Itu adalah perjalanan pertama saya dan keluarga ke Pulau Seribu. Awalnya saya tidak yakin bisa melakukan itu sendiri. Hampir saja rencana liburan ke Pulau Pari batal karena setelah dihitung, buat saya terlalu mahal. Istri saya bertanya retoris, “Is it worth?” Lebih lagi beberapa kawan tidak menyarankan pergi tanpa travel agent.
Jika memakai travel agent, untuk empat orang (saya, istri, Nada dan Safa. Aira karena masih 2 tahun jadi tidak dihitung) per kepala dikenakan Rp. 580.000,- s/d Rp. 560.000,-. Sebenarnya harga itu bisa turun, jika orangnya semakin banyak. Sayang (atau yang belakangan saya syukuri) beberapa kawan yang saya ajak tidak merespon.
Salah satu contoh paket wisata Pulau Pari menggunakan agent |
Adalah postingan Vira di Instagram yang membuat saya akhirnya yakin untuk ke pulau seribu tanpa travel agent. Belakangan Vira juga menulis pengalamannya di sini. Untuk review lain Pulau Pari tanpa Agent juga bisa ke link ini.
Berikut itinerary kami:
Transportasi
Ada beberapa cara menuju Muara Angke/Kali Adem. Kami memilih menggunakan taksi karena paling nyaman dan mudah. Dari rumah jam 5 sampai Muara Angke setengah 7 (sekitar 49 KM). Kalau memakai angkutan umum biayanya akan jauh lebih murah walaupun agak ribet dikit. Commuter Line / kereta api paling awal dari St. Bekasi pukul 5, sampai St. Kota Tua mungkin sekitar jam 7. Dari Kota ke Muara Angke bisa naik Trans Jakarta. Baliknya juga dengan transportasi umum yang sama.
Dari Muara Angke ke Pulau Pari menggunakan perahu Fery tradisional. Loket tiketnya ada di dekat parkiran. Berangkat pukul 8 pagi. Biayanya: dewasa Rp. 47.000,-, balita Rp. 27.000,-
Penginapan
Sebelum berangkat, saya menjelajah Pulau Pari menggunakan Google Street View. Dari sana saya tahu lokasi homestay yang paling dekat dengan pantai dan pemandangan bagus; Pari Solata Seaview Homestay.
Luas Pulau Pari dari ujung ke ujung hanya 2,5 KM
|
Bu Ludi adalah pemilik penginapan. |
Pemandangan dari jendela penginapan |
Pantai
Ada 2 pantai yang paling bagus, Pantai Bintang dan Pantai Pasir Perawan.
Gitar di pangkuan, biru di pandangan |
Pantai Bintang, banyak bintang laut. Jangan diangkat dari dalam air, kasihan bisa mati atau stress. |
Sunset di Pantai Pasir Perawan |
Makanan
Jenis makanan cukup beragam. Kami mencoba sea food. Harga makanan sama seperti harga di Jakarta, reasonable. Ikannya segar, tapi nasinya agak keras.
Harga
Alat-alat snorkeling, memancing, sewa sepeda dan lain-lain juga reasonable.
Waktu
Seluruh penjelasan waktu dan lain-lain yang dijelaskan adalah pada weekdays bukan weekends. Kemungkinan ada perubahan jika perjalanan dilakukan pada akhir pekan atau Sabtu-Minggu. Pemilihan waktu ini sangat menentukan kenyamanan. Weekdays cenderung sepi dan lebih murah.
Persiapan Jika Bawa Anak Kecil
Salah satu alasan kami memilih Pulau Pari adalah karena jarak. Alasan logis karena kami membawa anak-anak bahkan balita yang belum pernah naik perahu.
Vira, yang bawa 4 anak, bahkan salah satunya masih usia 7 bulan, yang baru pertama kali ke Pulau Seribu, melakukan hal yang menurut saya lebih gila. Ia memilih pulau saat di depan loket karcis. Waktu ditanya penjual tiket kemana tujuannya, ia menyebut asal, “Pulau Tidung.”
Saya sempet tanya, “Apa yang buat lu yakin anak-anak akan baik-baik aja?”
“Iya gua yakin aja karena gua yakin 🤪🤣. Based on genetic. Emak bapaknya tangguh, jadi gua yakin anaknya juga, hahaha.”
Vira cerita tentang beberapa masalah yang pernah terjadi waktu mereka sekeluarga traveling. “Kalo ada masalah biasanya gimana? Atau yang buat jadi masalah itu sebenernya apa?” saya bertanya.
“Nikmatin. Dibawa fun aja. Yang buat jadi masalah kayaknya mental. Hidup ini panjang, beberapa jam doang gak ada apa-apanya.”
Ya, persiapan yang paling penting bawa anak-anak traveling adalah mental. Bersiap untuk hal yang paling buruk, kekompakan kedua orangtua, serta yang paling utama, menikmati dan berbahagia terhadap hal-hal yang terjadi, sesederhana apapun. Mungkin saja hal-hal yang sederhana itu yang akan diingat sepanjang hidup oleh anak-anak. Kenangan yang akan paling diingat anak-anak adalah kenangan yang bahagia, ingatan dimana orang tua mereka juga bahagia dalam kenangan itu. Jadi meletakan perasaan pada sebuah peristiwa itu penting, karena itu yang membuat ia tertanam dalam.
Sampai sekarang saya masih ingat peristiwa sederhana berjalan di samping bapak (Allah yarham) sewaktu kecil, padahal peristiwa itu sudah puluhan tahun berlalu. Perasaan tenang, aman, terlindungi, seperti terus merambati jiwa ketika mengingat itu, tapi saya lupa dimana, kapan, usia berapa itu terjadi. Ingatan akan hal itu redup seperti api pada pelita yang kehabisan minyak, namun perasaan di dalamnya masih bisa saya rasakan sampai sekarang, begitu cerah seperti terang pagi. Atau seperti mimpi indah yang terus menempel padamu setelah bangun.
Dalam perjalanan pulang, Nada memandang ombak dan horizon dari jendela perahu. Matanya tidak berkedip, angin laut meniup sebagian rambut yang yang tertutup topi. Ia tidak bergerak, terpana menatap biru di luar jendela sampai beberapa waktu seperti tersihir. Mungkin kenangan tentang laut biru yang misterius itu akan ia ingat sepanjang hidup.
Mungkin ingatan tentang laut itu akan terlupa, tapi dalam beberapa tahun kedepan hati saya masih akan dipenuhi perasaan hangat ketika melihat foto-foto tersebut. Salah satunya foto sunrise di depan penginapan. Matahari masih rendah di langit pagi, mengukir siluet emas anak-anak yang sedang mencari kerang. Sinar lembut itu terperangkap di topi kecil dan rambut, suara tawa mereka bercampur dengan angin dan ombak.
Waktu tidak pernah mundur ke belakang. Hari ini akan berakhir bahkan sebelum kita sadari. Seperti keindahan matahari senja yang hanya sekejap, begitu juga masa kanak-kanak.
|