Halaman

Senin, 22 Desember 2014

Battle of Five Armies; Sebuah Review

Kemarin gue dan istri nonton film terakhir dari trilogi The Hobbit. Sebelumnya gue sudah baca novel dan nonton dua penggalan pertama trilogi ini. Seperti dua film sebelumnya, film ini juga menyuguhkan hal yang berbeda dari versi novelnya. Secara keseluruhan film ini keren, gue klik 8 bintang di akun IMDb.

Jadi ceitanya, ada hobbit (makhluk kecil tapi bukan cebol, seukuran setengah dari ukuran manusia) bernama Bilbo, yang diminta penyihir Gandalf untuk menemani 13 kurcaci yang dipimpin Thorin untuk merebut kembali kerajaan para kurcaci di Lonely Mountain yang saat ini sedang dikuasai Smaug si naga.

Kurcaci dalam film ini nggak digambarkan berhidung bangur, rapih pake baju warna warni dan pake topi Sinterklas kayak di Snow White. Kalian nggak akan menemukan kurcaci unyu seperti mereka di film ini. 13 kurcaci ini adalah kurcaci-kurcaci badass! Kurcaci preman. Gue nggak bisa bayangin gimana kalo Snow White waktu itu masuk ke rumah kurcaci-kurcaci model gini.



Dalam penggalan terakhir ini, diceritakan 13 kurcaci itu telah sampai di Lonely Mountain dan berhasil masuk mengusir Smaug keluar dari istana. Smaug kemudian menyerang dan meluluhlantakkan Laketown, desa nelayan yang terdekat dari pegunungan itu. Tapi akhirnya Smaug mati dipanah oleh Bard (manusia penghuni Laketown). Cerita pertarungan naga dan manusia-manusia Laketown itu membuka adegan di tiga puluh menit pertama film ini, tapi gue kurang beruntung, nggak bisa lihat karena telat masuk.

Walaupun telat, film ini sangat bisa dinikmati di menit berapapun. Apalagi kalau sudah tahu jalan ceritanya. Film ini juga ngasih gue pengetahuan baru; troll nggak jadi batu waktu kena matahari dan Legolas bisa kehabisan anak panah. Lewat tulisan ini gue nggak akan ngasih review panjang-panjang, cuma mau berbagi hal-hal lucu aja.

Peter Jackson


Dalam Battle of Five Armies ini, seperti film-film Middle Earth-nya Peter Jackson sebelumnya, menampilkan sinematografi yang ajib, mulai dari penggambaran Longlake di tengah danau, pegunungan Erebor yang diukir seperti istana, hingga pemandangan alam yang subhanallah. Gue rasa orang atheis manapun akan percaya Tuhan kalo lihat itu beneran.

Setting untuk pembuatan film ini ada di Selandia Baru. Kenapa Selandia Baru? Karena selain punya banyak tempat wisata alam yang keren, Selandia Baru juga asal dari sang sutradara, Peter Jackson. Gue yakin kalo sutradaranya Riri Riza, pasti setting-nya jadi di Belitong. Bilbo akan diperankan oleh Ikal dan Gandalf diperankan Pak Harfan. Judulnya berubah jadi The Hobbit; Battle of Rainbow Troops.

Bahasa

Di film itu ada berbagai macam makhluk, dari mulai manusia, peri, penyihir, orc, kurcaci, hobbit dan lain-lain. Mereka juga punya bahasa masing-masing. Walaupun begitu, semua mereka bisa mengerti satu bahasa, bahasa persatuan mereka, Bahasa Inggris. Tapi sampe di sini gue bingung, yang ngajarin mereka Bahasa Inggris itu siapa coba? Gue curiga ada tempat kursus Bahasa Inggris di Middle Earth. Entah di Shire, atau dekat Mirkwood, atau Laketown tapi tentu bukan di Lonely Mountain. Gue juga curiga Smaug punya guru privat yang ngajarin dia Bahasa Inggris.

Perang untuk Emas

Awalnya gue bingung gimana cara Azog ngumpulin orc segitu banyak. Tapi setelah gue lihat emas yang jadi selimut Smaug di trilogi ke dua, gue jadi tahu rahasianya. Gue yakin dia pake sistem multi-level marketing. Jadi mungkin di situ sore yang cerah, dengan santainya Azog nyamperin 2-3 orc terus membuka pembicaraan dengan kalimat, “Bro, mau punya emas berlimpah?”

Thorin Keluar dari Istananya

Jadi waktu para five armies bertarung, Thorin dan kawan-kawan kurcaci yang berjumlah belasan itu masih sembunyi di dalam Erebor. Mereka keluar dengan dramatis ketika Dain, sepupunya Thorin, dan tentaranya sudah terdesak mundur. Mereka mendobrak batu-batu di pintu masuk dengan lonceng besar, kemudian, mereka yang hanya 13 kurcaci itu, berlari keluar untuk membantu.

Gue yakin diantara ribuan tentara kurcaci itu ada satu yang sinis, “Yaelah bro, udah cuma 13 orang, datengnya telat lagi!”

Udah gitu, di tengah perang, masih sempet-sempetnya Thorin ngobrol sama sepupunya Dain.

Gue yakin diantara ribuan tentara kurcaci itu ada satu yang sinis, “Yaelah bro, udah datengnya telat, kebanyakan ngobrol lagi. Dasar bos magabu doang nih!”

Perang Antara Five Armies

Awalnya trilogi terakhir ini akan dikasih judul There and Back Again seperti anak judul novelnya, tapi ternyata berubah jadi Battle of Five Armies. Sebenernya Tolkien jelasin di novelnya bahwa Lima Tentara itu adalah Orc dan Serigala Liar melawan Peri, Manusia dan Kurcaci.

Tapi gue coba ngitung the five armies dalam film itu: Orc dan troll melawan peri, kurcaci, dan manusia. Itu memang lima, tapi ini berarti menafikan perjuangan beberapa jenis tentara lain. Terus penyihir (walaupun cuma Gandalf dan Radagast), Hobbit (walaupun cuma Bilbo), kawanan elang, kelelawar, srigala, cacing raksasa dan Beorn dianggap apa? Cuma figuran?

Berarti perjuangan mereka ini nggak dianggap. Heh, ini Peter Jackson curang. Gue ngebayangin kalo aja Bilbo dan Gandalf tahu bahwa mereka nggak dihitung dalam five armies. Jadi ketika makhluk-makhluk yang dianggap five armies itu lagi sibuk bertarung Bilbo dan Gandalf bercakap-cakap.
“Bro, kita nggak dianggap nih.” Kata Bilbo ke Gandalf.
“Maksudnya?”
“Iya, di trilogi terakhir ini anak judulnya five armies. Dan five armies itu kita nggak masuk di dalemnya.”
“Ah yang bener lo, bro?” Gandalf kaget
“Iye, bener! Samber gledek dah!” buset ini Bilbo apa Mandra?
“Nah elo enak udah jadi main title-nya, Bo. Lah gue sama Radagast? Kampret emang si Peter Jackson nih!”
Tapi untungnya, sampai perang selesai, Gandalf nggak tahu.

Bilbo Pulang

Dalam dua sekuel sebelumnya diceritakan perjalanan Bilbo dan 13 kurcaci menuju Lonely Mountain yang penuh bahaya. Melewati hutan Mirkwood yang gelap, dihadang orc, lewat Misty Mountain dan macem-macem. Lah terus, di akhir film ini, Bilbo balik lagi ke Shire hanya dalam waktu tiga detik.

Gue curiga Shire itu sebenernya ada di balik Lonely Mountain, cuma waktu pertama kali mereka pergi ke sana arahnya salah. Ini nggak ubahnya lo mau ke Singapore dari Jakarta, tapi arah jalannya ke Papua Nugini.

-------------------

Tapi kelucuan-kelucuan itu hanya ada dalam khayalan gue aja. Aslinya, film ini punya dialog melalui karakter-karakter yang pas dan berima seperti puisi, bagus banget buat dijadiin “quotes”. Film ini juga memberi pesan moral yang kuat tentang peperangan yang terjadi sering hanya karena ambisi duniawi yang sebenarnya nggak pantas menjadi dasar dari sebuah pertikaian. Pesan itu yang mungkin coba disampaikan Tolkien dalam novelnya dan Peter Jackson memberi interpretasi melalui film ini dengan brilian. Seperti yang diucapkan Thorin ke Bilbo sebelum mati, "Farewell, Master Burglar. Go back to your books, your fireplace. Plant your trees, watch them grow. If more of us valued home above gold, it would be a merrier world."


Untuk pembaca yang mengagumi Tolkien dan ingin membaca bacaan yang lebih serius, gue pernah nulis tentang Pragmatism of Bilbo Baggins. Untuk yang baru pertama nonton film ini, sebaiknya nonton dulu The Hobbit yang pertama dan kedua supaya jalan ceritanya nyambung. Tapi gue sepakat, semua orang yang sudah nonton film ini atau LOTR pasti akan menganggap film-film dengan setting Middle Earth lain seperti hanya sekedar sinetron.