulisan kreatif untuk membuat postingan blog kita menjadi lebih baik. Masih banyak elemen-elemen lain: komposisi narasi vs dialog, deskripsi yang efektif, setting dan konteks, dan lain-lain.

Sumber: radityadika.com