Rabu, 30 Desember 2020

Langit

Aku menggunting langit dengan kamera. Di bawahnya mengalir sungai Piedra, memantulkan sinar mentari muda. 

“Seberapa penting selembar gambar yang tidak simetris ini bagi keabadian?” kamu bertanya disela beribadah di depan layar. Wajahmu rembulan bersinar memantulkan cahaya dari kotak terang, kolam dunia niskala yang membelenggu perasaan. 

“Apakah kenangan yang melekat pada guratan warnanya juga akan menempel sampai seribu tahun?” aku menjawab pertanyaan dengan pertanyaan. 

Kamu meletakan sepotong langit malam di mading pinggir jalan; dengan ribuan lampu-lampu seperti bebintang, awan gemawan, bukit, gunung, danau di kejauhan, hutan, pepohonan, juga bunga dan ilalang. 

Tiap orang yang lewat memperhatikan. Sketsa maya yang berisi jutaan titik kecil yang berwarna-warna. 

Tiap orang ingin ke bukit tujuan. Melihat mayapada berselimut halimun pada ketinggian. Entah sampai, atau mati di persimpangan. 

Tiap orang punya perjalanan. Dunia dimana mereka menggunting hal-hal penting yang dipakai untuk membungkus kehidupan. 

Dalam mendung dingin perjalanan yang membuat takut, aku ingin berharap dan kagum bersamamu. 

Kamu selapis angkasa, cakrawala jingga yang nyata. Terbentang jauh memenuhi ufuk, memberi arti pada lanskap. Biarkan aku tengadah sebentar, memandang bahagia yang terkadang pudar. 

Saat ini adalah selama-lamanya, sampai malam menelanmu dan lampu-lampu kota menjadi menawan. 

Sinar mentari muda menyapa. Aku menyiapkan mata sebagai kamera. Ada lubang kotak terbuka di awang, dan aku tahu, mata kita beradu di atas sana. 

2020