Halaman

Sabtu, 25 Februari 2012

Dialog Agama

"Dialog; kerendahatian untuk membentangkan ruang-ruang pengertian satu sama lain, agar hidup jadi lebih indah dan menyenangkan."

- Fahd Djibran


Saya senang dengan dialog, karena biasanya dialog dilakukan dengan semangat positif. Walaupun nggak bisa dipungkiri terkadang terjadi sebaliknya. Menurut saya dialog yang bagus adalah dialog yang mengedepankan akal sehat, nggak saling menghina dan yang terpenting mencari persamaan bukan perbedaan. Dalam hal dialog Islam-Kristen —juga Yahudi, saya percaya akan banyak ditemukan kesamaan pada pokok-pokok ajarannya. Karena agama-agama tersebut serumpun, sama-sama berlandaskan tauhid atau monotheisme. Tiga agama satu tuhan.

Beberapa waktu lalu saya menemukan sebuah tulisan di situs isadanislam.com tentang alasan mengapa orang Kristen sulit untuk menerima nabi Muhammad. Berikut saya kutipkan selengkapnya:

Penilaian Alkitab dan Orang Kristen Terhadap Muhammad

Tidak mudah bagi orang Kristen menjelaskan siapakah Muhammad sebenarnya. Apakah dia benar seorang nabi seperti yang diakui oleh umat Muslim, atau hanya manusia biasa yang merasa mendapat pewahyuan dari Allah.

Orang Kristen tidak dapat memberi penilaian kepada Muhammad bukan tanpa alasan. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan mereka bersikap demikian, yaitu:

Faktor pertama: Ditemukannya ajaran Muhammad yang bertentangan dengan ajaran Isa Al-Masih. Seperti naik haji. Menurut orang Kristen, mengelilingi ka'bah sebanyak tujuh kali dan mencium batu hitam mustahil merupakan ajaran dari Allah. Ajaran lainnya adalah arah kiblat ketika sembahyang. Menghadap hanya pada satu arah pada saat-saat tertentu menunjukkan bahwa Allah bukanlah Allah yang tak terhitung atau terbatas, Allah yang dapat berada dimanapun pada saat yang bersamaan.

Faktor kedua: Yang menyebabkan umat Kristen menolak kenabian Muhammad adalah Shalawat Nabi yang harus disampaikan kepadanya. Pada Sura Al-Ahzab 33:56 tafsiran Al-Quran Departemen Agama RI tahun 1978, catatan kaki No.1230 berbunyi: Bershalawat jika dari Allah artinya memberi rahmat, jika dari malaikat-malaikat artinya meminta ampunan (dosa), jika dari umat Islam/Mukmin artinya berdoa supaya kepada Nabi Muhammad diberi rahmat (dan kemuliaan) seperti misalnya “Allahu-Ma Shalliala Muhammad”. No.1231 - Dengan mengucapkan perkataan seperti “Assalamu Alaika Ayyuhan Nabi” artinya: Semoga keselamatan tercurah kepadamu Hai Nabi (Muhammad).

Bagaimana mungkin orang Kristen dapat mengikuti seorang Pemimpin yang keselamatannya masih perlu didoakan oleh pengikutnya?

Faktor ketiga: Tidak adanya nubuat dalam Injil maupun kitab-kitab sebelumnya tentang kedatangan Muhammad.


Saya hargai pendapat tersebut, namun saya juga tergelitik tentang faktor-faktor yang dikemukakan. Menurut saya –terutama faktor pertama dan kedua, sangat lemah. Dalam artian, dua faktor itu sama sekali nggak meruntuhkan fondasi Islam. Dua faktor tesebut hanya bagian atau cabang dari ajaran Islam. Situs itu menyebut bahwa mustahil Allah mengajarkan untuk mengelilingi ka'bah sebanyak tujuh kali, menghadap kiblat ketika sholat serta bersholawat kepada nabi (dan mungkin masih banyak lagi), karena nggak masuk akal dan bertentangan dengan ajaran Isa Al-Masih. Dalam hal ini saya ingin mengatakan dua hal.

1. Ajaran-ajaran tersebut bukan nggak masuk akal atau bertentangan dengan ajaran Isa Al-Masih, tapi hanya berbeda cara menafsirkannya, cara memandangnya.

2. Agama nggak semata-mata berdasarkan akal. Ali bin Abi Thalib RA pernah berkata, “Jika sekiranya agama ini semata-mata berdasarkan ra’yu (akal) saja niscaya bawah sepatu itu lebih utama diusap daripada atasnya. Sungguh aku telah melihat Rasulullah mengusap bagian atas sepatunya.” [HR Abu Dawud]. Umar bin Khaththab RA juga pernah berkata ketika ia mencium hajar aswad, “Sesungguhnya aku mengetahui bahwa sesungguhnya engkau ini adalah sebuah batu yang tidak bisa memberikan mudharat dan manfaat. Kalau sekiranya aku tidak melihat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menciummu aku tidak akan menciummu.” [HR. Bukhari & Muslim]

Faktor tersebut mungkin diperoleh dari sebuah buku karya Curt Fletemier yang berjudul Christianity and Islam: The Son and the Moon. Saya telah membaca buku tersebut dan sejujurnya nggak suka dengan jenis buku seperti itu. Buku jenis itu, baik dibuat oleh golongan agama manapun (Islam atau Kristen), hanya menyulut kebancian antar umat beragama dan sangat sedikit sekali sisi positifnya. Dialog antar agama seharusnya mengedepankan persamaan, kedamaian dan persatuan bukan malah permusuhan. Sementara buku tersebut menyatakan bahwa setidaknya lima tiang utama dalam Islam berasal langsung dari praktek penyembahan berhala.

Namun, saya nggak khawatir dengan keberadaan buku tersebut. Saya juga termasuk orang yang nggak setuju dengan pembredelan atau pembakaran buku, apapun jenisnya. Dalam menyikapi buku tersebut, umat Islam seharusnya nggak merespon secara berlebihan. Jika muatan dari buku tersebut salah, maka marilah kita buat buku tandingan dari pernyataan-pernyataan yang salah dalam buku itu, dengan bukti-bukti yang lebih akurat, dengan argumen yang lebih masuk akal.

Sekali lagi, dua faktor tersebut adalah bagian dari ajaran Islam. Saya, umat Islam, percaya terhadap keberadaan dan kerasulan Muhammad, saya percaya Al-Quran sebagai firman Allah, bukan buatan manusia dan nggak berubah dari pertama kali diturunkan kepada Sang Nabi. Kepercayaan tersebut bukan hanya berdasarkan ajaran turun temurun dari orang tua, tapi juga berdasarkan bukti-bukti serta penelitian sejarah yang telah dilakukan sampai sekarang. Itulah fondasi agama Islam. Mungkin jawaban dalam situs tersebut akan relefan dan kuat jika bisa langsung berargumen menolak dua fondasi tersebut. Menolak Al-Qura'an dan kerasulan Muhammad (dan kenapa mereka nggak langsung menyatakannya? Saya tahu mereka bisa). Walaupun menolak Al-Quran sebagai firman Allah saja juga sudah termasuk menolak kerasulan Muhammad, namun keberadaan Muhammad memang sangat istimewa. Nggak ada satu orang pun –yang mengerti sejarah dan karakter beliau, yang mengetahui bagaimana ajaran dan hidupnya, yang nggak merasakan selain hormat kepadanya.

Kalaupun ada golongan yang menolak Al-Qur'an, saya akan terima itu. Saya tetap akan menerima keberadaan golongan itu dan bisa hidup berdampingan dengan mereka. Saya berharap golongan itu juga menerima keberadaan Islam dan kita saling menghargai. Biarkanlah kita memegang kebenaran masing-masing. Tentu kebenaran dalam agama (atau dalam bukan-agama) adalah kebenaran yang relatif. Setiap orang mengaku keyakinan atau ketidakyakinannya terhadap agama adalah sesuatu yang paling benar. Dan nggak ada satu orangpun yang mau keyakinan atau ke-tidakyakinan-nya disalahkan, bukan?

Mari kita lebih melihat persamaan daripada perbedaan, karena itu lebih positif. Bagaimanapun —nggak bisa dipungkiri kalau, Islam dan Kristen punya banyak kesamaan baik ajaran ataupun ketuhanan. Seperti menyembah Allah yang Esa, yang Maha Pengasih dan Penyayang, melarang berzina, melarang mencuri, memberika sebagaian harta kepada yang membutuhkan, melarang syirik dan lain-lain. Al-Qur’an pun mengakui Isa Al-Masih/Yesus Kristus dan juga menyuruh beriman kepada kitab Injil. Jadi mengapa kita hanya fokus pada perbedaan bukan persamaannya? Mengapa kita cenderung mencari permusuhan daripada kedamaian?

Saya ingin mengingatkan bahwa perbedaan dalam berbagai hal termasuk agama adalah rahmat, adalah sebuah anugrah, bukan malah menjadi bahan perdebatan tanpa henti. Dan yang paling utama, agama ada untuk kemaslahatan sosial, agama nggak berhenti hanya sebatas ritual dan ritus-ritus untuk individu semata tanpa punya dampak untuk lingkungan sosial.

Mari merayakan perbedaan.