Menulis sebuah buku bukan hanya butuh visi dan kerja keras tapi juga kesederhanaan.
Ya, tulislah sesuatu yang sederhana, sesutau yang paling dikuasai. Orang yang menulis tentang Cara Beternak Lele misalnya, ia harus ahli tentang peternakan lele. Begitu juga orang yang menulis tentang Cara Sukses Melamar Pekerjaan, ia pasti punya pengalaman tentang melamar pekerjaan. Atau orang yang menulis tentang Cara Mendaur Ulang Sampah Plastik dan lain sebagainya.
Lalu bagaimana dengan idealisme?
Idealisme? Ayolah kawan, idealisme itu bukan eksklusifisme. Apakah penulis yang menulis tentang Cara Mewujudkan Perdamaian Dunia Menurut Imanuel Kant itu lebih idealis daripada buku Cara Mudah Mengawinkan Ikan Cupang?
Jika ada seorang pengangguran pergi ke toko buku kemudian melihat buku berjudul Menghasilkan Uang dengan Memanfaatkan Koran Bekas kemudian dia membelinya dan mengaplikasikannya sehingga dia menjadi seorang interpreneur. Bukankah membantu orang untuk kreatif juga idealisme?
Ya, tulislah sesuatu yang dekat. Mengapa Andrea Hirata menulis tentang Belitong? Karena dia tahu daerah itu dari kecil. Dia tinggal dan besar di situ. Setiap inchi daerah itu dia hapal. Begitu juga kenapa Ali Zainal menulis tentang Internet? Karena dia bergelut dengan dunia itu tiap hari. Itulah dunia dan passion-nya. Atau gue yang menulis tentang pesantren dalam Badung Kesarung dan menulis tentang Bahasa Inggris pada buku kedua. Semuanya itu karena gue hampir hapal dilur kepala tentang kedua hal tersebut. Sangat mustahil seorang penulis menulis sesuatu yang nggak dia kuasai. Akan seperti apa bukunya? Para penulis menulis sesuatu yang mereka kuasai atau paling nggak jika mereka nggak terlalu menguasai, mereka akan mencoba mencari tahu dan melakukan riset.
Jadi, tulislah sesuatu yang mudah, yang dikuasai, dan yang sederhana.
-:(الراحمون يرحمهم الرحمن تبارك وتعالي/ ارحموا من في الأرض يرحمكم من في السماء):-
Halaman
▼
Sabtu, 24 Maret 2012
Jumat, 23 Maret 2012
Atheis
Saya sedang sering membaca tentang atheis.
Ini karena banyak media yang menulis tentang itu. Di Indonesia golongan ini juga mulai berkembang. Apakah saya nggak takut akan terpengaruh? Silahkan baca pandangan saya tentang keimanan di sini. Yang jelas, di negara demokrasi ini, saya menghormati pendapat orang lain, dan saya harap mereka juga menghormati pendapat orang-orang yang nggak sejalan dengan mereka —dalam hal ini pendapat orang-orang theis.
Saya ingin sedikit mengutip apa yang saya dapat dari akun facebook Anda Bertanya Ateis Menjawab. Ada pertanyaan seperti ini: Apakah ada afterlife (kehidupan setelah mati)? Bagaimana perasaan anda?
Demikian jawaban di akun tersebut:
Setelah membaca jawaban tersebut, saya menyimpulkan bahwa orang yang nggak beragama pun percaya bahwa mereka harus berbuat baik. Dan tujuan mereka hidup di dunia ini adalah berbuat baik kepada diri sendiri juga kepada sesama. Ini sama dengan tujuan orang-orang yang beragama, bukan? Jadi mengapa kita berselisih jika punya tujuan yang sama? Kebaikan dan keburukan nggak tergantung terhadap agama, kepercayaan, bukan kepercayaan, suku, bangsa dan lain sebagainya, melainkan kesadaran masing-masing orang akan kebaikan dan keburukan itu sendiri.
So kesimpulannya, apapun keyakinan atau ketidakyakinan kita, kebaikan nggak bisa ditolak.
Ini karena banyak media yang menulis tentang itu. Di Indonesia golongan ini juga mulai berkembang. Apakah saya nggak takut akan terpengaruh? Silahkan baca pandangan saya tentang keimanan di sini. Yang jelas, di negara demokrasi ini, saya menghormati pendapat orang lain, dan saya harap mereka juga menghormati pendapat orang-orang yang nggak sejalan dengan mereka —dalam hal ini pendapat orang-orang theis.
Saya ingin sedikit mengutip apa yang saya dapat dari akun facebook Anda Bertanya Ateis Menjawab. Ada pertanyaan seperti ini: Apakah ada afterlife (kehidupan setelah mati)? Bagaimana perasaan anda?
Demikian jawaban di akun tersebut:
Dari yg kita tahu tentang otak (kehidupan setelah mati), tidak ada. Dan iya kitanya akan hilang. Tapi ini bukan sesuatu yg menyedihkan. Justru dengan ini kita bisa pusatkan perhatian pd kehidupan sekarang, dan benar2 menghargai dan menjalani kehidupan sepenuhnya, berbuat yg terbaik kembangkan diri sendiri dan sesama. Nantinya pd saat kita mati, anggap ini sbg penutup cerita novel. Buat penutupnya menjadi happy ending! ;)
…….........
Kami2 yg tidak beragama tidak berpusat pd kematian dan apa yg terjadi setelahnya, melainkan pd kehidupan sekarang. Bila kita berpusat pd hidup sekarang maka kita lebih hargai hidup dan jalani hidup dgn sepenuhnya, berkontribusi yg terbaik bg sesama, melakukan perubahan pd masyarakat, dsb. Saya rasa ini sesuatu yg indah, mungkin jauh lebih indah daripada kita merenung2 apa yg kita dapat setelah kita mati, lebih baik merenung apa yg bisa kita lakukan sekarang untuk diri kita dan sesama.
Setelah membaca jawaban tersebut, saya menyimpulkan bahwa orang yang nggak beragama pun percaya bahwa mereka harus berbuat baik. Dan tujuan mereka hidup di dunia ini adalah berbuat baik kepada diri sendiri juga kepada sesama. Ini sama dengan tujuan orang-orang yang beragama, bukan? Jadi mengapa kita berselisih jika punya tujuan yang sama? Kebaikan dan keburukan nggak tergantung terhadap agama, kepercayaan, bukan kepercayaan, suku, bangsa dan lain sebagainya, melainkan kesadaran masing-masing orang akan kebaikan dan keburukan itu sendiri.
So kesimpulannya, apapun keyakinan atau ketidakyakinan kita, kebaikan nggak bisa ditolak.
Selasa, 20 Maret 2012
Korupsi
Koruptor memang terlihat seperti manusia yang biasa-biasa saja, bahkan —terutama di Indonesia ini— dermawan. Menyumbang masjid, sekolah anak yatim dan lain-lain. Sebagai penerima, karena memang membutuhkan, kita hanya menerima saja. Setelah koruptor itu tertangkap (atau —kebanyakan— tidak), kitapun bilang, wah padahal ia baik ya, ia dermawan ya. Setelah selesai masa tahanannya (dan tentu, walaupun sebagia hartanya disita, ia masih punya banyak) kita masih menerimanya dengan senang dan senyum ceria.
Kita juga memaklumi hal-hal kecil yang kita korupsi. Memaklumi korupsi-korupsi kecil yang sering kita lihat di sekitar. Di kantor, lingkungan, kelurahan, jalanan, pasar. Padahal nggak ada sesuatu yang besar tanpa dimulai dari kecil bukan? Sepertinya kita nggak benar-benar membenci korupsi yang bahayanya sudah laten ini.
Ya, mungkin salah satu alasan kenapa korupsi nggak habis-habis di Indonesia adalah karena kita nggak benar-benar membenci korupsi.
Kita juga memaklumi hal-hal kecil yang kita korupsi. Memaklumi korupsi-korupsi kecil yang sering kita lihat di sekitar. Di kantor, lingkungan, kelurahan, jalanan, pasar. Padahal nggak ada sesuatu yang besar tanpa dimulai dari kecil bukan? Sepertinya kita nggak benar-benar membenci korupsi yang bahayanya sudah laten ini.
Ya, mungkin salah satu alasan kenapa korupsi nggak habis-habis di Indonesia adalah karena kita nggak benar-benar membenci korupsi.
Jumat, 09 Maret 2012
Cerita Sebelum Terbit
Kali ini saya mau cerita tentang bagaimana buku Pintar Bahasa Inggris bisa terbit.
Well, sebelum ngomong jauh tentang penerbit, saya akan cerita proses kepenulisannya. Suatu hari saya berkunjung ke sebuah toko buku dan menemukan banyak buku dengan judul yang bombastis; Bahasa Inggris Instan, Langsung Bisa dalam Sebulan, Langsung cas-cis-cus dalam Seminggu, Sehari bahkan 24 jam.
Dalam kepala saya berkecamuk, “Apa ada yang percaya dan membeli buku-buku itu?” “Mengapa buku yang menebarkan ‘kebohongan’ ini bisa diterbitkan?”, “Apa ada pembeli buku-buku tersebut yang kecewa dan menuntut sang penulis?”
Bahasa Inggris adalah keterampilan. Mengatakan bisa lancar berbahasa Inggris dalam satu malam atau satu jam tak ubahnya mengatakan untuk bisa berenang, bernyanyi atau bermain gitar hanya dalam tempo sesingkat itu. Sangat sulit.
Satu hal lagi yang banyak dilupakan oleh buku-buku sejenis ini adalah tidak menuntun pembaca kepada keintensifan belajar Bahasa Inggris. Buku-buku ini lupa mengajarkan bahwa bahasa adalah alat komunikasi, sehingga mengajarkannya pun seharusnya menggunakan metode yang sama ketika bayi dan anak-anak belajar berkomunikasi atau mengenal bahasa. Ya, saya harus membuat buku seperti itu.
Sampai di rumah, ‘kegalauan’ tersebut saya tuangkan pada sebuah tulisan. Saya membuat draft, outline, dan proposal untuk buku tersebut. Setelah selesai, saya kirimkan proposal, outline dan contoh tulisan ke penerbit via email.
Satu jam setelah dikirimkan, ponsel saya berdering, telepon dari penerbit! Ajaib, naskah tersebut dipertimbangkan untuk bisa terbit. Saya bahagia luar biasa. Segera saya menyelesaikan proposal tersebut menjadi naskah lengkap. Dua minggu selesai.
Tapi, beberapa minggu kemudian penerbit menyatakan bahwa naskah tersebut tidak layak terbit.
Saya merasa gagal.
Tapi saya berusaha bangkit. Terlalu dini merasa gagal hanya karena ditolak satu penerbit. Saya kirim naskah itu ke penerbit lain. Ditolak lagi. Saya kirim ke penerbit lain lagi. Ditolak lagi.
Ketika mengalami beberapa kali penolakan, saya patah semangat dan berhenti. Berbulan-bulan naskah tersebut hanya teronggok nggak dikirimkan ke penerbit manapun.
Sampai akhirnya saya menemukan motivasi. Hoeda Manis, penulis produktif itu saja, yang telah menerbitkan puluhan judul buku, pernah ditolak sampai belasan kali. JK Rowling pernah mengalami penolakan dari 14 penerbit sebelum bisa menerbitkan Harry Potter. John Grisham lebih banyak lagi, ia mengalami penolakan 45 kali sebelum novel pertamanya, A Time to Kill diterbitkan.
Maka saya pun membangun tekad lagi. Saya kirimkan naskah itu ke penerbit lain lagi. Dan, ditolak lagi. Hell Yeah. Kembali saya kirimkan ke penerbit lain. Ditolak lagi. Kirim lagi. Ditolak lagi.
Saya kirimkan ke penerbit lain dan jawabannya sama. Tidak layak terbit. Alasannya berbeda-beda. Ada penerbit beralasan naskahnya belum sesuai dengan karakter dan kebutuhan penerbit, bukunya kurang bisa diaplikasikan dan lain-lain. Ada juga yang meminta saya menunggu, mulai dari satu minggu sampai tiga bulan.
Ketika mencapai belasan kali penolakan, saya mulai pesimis. Jangan-jangan naskah saya memang nggak layak terbit. Di tengah kebimbangan saya itu, saya menerima sebuah email dari sebuah penerbit. Email yang memberikan saya secercah harapan. Berikut saya kutipkan,
Saya kembali optimis. Saya berterimakasih dan menjawab email tersebut dengan berbinar-binar. Beberapa hari kemudian saya menerima balasan:
Naskah kembali dtolak.
Saya pun mempelajari kembali isi naskah itu, meminta saran dari kawan-kawan dan merevisinya berulang-ulang. Siang malam passion saya hanya kepada naskah itu. Saya kembali membaca puluhan sumber untuk rujukan. Kawan-kawan yang membaca naskah itu juga mengatakan bahwa naskah itu bagus dan bermanfaat, saya merasa PD dan yakin jika naskah itu akan diterima.
Yeah, the problem may not in my script, but the publisher! Mereka mungkin nggak paham dengan kelebihan dan manfaat naskah itu —I do really know that’s an arrogant statement :). Berdasarkan pemikiran itu, kemudian saya nekat mengirimkan lagi naskah itu ke penerbit lain.
Allahu Akbar, naskah itu ditolak lagi!
Beberapa kali saya kirim ke penerbit yang lain pun hasilnya sama; ditolak.
Sampai disini saya mulai mencari racun tikus.
Tapi tetap mau mencoba. Sekali lagi, saya kirim.
Ditolak lagi —dua puluh satu kali ditolak! Dengan mengelus-elus dada sambil bilang dalam hati “dosa apa gue?”, saya mencoba menerima penolakan-penolakan itu. Saya pikir sudah saatnya berhenti. Jika ditolak lebih dari duapuluh kali, mungkin lo emang bego.
Tetapi saya sudah menerima penolakan berkali-kali, kenapa harus takut menerima penolakan lagi? Saya sangat ingin naskah itu diterbitkan.
Maka saya pun mencoba lagi.
Dan ditolak lagi. Dua puluh dua kali penolakan, saudara-saudara.
Saya sudah siap untuk berhenti. Saya mulai merasa nggak seperti penulis-penulis handal itu. Jika saya menyerah kalah padahal sudah berkali-kali mencoba, mungkin orang-orang akan memakluminya. Tetapi saya juga pernah membaca, entah dimana, bahwa dunia hanya melihat apa yang kamu hasilkan, ia nggak peduli berapa kali kamu mengalami kegagalan. Jika kamu gagal untuk melakukan sesuatu, dan kamu punya sejuta alasan untuk itu, maka kesimpulannya hanya satu; kamu gagal.
Maka saya pun bangkit lagi. Dengan sisa harapan, semangat juga kekeraskepalaan, saya mengirimkan naskah itu lagi. Kali ini naskah terkirim ke Penerbit Dahara Prize.
Dan diterima!
Sebagai informasi, Dahara Prize adalah penerbit yang menerbitkan buku Gapailah Impianmu yang merupakan salah satu masterpiece Hoeda Manis. Buku itu memang tidak menciptakan histeria massa yang gegap gempita, tetapi buku ini terus dicetak ulang hingga hari ini, dan terus terjual meski cetakan pertamanya sudah dua belas tahun yang lalu! Sangat sedikit buku Indonesia yang mampu bertahan di toko-toko buku dalam kurun waktu selama itu!
Akhirnya buku tersebut terbit dengan pembayaran royalty 10% dibayar per enam bulan tanpa uang muka. Tidak mengapa. Saya tetap bahagia.
Saya promosikan buku tersebut ke teman-teman door to door, lewat blog juga jejaring sosial. Dan biasanya kawan-kawan —bahkan kawan-kawan dekat, ngomong, “Mana bukunya? Bagi gue dong satu.”
Yes, begitulah menjadi penulis.
Well, sebelum ngomong jauh tentang penerbit, saya akan cerita proses kepenulisannya. Suatu hari saya berkunjung ke sebuah toko buku dan menemukan banyak buku dengan judul yang bombastis; Bahasa Inggris Instan, Langsung Bisa dalam Sebulan, Langsung cas-cis-cus dalam Seminggu, Sehari bahkan 24 jam.
Dalam kepala saya berkecamuk, “Apa ada yang percaya dan membeli buku-buku itu?” “Mengapa buku yang menebarkan ‘kebohongan’ ini bisa diterbitkan?”, “Apa ada pembeli buku-buku tersebut yang kecewa dan menuntut sang penulis?”
Bahasa Inggris adalah keterampilan. Mengatakan bisa lancar berbahasa Inggris dalam satu malam atau satu jam tak ubahnya mengatakan untuk bisa berenang, bernyanyi atau bermain gitar hanya dalam tempo sesingkat itu. Sangat sulit.
Satu hal lagi yang banyak dilupakan oleh buku-buku sejenis ini adalah tidak menuntun pembaca kepada keintensifan belajar Bahasa Inggris. Buku-buku ini lupa mengajarkan bahwa bahasa adalah alat komunikasi, sehingga mengajarkannya pun seharusnya menggunakan metode yang sama ketika bayi dan anak-anak belajar berkomunikasi atau mengenal bahasa. Ya, saya harus membuat buku seperti itu.
Sampai di rumah, ‘kegalauan’ tersebut saya tuangkan pada sebuah tulisan. Saya membuat draft, outline, dan proposal untuk buku tersebut. Setelah selesai, saya kirimkan proposal, outline dan contoh tulisan ke penerbit via email.
Satu jam setelah dikirimkan, ponsel saya berdering, telepon dari penerbit! Ajaib, naskah tersebut dipertimbangkan untuk bisa terbit. Saya bahagia luar biasa. Segera saya menyelesaikan proposal tersebut menjadi naskah lengkap. Dua minggu selesai.
Tapi, beberapa minggu kemudian penerbit menyatakan bahwa naskah tersebut tidak layak terbit.
Saya merasa gagal.
Tapi saya berusaha bangkit. Terlalu dini merasa gagal hanya karena ditolak satu penerbit. Saya kirim naskah itu ke penerbit lain. Ditolak lagi. Saya kirim ke penerbit lain lagi. Ditolak lagi.
Ketika mengalami beberapa kali penolakan, saya patah semangat dan berhenti. Berbulan-bulan naskah tersebut hanya teronggok nggak dikirimkan ke penerbit manapun.
Sampai akhirnya saya menemukan motivasi. Hoeda Manis, penulis produktif itu saja, yang telah menerbitkan puluhan judul buku, pernah ditolak sampai belasan kali. JK Rowling pernah mengalami penolakan dari 14 penerbit sebelum bisa menerbitkan Harry Potter. John Grisham lebih banyak lagi, ia mengalami penolakan 45 kali sebelum novel pertamanya, A Time to Kill diterbitkan.
Maka saya pun membangun tekad lagi. Saya kirimkan naskah itu ke penerbit lain lagi. Dan, ditolak lagi. Hell Yeah. Kembali saya kirimkan ke penerbit lain. Ditolak lagi. Kirim lagi. Ditolak lagi.
Saya kirimkan ke penerbit lain dan jawabannya sama. Tidak layak terbit. Alasannya berbeda-beda. Ada penerbit beralasan naskahnya belum sesuai dengan karakter dan kebutuhan penerbit, bukunya kurang bisa diaplikasikan dan lain-lain. Ada juga yang meminta saya menunggu, mulai dari satu minggu sampai tiga bulan.
Ketika mencapai belasan kali penolakan, saya mulai pesimis. Jangan-jangan naskah saya memang nggak layak terbit. Di tengah kebimbangan saya itu, saya menerima sebuah email dari sebuah penerbit. Email yang memberikan saya secercah harapan. Berikut saya kutipkan,
Dear Nailal,
Saya sudah baca. Buku ini asyik. Tidak seperti buku bahasa Inggris lainnya. Konsepnya anak muda, dengan cara berkisah, berbagi (share), ada "how to"-nya, dan tidak tampak seperti text book/buku pelajaran, malah terlihat seperti buku pengembangan diri. Saya pribadi tertarik pada naskah ini. Namun, saya perlu mendiskusikannya dengan tim redaksi lainnya. Doakan saja, semoga saya bisa memperjuangkannya untukmu.
Mudah-mudahan, 7 hari ke depan kami bisa memberikan kepastiannya.
Terima kasih atas perhatiannya,
Salam,
Andiek
Saya kembali optimis. Saya berterimakasih dan menjawab email tersebut dengan berbinar-binar. Beberapa hari kemudian saya menerima balasan:
Dear Nailal,
Langsung aja yah. Setelah coba kami rundingkan dengan saksama dengan teman redaksi, akhirnya kesimpulannya untuk Tidak Menerbitkan naskah ini. Pertimbangan redaksi lebih ke arah "tidak to the point" pada pembelajaran bahasa Inggris. Dari sisi saya pribadi, naskah ini oke. Namun, saya juga setuju dengan pendapat teman-teman redaksi bahwa orang/pembaca membeli buku bahasa Inggris lebih untuk mendapatakan manfaat secara langsung. Apa pun itu, saya suka dengan konsep bercerita, meski konteksnya belajar. Ya seperti naskah ini. Mungkin, Nailal bisa memodifikasinya agar lebih usefull.
Selanjutnya, segala hak dan kewajiban naskah ini, kami kembalikan ke Nailal sebagai penulis.
Atas perhatiannya, kami sampaikan terima kasih.
Salam redaksi,
Andiek Kurniawan
Naskah kembali dtolak.
Saya pun mempelajari kembali isi naskah itu, meminta saran dari kawan-kawan dan merevisinya berulang-ulang. Siang malam passion saya hanya kepada naskah itu. Saya kembali membaca puluhan sumber untuk rujukan. Kawan-kawan yang membaca naskah itu juga mengatakan bahwa naskah itu bagus dan bermanfaat, saya merasa PD dan yakin jika naskah itu akan diterima.
Yeah, the problem may not in my script, but the publisher! Mereka mungkin nggak paham dengan kelebihan dan manfaat naskah itu —I do really know that’s an arrogant statement :). Berdasarkan pemikiran itu, kemudian saya nekat mengirimkan lagi naskah itu ke penerbit lain.
Allahu Akbar, naskah itu ditolak lagi!
Beberapa kali saya kirim ke penerbit yang lain pun hasilnya sama; ditolak.
Sampai disini saya mulai mencari racun tikus.
Tapi tetap mau mencoba. Sekali lagi, saya kirim.
Ditolak lagi —dua puluh satu kali ditolak! Dengan mengelus-elus dada sambil bilang dalam hati “dosa apa gue?”, saya mencoba menerima penolakan-penolakan itu. Saya pikir sudah saatnya berhenti. Jika ditolak lebih dari duapuluh kali, mungkin lo emang bego.
Tetapi saya sudah menerima penolakan berkali-kali, kenapa harus takut menerima penolakan lagi? Saya sangat ingin naskah itu diterbitkan.
Maka saya pun mencoba lagi.
Dan ditolak lagi. Dua puluh dua kali penolakan, saudara-saudara.
Saya sudah siap untuk berhenti. Saya mulai merasa nggak seperti penulis-penulis handal itu. Jika saya menyerah kalah padahal sudah berkali-kali mencoba, mungkin orang-orang akan memakluminya. Tetapi saya juga pernah membaca, entah dimana, bahwa dunia hanya melihat apa yang kamu hasilkan, ia nggak peduli berapa kali kamu mengalami kegagalan. Jika kamu gagal untuk melakukan sesuatu, dan kamu punya sejuta alasan untuk itu, maka kesimpulannya hanya satu; kamu gagal.
Maka saya pun bangkit lagi. Dengan sisa harapan, semangat juga kekeraskepalaan, saya mengirimkan naskah itu lagi. Kali ini naskah terkirim ke Penerbit Dahara Prize.
Dan diterima!
Sebagai informasi, Dahara Prize adalah penerbit yang menerbitkan buku Gapailah Impianmu yang merupakan salah satu masterpiece Hoeda Manis. Buku itu memang tidak menciptakan histeria massa yang gegap gempita, tetapi buku ini terus dicetak ulang hingga hari ini, dan terus terjual meski cetakan pertamanya sudah dua belas tahun yang lalu! Sangat sedikit buku Indonesia yang mampu bertahan di toko-toko buku dalam kurun waktu selama itu!
Akhirnya buku tersebut terbit dengan pembayaran royalty 10% dibayar per enam bulan tanpa uang muka. Tidak mengapa. Saya tetap bahagia.
Saya promosikan buku tersebut ke teman-teman door to door, lewat blog juga jejaring sosial. Dan biasanya kawan-kawan —bahkan kawan-kawan dekat, ngomong, “Mana bukunya? Bagi gue dong satu.”
Yes, begitulah menjadi penulis.
Minggu, 04 Maret 2012
Authentic Listening: Website for Listening Practice
Tentu kamu tahu ada ratusan bahkan ribuan website di dunia maya yang menawarkan pelatihan Listening, mulai dari yang berbayar sampai yang gratis. Dari beberapa website itu pun sering hanya memberikan link kepada website lain. Jadi, dalam penulusuran di dunia maya ini harus hati-hati, salah-salah kamu tersesat dan akhirnya kehabisan waktu tanpa menemukan apa yang sedang kamu cari.
Ini tak ubahnya seperti ibu-ibu yang pergi ke supermarket tanpa membawa catatan belanjaan. Ia melihat apapun dan timbul keinginan untuk membeli, entah karena diskon atau hanya lapar mata, sampai akhirnya ia lupa apa yang seharusnya dibeli. Saran saya, setialah pada satu website dan belajarlah dengan tekun.
Ada satu website yang sangat dianjurkan jika kamu ingin meningkatkan kemampuan Listening, alamatnya di www.esl-lab.com yang diasuh oleh Randall Davis.
Ini adalah website yang sangat lengkap. Selain website ini, Randall juga mempunyai website lain yang berkaitan dengan Listening untuk percakapan sehari-hari, website untuk melatih pengucapan, bahkan website yang berisi Listening bahasa ‘slank’, atau bahasa informal. Dijamin kamu tidak akan kehabisan bahan Listening dan tentunya semuanya up to date dan authentic.
Di halaman awal website ini langsung terpampang ‘General Listening Quizzes’ yang berisi percakapan sehari-hari tentang berbagai macam topic seperti menyampaikan pesan melalui telepon, kegiatan di sekolah, kesehatan dan lain sebagainya. Bukan hanya itu, website ini juga mencantumkan 3 level Listening; Easy, Medium dan Difficult.
Kamu tinggal memilih level dan topik yang kamu inginkan dengan mengkliknya. Contohnya, kamu memilih level ‘Easy’ dengan topik ‘Answering Machine’. Seperti terlihat di bawah ini:
Setelah mengkliknya akan terlihat halaman seperti di bawah ini:
Di situ terlihat beberapa bagian:
1. Pre-Listening Exercise
2. Listening Exercise
3. Vocabulary
4. Post Listening
5. Online Investigation
Pre-Listening Exercise berguna untuk memperkenalkan bahan Listening yang akan kamu dengarkan. Di sini kamu akan mengetahui siapa yang berbicara dan berapa lama. Di sebelah kiri website ini juga terpampang idiom tentang topik yang kamu pilih. Dalam percakapan, kamu akan mendengarkan idiom-idiom itu diucapkan. Kamu juga diberikan tip yang berguna yang juga masih berkaitan dengan topik.
Kemudian dilanjutkan dengan Listening Exercise, yaitu Listening itu sendiri. Setelah mendengarkan Listening, kamu diberikan beberapa soal latihan yang berguna untuk menguji pemahamanmu terhadap Listening yang baru saja kamu dengarkan. Kamu tidak perlu khawatir jika masih tidak mendengar jawabannya, karena kamu bisa mengulangnya sesukamu. Jika itu masih tidak berhasil, kamu bisa melihat script-nya dengan mengklik ‘Quiz Script’ yang ada di bawah Listening Exercise. Setelah semua pertanyaan dijawab, kamu bisa mengecek skormu dengan mengklik ‘Final Score’.
Dalam ‘Vocabulary’, kamu diajak mengenal kata-kata inti yang baru didengarkan. Ada beberapa latihan dan game di dalamnya yang akan melatih mengenal kata-kata inti. Dengan mengenal kata-kata inti, kita bisa mengetahui cara menggunakannya dalam percakapan. Dan di ‘Post Listening’ kamu diberikan latihan untuk menggunakanynya dalam percakapan. Latihan ini bisa lakukan sendirian atau bersama teman.
Namun, jika kamu tidak bisa terlalu lama koneksi internet, kamu bisa mencopy ‘Listening Exercise’-nya, mengunakan Real Media atau Window Media. Caranya dengan klik kanan dan ‘Save Link As’. Karena sistemnya mengkopi bukan mendownload, jadi kamu tidak perlu khawatir menunggu terlalu lama.
Website ini juga menyediakan mailing list yang akan mengirimkan pelajaran-pelajaran terbaru ke alamat emailmu. Kamu hanya perlu memasukan alamat email ke kotak yang telah disediakan.
So, happy learning!
Ini tak ubahnya seperti ibu-ibu yang pergi ke supermarket tanpa membawa catatan belanjaan. Ia melihat apapun dan timbul keinginan untuk membeli, entah karena diskon atau hanya lapar mata, sampai akhirnya ia lupa apa yang seharusnya dibeli. Saran saya, setialah pada satu website dan belajarlah dengan tekun.
Ada satu website yang sangat dianjurkan jika kamu ingin meningkatkan kemampuan Listening, alamatnya di www.esl-lab.com yang diasuh oleh Randall Davis.
Ini adalah website yang sangat lengkap. Selain website ini, Randall juga mempunyai website lain yang berkaitan dengan Listening untuk percakapan sehari-hari, website untuk melatih pengucapan, bahkan website yang berisi Listening bahasa ‘slank’, atau bahasa informal. Dijamin kamu tidak akan kehabisan bahan Listening dan tentunya semuanya up to date dan authentic.
Di halaman awal website ini langsung terpampang ‘General Listening Quizzes’ yang berisi percakapan sehari-hari tentang berbagai macam topic seperti menyampaikan pesan melalui telepon, kegiatan di sekolah, kesehatan dan lain sebagainya. Bukan hanya itu, website ini juga mencantumkan 3 level Listening; Easy, Medium dan Difficult.
Kamu tinggal memilih level dan topik yang kamu inginkan dengan mengkliknya. Contohnya, kamu memilih level ‘Easy’ dengan topik ‘Answering Machine’. Seperti terlihat di bawah ini:
Setelah mengkliknya akan terlihat halaman seperti di bawah ini:
Di situ terlihat beberapa bagian:
1. Pre-Listening Exercise
2. Listening Exercise
3. Vocabulary
4. Post Listening
5. Online Investigation
Pre-Listening Exercise berguna untuk memperkenalkan bahan Listening yang akan kamu dengarkan. Di sini kamu akan mengetahui siapa yang berbicara dan berapa lama. Di sebelah kiri website ini juga terpampang idiom tentang topik yang kamu pilih. Dalam percakapan, kamu akan mendengarkan idiom-idiom itu diucapkan. Kamu juga diberikan tip yang berguna yang juga masih berkaitan dengan topik.
Kemudian dilanjutkan dengan Listening Exercise, yaitu Listening itu sendiri. Setelah mendengarkan Listening, kamu diberikan beberapa soal latihan yang berguna untuk menguji pemahamanmu terhadap Listening yang baru saja kamu dengarkan. Kamu tidak perlu khawatir jika masih tidak mendengar jawabannya, karena kamu bisa mengulangnya sesukamu. Jika itu masih tidak berhasil, kamu bisa melihat script-nya dengan mengklik ‘Quiz Script’ yang ada di bawah Listening Exercise. Setelah semua pertanyaan dijawab, kamu bisa mengecek skormu dengan mengklik ‘Final Score’.
Dalam ‘Vocabulary’, kamu diajak mengenal kata-kata inti yang baru didengarkan. Ada beberapa latihan dan game di dalamnya yang akan melatih mengenal kata-kata inti. Dengan mengenal kata-kata inti, kita bisa mengetahui cara menggunakannya dalam percakapan. Dan di ‘Post Listening’ kamu diberikan latihan untuk menggunakanynya dalam percakapan. Latihan ini bisa lakukan sendirian atau bersama teman.
Namun, jika kamu tidak bisa terlalu lama koneksi internet, kamu bisa mencopy ‘Listening Exercise’-nya, mengunakan Real Media atau Window Media. Caranya dengan klik kanan dan ‘Save Link As’. Karena sistemnya mengkopi bukan mendownload, jadi kamu tidak perlu khawatir menunggu terlalu lama.
Website ini juga menyediakan mailing list yang akan mengirimkan pelajaran-pelajaran terbaru ke alamat emailmu. Kamu hanya perlu memasukan alamat email ke kotak yang telah disediakan.
So, happy learning!
Sabtu, 03 Maret 2012
Panduan Belajar Bahasa Inggris
Ini BUKAN buku panduan belajar Bahasa Inggris “langsung cas-cis-cus” dalam satu malam atau dalam satu jam, karena buku sejenis itu bohong.
Inilah panduan yang akan memberikan beberapa cara praktis dalam belajar Bahasa Inggris agar menjadi lebih menyenangkan. Praktis karena buku ini memberikan contoh bagaimana memanfaatkan media-media di sekitar kita seperti ponsel, radio, Koran, film, lagu, televisi atau internet untuk memaksimalkan belajar Bahasa Inggris. Menyenangkan karena Anda serasa tidak belajar Bahasa Inggris —yang sering dikonotasikan sebagai kegiatan yang membosankan, tapi hanya mencoba berada di antaranya. Buku ini juga akan membantu Anda dalam menghadapi kesulitan Bahasa Inggris yang sering dihadapi di sekolah atau kampus dan memberikan tip bagaimana menjawab soal-soal ujian. Lebih dari itu, buku ini memberikan tuntunan untuk belajar Bahasa Inggris seperti si penutur asli, seperti bahasa yang dipraktekkan bukan hanya diteorikan.
Sebagai tambahan, buku ini juga akan memberikan strategi belajar TOEFL yang efektif dan beberapa alamat yang bisa diaplikasi untuk mendapatkan beasiswa ke beberapa Negara berbahasa Inggris. Melalui tip dan panduan dalam buku ini, menjadikan Bahasa Inggris bukan hanya menjadi mudah dipelajari, bahkan dapat meluaskan wawasan dan belajar ke luar negeri.
"Belajar bahasa asing—termasuk bahasa Inggris—tidak sesulit yang kita bayangkan jika tahu formulanya. Buku ini mengungkapkan cara belajar bahasa Inggris dengan teknik yang mudah, praktis, sekaligus efektif."
—Hoeda Manis, penulis produktif
"Kita tidak akan pernah bisa berkomunikasi dalam bahasa asing kalau tidak mau mempraktekannya. Buku ini mengajak "menceburkan diri" ke banyak macam "kolam renang", sampai kemudian kita menyadari bahwa ternyata kita sudah bisa berenang dengan baik."
—Ihsan Muhajirin, pendidik Bahasa Inggris
“Buku ini bukan hanya menjadi bacaan buat Anda yang ingin mempelajari bahasa Inggris, tetapi juga akan memotivasi Anda untuk bisa menguasainya sebagai reading, speaking, dan writing. Nailal Fahmi seakan mengajak Anda berbicara secara langsung.”
–Ali Zaenal, penulis buku Add Me on Facebook