Sabtu, 27 April 2024

kamu kopi dan aku pahit hitamu

dalam namamu ada kopi
dalam matamu ada senja
dalam sarungmu ada celana
dalam wajahmu ada Jogja

kopi terbaik itu kini telah jadi ampas
menyisakan pahit yang
tak hilang ditelan malam

meninggalkan negara yang lugu
meninggalkan bahasa Indonesia
yang riang dan lucu

cangkir-cangkir bertubrukan,
"Sampai pecah berkeping,
aku masih mau racun rindu,"

"Tidak usah cengeng!
Hari ini abadi
dan kedai kopi 
buka sampai pagi!"



2024

Minggu, 21 April 2024

Sinar yang Jatuh di atas Sebuah Rumah

Sudah dua kali Mualim Sarim datang ke rumah itu. Kali ini ia berharap bisa bertemu seseorang yang mungkin bisa menjadi petunjuk dari mimpinya. Namun sayang, kali itu lagi-lagi ia tidak bertemu orang yang ia inginkan.

Haji Sadeli, kakek yang tinggal di rumah itu tahu bahwa Mualim sedang mencari cucunya yang saat ini sedang menuntut ilmu di pesantren.

Ketika liburan sekolah tiba, sang cucu pulang ke rumah. Sang kakek menyarankan cucunya untuk mengunjungi Mualim, "Kakek merasa tidak enak, sudah dua kali orang tua itu ke rumah untuk mencarimu,"

Sang cucu pergi ke rumah Mualim, dan menunggu giliran karena tamu yang datang seperti tidak ada hentinya. Setelah tiba giliran, Mualim bertanya, "Ente siapa?"

"Saya Fakrudin, Guru."

Wajar Mualim bertanya, karena mereka memang belum pernah bertemu sebelumnya. Melihat Mualim tidak bereaksi dan seperti bingung, Fakhrudin melanjutkan, "Saya Fakhrudin dari Kampung Srengseng, cucunya Haji Sadeli,"

"Ooh, Masya Allah, ente Fakhrudin! Sini sini!" Air muka Mualim berubah senang, ia mengajak anak muda itu naik untuk duduk di bale tempat ia duduk. Tidak lama kemudian Mualim memberikan sebuah kitab Mantiq (Ilmu Logika) karya Syeikh Muhammad Muhajirin, "Coba ente baca dan terjemahin!"

Fakhrudin menuruti permintaan Mualim, ia membaca kitab arab gundul itu dengan mantap dan lancar, sambil tidak henti Mualim mengucap syukur kepada Allah, Alhamdulilah, Alhamdulilah.

Fakrudin pulang ke rumah dengan perasaan heran, mengapa sang pemuka agama, tokoh masyarakat terkemuka yang sering dikunjungi banyak orang itu malah ingin bertemu dengannya. Ia bertanya kepada Kakek yang kemudian bercerita, "Mualim pernah mengalami pengelihatan bahwa ada cahaya terang yang bersumber dari tempat Kiyai Muhajirin yang turun ke rumah kita. Ia bertanya dan kakek menjelaskan kalau memang kamu sedang menuntut ilmu di pesantren Kiyai Jirin."

Subhanallah, ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah diberikan kepada orang yang Ia kehendaki. Belasan tahun kemudian, anak muda itu mendirikan pesantren yang saat ini berkembang makin pesat. Ia adalah salah satu guru terbaik yang pernah saya kenal. Saya bersyukur mengenalnya sampai sekarang. Semoga Allah memanjangkan umur beliau dan kami para muridnya mendapat kemanfaatan yang banyak. Mattaanallahu fi tuli hayatihi.