Halaman

Selasa, 20 Maret 2012

Korupsi

Koruptor memang terlihat seperti manusia yang biasa-biasa saja, bahkan —terutama di Indonesia ini— dermawan. Menyumbang masjid, sekolah anak yatim dan lain-lain. Sebagai penerima, karena memang membutuhkan, kita hanya menerima saja. Setelah koruptor itu tertangkap (atau —kebanyakan— tidak), kitapun bilang, wah padahal ia baik ya, ia dermawan ya. Setelah selesai masa tahanannya (dan tentu, walaupun sebagia hartanya disita, ia masih punya banyak) kita masih menerimanya dengan senang dan senyum ceria.

Kita juga memaklumi hal-hal kecil yang kita korupsi. Memaklumi korupsi-korupsi kecil yang sering kita lihat di sekitar. Di kantor, lingkungan, kelurahan, jalanan, pasar. Padahal nggak ada sesuatu yang besar tanpa dimulai dari kecil bukan? Sepertinya kita nggak benar-benar membenci korupsi yang bahayanya sudah laten ini.

Ya, mungkin salah satu alasan kenapa korupsi nggak habis-habis di Indonesia adalah karena kita nggak benar-benar membenci korupsi.