Selasa, 16 Agustus 2016

Tidak Ada yang Benar-benar Siap Menghadapi Kematian yang Tiba-tiba

“Kok hapeku nggak ada ya? Kamu liat gak?” tanya saya ke istri.

“Nggak.” Kata istri saya yang sedang mencuci pakaian.

Saya sadar hape tidak ada di tempat biasa saya letakan ketika mau pergi beli sayur. Biasanya saya mencatat apa yang mau dibeli di note hape. Setelah mencari di beberapa tempat lain dan nihil, akhirnya saya pergi ke tukang sayur tanpa hape.

Pulang dari tukang sayur, saya tidur. Antara setengah tertidur dan terjaga, terdengar suara dari arah dapur.

“BAANGG! YA AMPUN, BANG! ASTAGFIRULAH HALADZIM! HAPE ABANG KECUCI!”

Saya lompat dari atas kasur dan mendapati istri saya memegang hape yang basah.

“Maaf ya, Bang.” Kata istri saya.

Tanpa melepas pandangan dari almarhum hape, saya mengambilnya. Saya menerawang kejadian sebelumnya. Pagi itu, setelah sampai rumah, saya mencopot celana jeans dan meletakannya di samping mesin cuci. Beberapa menit kemudian istri saya mencucinya bersama pakaian-pakaian lain, tanpa sadar bahwa hape saya, yang masih ada di kantong celana, ikut tergiling.

Nokia 300 adalah hape yang terakhir kali dipakai almarhum bapak, dan sekarang saya pakai beserta nomor telpon dan segala isinya. Di dalamnya masih ada kontak kawan-kawan bapak, beberapa SMS, panggilan telpon keluar dan masuk juga foto-foto. Kata orang, hape adalah bagian dari diri manusia masa kini. Saya tidak mau terdengar terlalu melankolis tentang benda ini, tapi memang inilah benda yang terakhir kali dipegang almarhum bapak sebelum meninggal.

Pagi itu, bapak bangun dengan kepala berat, sambil tiduran dia menelpon atasannya minta izin tidak masuk kerja. Setelah menelpon, bapak tidak sadarkan diri, bahkan hape masih tertempel di kupingnya. Sampai akhirnya beliau meninggal di dalam kendaraan menuju rumah sakit.

Tidak ada yang lebih mengagetkan daripada kematian yang tiba-tiba. Sheila on 7 bilang, “kau takkan pernah tahu apa yang kau miliki hingga nanti kau kehilangan.” Hukum itu berlaku bagi siapa saja, tidak peduli mengerti ataupun tidak. Berengsek benar memang.

Setelah saya preteli, keringkan dengan handuk dan hair dryer, hape itu saya kubur dalam beras. Hari ini sudah terhitung lima hari, tapi saya belum berani menghidupkan kembali. Memang ada kemungkinan hape itu masih bisa nyala, tapi ada kemungkinan juga tidak. Untuk kemungkinan yang terakhir, saya merasa belum siap. Karena bagaimanapun, tidak ada yang benar-benar siap menghadapi kematian yang tiba-tiba.