Kamis, 30 September 2021

Adab Murid Kepada Guru

Dalam kitab Ta’lim Muta’allim, ketika mushonif Imam Burhanuddin az-Zarnuji menjelaskan tentang adab murid kepada guru, beliau menulis sebuah ibroh:
 
Termasuk arti menghormati guru pula yaitu menghormati anak dan semua orang yang bersangkut paut dengannya. Guru kita Syaikhul Islam Burhanuiddin Shahibul Hidayah rahimahullah pernah bercerita bahwa ada seorang imam besar di Bochara, pada suatu ketika sedang duduk di tengah majlis belajar. Ia sering berdiri lalu duduk kembali. Setelah ditanya kenapa demikian, ia menjawab: ada seorang putra guruku yang sedang main-main di halaman rumah dengan teman-temannya, dan kadang-kadang ia datang ke pintu masjid, dan ketika aku melihatnya akupun berdiri demi menghormati guruku.

Uang Adem

Istri saya memberikan uang kepada Safa untuk membayar sesuatu di warung tetangga. Karena siang itu panas terik, Safa protes, "Gak mau ibu. Panas!"
 
"Ya udh pake sunblock, pake payung," ibu menyarankan.

"Gak mau ah, ribed,"

"Ya udh dianterin bapak naik motor,"

"Gak mau,"

Ibu pasrah, "Ya udah taro uangnya di atas kulkas. Tunggu adem."
 
Beberapa menit kemudian, saya membuka kulkas dan kaget karena ada uang di dalam kulkas. Itu jumlah uang yang sama dengan yang diberikan istri saya ke Safa.

"Ini siapa yang naro uang di kulkas?" Tanya saya ke semua orang di ruang tengah.

"Aku." Safa menjawab pede, "Tadi disuruh ibu."

Saya berusaha sekuat tenaga menahan tawa tapi gagal. Begitu juga yang lain. Tentu kecuali Safa dan Aira.


Minggu, 26 September 2021

Rapijali; Sebagus Perahu Kertas?

Ekspektasi yang terlalu tinggi bisa sepenuhnya menjadi alasan atas kekecewaan yang akan saya tulis pada review ini. Jika bukan karena Dee, Rapijali sudah saya tinggalkan pada bab ke 3.
 
Bab pertama dibuka canggung dengan janji akan konflik besar yang sayang tidak terbayar sampai akhir novel pertama, bahkan akhir novel ke dua. Alih-alih memberikan kepuasan setelah menutup halaman akhir, Rapijali meninggalkan pembaca dalam tanda tanya besar yang menyakitkan, semacam anak yang menanti janji ayah yang tidak pernah terlaksana.
 
Jika merupakan stategi yang akan diungkap pada buku ke 3, maka itu menjadi stategi bunuh diri. Saya khawatir Rapijali 3 akan bernasib seperti Maryamah Karpov - Andrea Hirata yang hadir hanya demi memenuhi penasaran dan kesenangan fanbase namun berakhir mengecewakan pembaca yang lebih serius.

Awalnya, ketika tahu cerita ini berdasar premis usang tentang Ping, seorang gadis prodigy musik yang berada di persimpangan jalan dalam meraih cita-cita, saya sama sekali tidak khawatir. Pengalaman Dee bisa membuat tema yang biasa saja menjadi menarik dalam sentuhan plot, setting dan dialog yang memikat. Saya tidak pernah meragukan kemampuannya dalam mengolah hal itu, namun sayang saya tidak menemukan itu paling tidak sampai paruh akhir novel pertama.

Di paruh awal, alur, adegan dan dialog tidak sepadat Perahu Kertas. Ini tentu pembanding yang sejajar daripada saya membandingkan dengan novellete Madre atau Filosofi Kopi. Saya seperti kehilangan magis dalam tulisan Dee karena ia menyajikan adegan yang boros, hambar dan tidak perlu. Tulisannya menjadi kering dengan beberapa karakter artifisial yang tidak dieksplorasi dengan baik, yang membunyikan dialog mandek dan kaku.

Mulai pada setengah akhir novel pertama dalam bab Juru Selamat, secara perlahan rangkaian kejanggalan adegan anak-anak remaja ala FTV yang memang sengaja dirancang, terbayar lunas. Walaupun setelah itu, kembali cerita menjadi minim elemen kejut dan sangat predictable. Baru pada pertengahan akhir buku ke dua saya merasa nyaman dengan para titular karakter. Karakter-karakter utama menjadi semakin believable dan hidup. Di sana kekuatan tulisan Dee seperti kembali, dengan gaya narasi serta elaborasi yang semakin padu. Memilih kosakata dan metafora untuk menggambarkan pendengaran lewat tulisan sungguh bukan perkara sederhana, bahkan mungkin lebih sulit dari deskripsi wewangian dalam Aroma Karsa. Di beberapa adegan ketika lagu-lagu dimainkan, saya membayangkan ini menjadi seperti lagu-lagu dalam Rectoverso yang bisa dinikmati di dunia nyata. Humor dan dialog yang merupakan keahlian Dee pada bagian ke dua ini juga semakin mengalir dan autentik, walaupun pada beberapa adegan masih terasa janggal dan terlalu dipaksakan.
 
Hal yang juga patut dipuji dalam karya ini adalah keberanian Dee untuk menggarap ceruk yang jarang dilirik oleh penulis populer Indonesia sebelumnya. Memasukan unsur politis pemilihan gubernur DKI Jakarta merupakan pertaruhan yang sangat beresiko. Walaupun tidak terlalu berhasil untuk memberi bekas yang mendalam, namun usaha melalui survey dan riset yang memadai itu patut diapresiasi.
 
Rapijali memang akan sangat relevan dan mudah dinikmati oleh remaja. Menulis dunia musik dan panggung yang akrab ia geluti, dengan perlahan tapi pasti Dee mampu membawa tulisannya di buku ke 2 menjadi semakin menemukan ruang yang dengan apik dirajut secara emosional, dramatis dan kompleks. Dengan konflik percintaan yang pasti mudah mengait secara personal dengan pembaca remaja. Patah hati yang pilu, cinta diam-diam yang manis, pergulatan atas penghalang cinta seperti agama, strata sosial dan ekonomi, juga jarak yang sangat relevan dengan siapapun.
 
Kesalahan yang tidak bisa dipungkiri adalah Rapijali terlalu ringan bahkan cenderung bertele-tele dengan konflik yang terlalu melebar. Jika dibuat lebih rapat dan ketat seperti Perahu Kertas, ini akan menjadi karya yang jauh lebih sempurna. Tereksplorasi dengan baik seperti Supernova, meninggalkan ina-inu penulisan yang tidak penting, dengan dialog yang lebih selektif yang pada akhirnya membawa pembaca pada keakraban intens. Saya percaya, jika ditulis dalam versi yang lebih ringkas, Rapijali akan semakin rapih.



Senin, 20 September 2021

Kebenaran Absolut

Ketika menjelaskan QS 95:1-3, Habib Quraish menulis, “… kesemua ajaran agama tersebut bersumber dari satu sumber, prinsip-prinsip ajarannya sama. Hanya saja, disayangkan bahwa akibat berlalunya masa yang berkepanjangan dari kehadirannya dan masa kita kini akibat dari kelalaian atau campur tangan manusia, maka sedikit atau banyak telah terjadi penambahan, pengurangan atau bahkan penyimpangan dari ajaran asli yang dibawa oleh para Nabi itu.”

Itu tentu klaim yang bisa diuji dan diverifikasi baik oleh ilmuan atau sejarawan. Saya teringat penjelasan Gus Baha dalam sebuah pengajian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah adalah kebenaran mutlak, “Akal pasti dipaksa untuk menerima kebenaran. Kebenaran itu milik siapa saja dan akan mudah dipahami.”

“Nabi bersabda, “Man qaala la ilaha illa allah dakholal jannah, wa in zaana wa in saraqa.”, maksudnya Nabi ingin mengatakan bahwa Allah itu Tuhan adalah kebenaran yang sejati, sehingga siapapun yang mengatakannya itu sah. Absolutisme kebenaran itu tidak terganggu oleh kesalehan atau kefasikan. Karena itu kebenaran absolut, maka semua akan ngomong seperti itu.”
 
“Saya berkali-kali mencontohkan, rektor Al Azhar akan bilang 1+1=2, lonte ya akan bilang 2, koruptor, KPK ya akan bilang 2. Kebenaran akan selalu benar, siapapun yang mengatakannya.”

Menutup penjelasannya, Habib Quraish menulis, “Al-Quran berpesan kepada Nabi Muhammad saw. agar menyampaikan kepada penganut agama lain: Katakanlah Muhammad, "Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua kemudian Dia akan memberi keputusan antara kita dengan benar dan Dialah Maha Pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui." Maha-benar Allah Tuhan Yang Mahaesa.”

Wallahu ‘alam.