Minggu, 27 Juli 2014

Dari Masa Depan yang Tidak Pernah Tepat Waktu

Sebaiknya kamu percaya bahwa surat ini ditulis dari masa depan. Masa dimana kenangan berjibaku dengan harapan pada mimpi-mimpi.

Aku tidak bisa menjelaskannya dengan sederhana, tapi di dunia maya ini —suatu hari di masa depan nanti, waktu akan menjadi linear, menjadi sesuatu yang bisa diatur-atur. Tidak ada kemarin atau besok, yang ada adalah hari ini saja. Pada saat itu aku mulai percaya bahwa mungkin Tuhan tidak menyisipkan harapan pada masa depan, melainkan pada saat ini. Pada hidup kita yang sebentar namun indah dan bermakna.

Masa depan adalah hal yang tidak pernah pasti —selain kematian tentunya, sehingga pantas untuk diperjuangkan. Kita juga tidak pernah tahu masa itu hingga semua berlalu satu-satu. Jadi walau surat ini ditulis dari masa depan, aku sedang tidak membocorkan apa yang akan terjadi nanti. Aku hanya ingin mengingatkan padamu untuk tidak perlu terlalu mengkhawatirkan masa depan. Tidak usah khawatir, kita akan terus berpegang tangan, beranjak dewasa bersama, menghadapi dunia yang tidak lagi sama.

Tidak usah juga terlalu mengkahawatirkan anak-anak. Itu memang fitrah seorang ibu, namun percayalah mereka adalah anak-anak masa depan. Tunda sebentar untuk segera bereaksi atas kondisi yang terjadi atas mereka, maka mereka akan memandang kondisi itu secara lebih wajar. Walaupun kondisi tersebut menimbulkan rasa sakit, yakinlah bahwa mereka akan bertahan dan berupaya untuk sembuh. Dengan begitu mereka akan belajar, mereka akan menganggap rasa sakit adalah sesuatu yang wajar, sebagai bagian dari hidup.

Suatu hari nanti di bulan Agustus tahun 2025, saat Safa beranjak menjadi gadis remaja, ketika ia berangkat ke sekolah sendiri, kamu akan merasa khawatir; bisakah dia menyeberang jalan sendiri? Begitupun ketika Nada ingin masuk sekolah, bahkan banyak sekali kekhawatiranmu; Apakah metode belajar di sekolah sesuai dengan kepribadiannya? Apakah dia bisa dapat teman? Apakah dia bisa mengikuti pelajaran? Apakah dia bahagia bersekolah? Apakah dia cocok dengan gurunya?

Percayalah. Sekolah itu baik. Kita telah selesai berdebat tentang hal itu. Namun kamu juga harus ingat bahwa sekolah bukan penentu gagal tidaknya seorang anak. Sekolah tidak berhak menjadi satu-satunya perumus masa depan mereka. Kita memang menginginkan mereka menjadi juara. Menjadi anak-anak yang tetap manis, penurut, rajin dan cerdas. Karena dengan begitu mereka akan sukses. Namun obsesi kita akan kesuksesan mereka akan menjadikan mereka sebagai korban trauma. Kita hanya perlu menuntun mereka menemukan motivasi mereka sendiri untuk menuju kesuksesan versi mereka masing-masing.

Catatan ini aku tulis di bulan Juli tahun 2014. Saat itu kamu sedang terusik dengan hingar bingar ocehan orang yang tidak sependapat denganmu. Kamu mengira bahwa mereka berpikiran sempit dan kamu lebih terbuka. Aku ingin menasehati, mereka tidak sepenuhnya picik, merekapun tidak sepenuhnya salah, mereka hanya memerankan peran yang berbeda denganmu. Dan perbedaan, dalam hal apa pun, adalah hak manusia dan fitrah yang diciptakan Tuhan untuk kita. Jadi jelas bukan urusanmu membuat seluruh dunia sama. Segala bentuk perbedaan pandangan adalah kekayaan, dan menyeragamkan pikiran adalah memiskinkan kemanusiaan.

Tidak ada gunanya berdebat. Apa gunanya berdebat dengan orang yang hanya mendengar apa yang ingin mereka dengar? Sikapmu untuk lebih terbuka dan memahami daripada menghakimi sudah benar, karena mereka yang hanya membatasi diri dalam satu pendapat dan tidak bersedia mendengarkan pendapat yang berbeda hanyalah orang-orang yang terlalu muda, berapapun usia mereka. Sudah seharusnya kamu memaklumi kerewelan orang-orang muda. Namun kamu juga harus terbiasa untuk terus bersikap jernih dalam keruwetan pikiran mereka. Memang tidak semua orang bisa sepertimu, karena itu kamu istimewa.

Kamu akan mengingat percakapan ini di ujung senja di Pulau Santorini. Ya, Yunani, tempat dimana dewa dewi melepas keabadian mereka. Akhirnya kita pergi ke Eropa. Memesona memang, tata kota dan bangunan-bangunan berarsitektur yang kau sebut dengan kalimat abstrak; romantis. Kita menyewa sebuah rumah putih di dekat undakan dinding tebing. Pada beberapa hari pertama, hal-hal yang baru untuk kita itu terasa mengagumkan. Menjelajahi jalan-jalan sempit kota itu menuju Fira. Aku pernah bilang kalau Fira tidak jauh beda dengan sebuah desa di Jogja; suasana, percampuran budaya dan agama, kearifan masyarakat dan banyak hal lain. Bedanya, di sana kita tidak menemukan surau dengan arsitektur khas Hindu tapi sebuah Katedral Ypapanti dengan kubah biru dalam akulturasi desain lokal Yunani dengan sentuhan rennaisance, dimana dari sana kita bisa  melihat kawah kaldera dan laut Aegean yang biru pekat.

Setelah melihat dari jauh, aku mengerti bahwa membuat keputusan itu butuh keterampilan. Sayangnya, keterampilan penting itu tidak diajarkan di sekolah. Dan seperti secara tiba-tiba, kita telah berada di atas keputusan-keputusan yang kita buat. Seharusnya semua orang bisa merasakan hal ini, untuk sekedar mengetahui bahwa mendapatkan semua yang mereka inginkan bukanlah jawabannya.

Seperti Santiago dalam The Alchemist, semua orang butuh untuk mengalami mimpi mereka, sehingga mereka bisa tahu apa sebenarnya jawaban dari pertanyaan-pertanyaan besar dalam hidup mereka. Untuk lebih merayakan kehidupan dan menemukan jawaban atas nilai penting dari hidup singkat ini. Dan bagiku, inilah hidupku denganmu. Memang tidak sempurna dan banyak cela tapi itulah yang sebenarnya, hidup ini indah begini adanya. Aku tidak pernah membayangkan kehidupan lain selain kehidupan ini denganmu.

Pada senja itu, sambil melihat matahari dimakan lindap gelap, kita berbicara panjang lebar tentang rindu yang selalu sendu dan penyesalan. Ternyata, ketika kita memandang diri kita dari luar, kita semakin menyadari bahwa harta kita yang sesungguhnya ada di dalam rumah, karena di sanalah hati kita. Dari jarak yang semakin menjauh, kita rindu hati kita beserta segala riuh rendah di dalamnya.

Mungkin keindahan memang selalu berkaitan dengan jarak dan cara memandang. Sebagaimana kawah kaldera, bangunan-bangunan di Santorini atau lampu-lampu kota yang indah jika dilihat dari kejauhan dan ketinggian, dari jarak yang tidak dekat.

Sampai hari itu, aku masih ingin menjadi jingga di soremu. Sambil menyandarkan kepalaku di bahumu, aku mengungkapkan berbagai penyesalan yang tak pernah tepat waktu. Ternyata banyak sekali yang aku sesali. Aku menyesal terhadap hal-hal kecil yang membuat pertengkaran dan perselisihan, lebih banyak mencari kesalahan, enggan meminta maaf, berbicara keras. Oh, aku menyesali keputusan yang terlambat kuambil dan ketakutanku akan kegagalan. Seharusnya aku lebih banyak berbuat baik, banyak sedekah, berdoa dan bersabar.

Sampai subuh, kita masih terjaga dan terus berbicara, sambil berbagi feromon di kulit, di bawah langit yang penuh rasi bintang itu kita menyatu. Dan benar yang kawanku katakan, you never really know a woman until you talk to her at 3 AM. Aku merasa cukup mengenalmu sebagaimana kamu juga cukup mengenalku, dan percayalah, seperti musim manusiapun berubah. Beri aku waktu, maka akupun akan berubah, dan aku selalu membutuhkanmu untuk bisa berkembang, berjuang, dan terus bertahan.

Embun mulai turun dan angin dingin pagi menyelinap di sela-sela jemari kaki dan kulit kita yang menua. Seiring bertambahnya usia aku semakin sadar bahwa kita menjalani hidup terlalu serius. Dalam panggung sandiwara ini kita hanyalah pion kehidupan. Sebagaimana sandiwara, kesenangan tidaklah benar-benar kesenangan dan kesusahan juga tidak benar-benar memberi kesusahan. Kebaikan dan keburukan akan selalu ada sejak Adam diciptakan sampai hari akhir. Keduanya adalah hal yang normal saja dalam liku kehidupan. Seiring dengan umur yang pergi sedetik demi sedetik ini, masalah-masalah tetap berulang berputar seperti jarum jam. Kita akan mengahadapi masa-masa sulit, namun tidak perlu khawatir karena punya Tuhan di hati kita.

Wahai Tuhan Yang Maha Pengampun, maafkanlah segala dosaku dan keluargaku, ampunilah segala kehilafan kami yang tak kunjung selesai.

Wahai Tuhan Maha Pemberi Petunjuk, Berikanlah pada hati kami kelapangan, keterbukaan untuk menerima dan berbahagia atas segala kebaikan. Kuatkanlah kami untuk terus menemukan inspirasi untuk dapat mewujudkan segala keinginan kami.

Ya Allah Yang Maha Sempurna, lengkapilah usaha kami yang selalu tidak pernah paripurna.

Ya Allah Pemilik Masa Depan, cukupilah masa depan kami. Cukupilah kami yang tak punya penghasilan tetap, karena yang tetap hanya pemberian-Mu.

Ya Allah yang Maha Penyayang, Jadikanlah kami dan anak keturunan kami orang-orang yang tetap mendirikan sholat. Ilhamkan kepada kami untuk tetap mensyukuri nikmat yang telah Engkau anugrahkan kepada kami dan kepada anak keturunan kami. Sungguh kami bertaubat kepada-Mu dan sungguh kami adalah termasuk golongan yang berserah diri.