Kamis, 30 November 2017

Donat

Melalui pesan WA saya bilang ke seorang kawan, “Catet, Ti. Gua pernah ngantri dua jam demi dua kotak donat.”

Dia membalas cepat sambil memberi emoticon tertawa, “Bentar dulu, siapa tau sampe 4 jam!”

Padahal gerai donat itu belum dibuka, tapi antrian sudah sampai 100 orang. Padahal itu hari kerja. Dalam hati saya membatin, “ini orang gak pada gawe apa? Pagi-pagi buta gini udah ngantri donat. Tukang nasi uduk gak pada jualan apa?”

Di tengah mengantri itu, di depan saya ada dua orang ibu-ibu haji sedang bercakap-cakap, “Kalau gak nurutin anak mah saya males ngantri begini.”

Dalam hati saya bilang, “Anak lu bu haji…. Durhaka!”

Yang lebih kasihan adalah tukang Gojek. Antrian sudah mencapai 200 orang. Begitu dateng abang-abang Gojek diminta ngantri sama satpam. Melihat antrian panjang dia istigfar dan menelpon minta dikensel. Tapi melihat ada yang lebih menderita dari saya menjadi hal yang melegakan. Jadi setiap ada yang datang dan mengantri di belakang 200 orang itu, saya selalu bilang, “Makan tuh donat!”

Kalau ngantri untuk membeli bahan pokok seperti beras saya masih paham. Atau ngantri buat foto sama presiden. Logika macam apa antri panjang demi diskonan sekotak donat. Orang gila. Dan yang membuat saya semakin kesal adalah saya termasuk orang itu.

Rabu, 01 November 2017

Pada bunga, kenangan, dan hutan yang merencanakan perpisahan

Untuk P.

1.
seekor burung terjatuh ke tengah hutan,
ke rimbun bayang-bayang pohon besar

sekuntum bunga matahari, yang terlalu khawatir dengan
kehidupan orang lain menyapa, “bagaimana perasaanmu?”

berkeping-keping katanya

2.
di atas ada langit yang menyembunyikan semesta;
beberapa luka yang terbuka dan cakrawala
putih tempat semua kata kehilangan suara

Ia mengikat rindu dan beberapa rasa sesal
dari rengkuhan sayap patah
tidak cukup waktu untuk mengatakan cinta yang ungu,
dalam puisi, masa lalu dan kenangan selalu berwarna jingga

perkara paling besar dari mencintai adalah tersakiti,
mereka yang kau benci tidak menyentuh,
hanya oleh mereka yang kau cintai kau luruh

3.
satu-satunya tempat yang ia punya
adalah mimpi; ruang waktu yang gelisah,
pagi yang cerah dan hal-hal yang disimpan dalam hati

ia selalu senang akan rumah dengan atap alang-alang yang nyaman
ketika turun hujan di bulan juni yang tabah
dengan rintik dingin yang tempias merembas jendela-jendela jiwa

tempat kehawatiran, jatuh cinta, suara tawa dan buku-buku yang belum selesai dibaca

pada sebuah jendela,
ia mengingat hari ketika ayahnya berpulang
kepulangan yang panjang

4.
Ia bertawakal pada aliran sungai panjang yang airnya bening
tempat surai emasnya bisa hanyut dalam hening

setelah 90 hari terbaring kaku di atas batu
tidak ada hujan hari itu, juga salju

bunga, kenangan dan hutan merencanakan perpisahan
pada hari terakhir ia di jenggala,
kepadanya ia bilang, “datanglah datang,
akan kusambut kau dengan pelukan,”

hutan membalas dalam diam;
kamu bisa pulang kapan saja
boleh tersesat di ranting mana yang kau suka
dan jangan lupa tertawa