Halaman

Minggu, 04 Januari 2015

Reason #178 to have kids

Anak kecil itu lucu, dan kamu nggak akan pernah tahu lucunya sampai menghadapinya sendiri.

Safa, berumur dua tahun, mengucapkan BAHAYA untuk mengatakan BAHAGIA. Jadi ketika ia bernyanyi Muhammadku-nya Hadad Alwi, saya khawatir nyanyiannya di dengar MUI.

“Siapa yang cinta pada nabinya
Pasti BAHAYA dalam hidupnya”
“Bukan bahaya, dek. Tapi bahagia.” Saya menjelaskan.
“Bahaya.” Jawab dia jelas.
“BA” kata saya.
“BA” kata Safa.
“HA” saya melanjutkan.
“HA” katanya.
“GI”
“GI”
“A”
“A”
“BA-HA-GIA”
“BAHAYA”

Ini mulai terdengar seperti Srimulat. Akhirnya saya mengajarkan kata senang untuk mengganti bahagia.
Safa juga pernah mengganti kata AGUNG menjadi AGUS dalam lagu Pelangi.

“Pelangi-pelangi, alangkah indahmu
Merah-kuning-hijau di langit yang biru
Pelukismu AGUS siapa gerangan…”

Sebenarnya saya nggak terlalu peduli dia ganti kata itu menjadi AGUNG, AGUS, atau SARIMIN. Tapi dia bernyanyi di ruang tunggu dokter yang senyap, dan suaranya terdengan jelas oleh banyak orang.

Di hari yang lain, Safa bernyanyi Paman Datang-nya Tasya dan mengganti kata TERNAK menjadi ANAK.

"Kemarin paman datang…
Pamanku dari desa…
Bercerita paman tentang ANAKNYA
Berkembang biak semua…”

Saya nggak bisa membayangkan kalau kata ANAK berubah makna menjadi TERNAK dan kata TERNAK bermakna ANAK. Jadi kalau ada kawan lama bertemu percakapannya akan seperti ini:

“Woy, Bro. Lama nggak keliatan. Gimana kabarnya? Istri sehat? TERNAK udah berapa sekarang?”
“Alhamdulillah sehat. TERNAK masih dua, satu di JIS, yang besar lagi di Singapore.”
“Oh, sama. TERNAK saya juga lagi sekolah di Singapore.”

Saya membayangkan, Prof. Yohanes Surya berbicara, “Carikan saya TERNAK yang paling bodoh dari Papua, akan saya latih jadi pintar.” Ia memperbaiki kacamatanya, tersenyum, dan melanjutkan, “Jika TERNAK-TERNAK Papua bisa menjadi juara olimpiade matematika, maka semua TERNAK-TERNAK Indonesia yang paling bodoh sekalipun diseluruh nusantara bisa.”

Luar biasa TERNAK-TERNAK Indonesia!

Safa juga suka membuat kata yang mungkin hanya dia sendiri yang memahaminya. “Dedek mau Pimpom.” Suatu hari dia bilang di sela-sela bermain.

“Pimpom itu apa?” Saya penasaran.
“Pimpom itu Makil.” Kata dia. Saya membuka kamus Bahasa Zimbabwe, tapi percuma.
Saya kembali bertanya, “Makil itu apa?”
“Makil itu Baso.” Ah, ini mulai terdengar seperti Bahasa Indonesia.
Tapi saya nggak yakin dan bertanya lagi, “Emang Baso apa?”
“Baso itu Pocong.” Jawabnya yakin.
Saya mulai komat-kamit Merukyah.

Ia juga punya trauma yang berlebihan terhadap semut, juga serangga. Iya, serangga yang hewan kecil itu, bukan yang pergi ke Amerika dan baru ngabarin Cinta setelah 12 tahun. Bukan. Ketakutan yang makin akut itu berawal karena ia pernah digigit semut hitam. Dan dia bisa histeris kalau lihat kecoak, semut, Suju, Big Bang, Shinee. Oh, maksud saya, segala macam serangga. Tipikal cewek banget dia.

"Kecewekan"-nya bahkan sudah mulai kelihatan dari Bahasa yang ia pakai. Jadi suatu hari saya kebagian memandikannya. Setelah ada di dalam kamar mandi, saya mengambil gayung dan siap-siap mengguyur, tapi dia ngomong, “Dedek mandi sendiri aja!”

“Bener mau mandi sendiri?” tanya saya.
“Iya.”
Saya keluar kamar mandi.

Dari dalam kamar mandi dia teriak, “JANGAN DITINGGAAAAALL!”

LAH KATANYA MAU MANDI SENDIRI!!


See? Bahasa Venus banget kan?