Perkenalkan, saya abang kelas kalian: Nailal Fahmi. Biasa dipanggil Nailal, atau Fahmi, atau kadang, “Bang, numpang WiFi, Bang!”.
Lulusan Annida tahun 2003, waktu gak ada satupun siswa yang punya hape. Dan kalau kalian pernah liat foto zaman dulu dan mikir, “Kok orang dulu bisa hidup tanpa kamera depan ya?”
Ya, kita emang sekuat itu.
Beberapa waktu lalu, Bang Fachri, Operator Sekolah multi talenta yang bisa ngerjain segala hal itu, tiba-tiba ngontak saya buat ngisi materi di acara Hari Buku Nasional. Saya seneng banget! Tapi apalah daya, abang kalian ini lagi kayak notifikasi yang gak bisa dibuka—ada, tapi gak bisa hadir. Jadi izinkan saya titipkan pikiran dalam bentuk tulisan ini. Baca pelan-pelan ya, ini bukan caption IG, bukan juga twitwar.
Meski abang gak bisa hadir secara fisik, semoga materi ini bisa bikin adik-adik semua makin cinta baca buku. Soalnya, Kiyai Fakhrudin pernah bilang, ”Thoriqoh-nya Syaikhuna, Kiyai Jirin, itu ya ngaji dan nulis.”
Artinya, buat anak-anak Annida, membaca dan menulis bukan ritual akademik, tapi spiritual. Ini cara kita nyambung ke guru, bukan sekadar ngejar nilai. Ini jalan sunyi untuk meng-upgrade karakter dan spiritualitas.
Tapi mari jujur.
Bang Fachri cerita kalau data dari Survei Lingkungan Belajar (Sulingjar) nunjukin bahwa literasi siswa MTs Annida lagi ngedrop tipis-tipis. Ibarat sinyal 4G, ada tulisannya, tapi lemotnya ampun. Tapi ini bukan kiamat. Ini titik tolak. Bukti bahwa sekolah kita peduli, dan kalian semua punya peluang bangkit.
Materi yang abang tulis ini adalah satu bentuk kesadaran bahwa Annida sangat peduli terhadap literasi siswa. Meningkatkan pemahaman terhadap literasi, terhadap buku bacaan, juga terhadap bahasa.
Literasi itu bukan cuma tentang bisa ngeja, tapi bisa menangkap makna. Bisa bedain mana opini, mana fakta. Mana kata-kata, mana manipulasi. Bisa nangkep maksud, bukan cuma makna literal.
Banyak orang bisa baca, tapi belum tentu bisa paham. Bisa ngelihat huruf, tapi otaknya loading terus. Kayak liat chat gebetan yang isinya “hehe”, dan langsung overthinking tiga hari tiga malam.
Jadi, apa sih tujuan abang nulis materi ini?
Simple aja, abang pengen kalian megang dua skill penting yang bakal bikin kalian gak kaget pas ketemu soal-soal yang mengetes kemampuan literasi atau kemampuan kognitif.
- Analogi (Qiyas)
- Penalaran Logis (Mantiq)
Karena Qiyas ngajarin kita nyambungin konsep, cara pikir perbandingan. Dan Mantiq ngajarin kita mikir lurus, bikin kesimpulan yang sahih. Dua-duanya ibarat alat survival di hutan literasi digital.
Kenapa cuma dua ini?
Karena abang gak akan sempat ngajarin semuanya, dan otak kalian udah penuh sama tugas, reels, dan drama kehidupan remaja. Tapi dua hal ini, percaya deh, punya akar kuat banget sama dunia kalian sebagai murid MTs Annida.
Kita tuh gak asing sama Qiyas. Itu diajari waktu ngaji Ushul Fiqh. Itu lho, cara nyari hukum lewat perbandingan. Qiyas itu bukan cuma cara nyari hukum. Itu cara berpikir. Cara nyambungin satu hal ke hal lain. Kayak pas kita belajar: “Khamr haram karena memabukkan. Maka segala yang memabukkan itu haram.”
Dan di soal literasi, analogi itu ya... Qiyas versi non-fikih. Kita nyambungin konsep satu ke yang lain, bukan buat ngeluarin hukum, tapi buat nangkep makna. Nah, soal analogi di soal bacaan itu kayak Qiyas versi sekuler. Tapi tetap pakai otak dan logika yang sama. Bedanya, bukan buat nyari halal-haram, tapi nyari jawaban A, B, C, atau D. Gak ada kitab, tapi tetap butuh ijtihad.
Lalu, Mantiq.
Ah, si Mantiq ini kadang dipandang sebelah mata. Padahal tanpa dia, banyak yang nyasar dalam berpikir. Abang inget dulu, waktu belajar Qawaid Mantiqiyah, ada satu pernyataan yang bikin kita garuk-garuk kepala: “Ta’arudh al-Muqaddimat wa fasad al-Tarakkub.”, bahwa cacat logis dalam suatu argumen dikarenakan adanya kontradiksi antara premis-premisnya, bisa menyebabkan argumen tersebut tidak sah atau tidak valid.
Mantiq atau Ilmu Logika yang kadang dianggap “berat” itu sebenernya alat yang sangat berguna. Alat buat mikir jernih. Biar gak gampang kecele. Biar otak kalian gak kayak motor mogok: banyak suara, tapi gak jalan.
Jadi simpelnya, kenapa dua ini yang abang pilih adalah karena: Qiyas ngajarin kalian berpikir dengan pola. Sementara Mantiq ngajarin kalian berpikir dengan logika.
Waktunya terbatas, otak kalian mahal, jadi abang kasih dua yang paling esensial. Yang bisa dipake di kelas, di ujian, bahkan di kehidupan.
Supaya kalian…
Skill Pertama: Analogi (Qiyas)
Apa itu Analogi/Qiyas?
Analogi itu seni menemukan hubungan. Jadi Qiyas atau analogy itu bukan cuma buat fiqih. Ini cara kerja otak yang nyambungin pola. Kayak sendok dan makanan, pena dan tulisan. Alat dan fungsi.
Contoh: Ikan : Air = Manusia : …?
Jawaban: Udara
Karena manusia butuh udara seperti ikan butuh air. Simple. Tapi logis.
Nah, di soal analogi, kita disuruh cari dua kata yang hubungannya mirip dengan dua kata lainnya. Intinya: “Kalau A berhubungan dengan B, maka C berhubungan dengan apa?”
Tips Biar Gak Salah:
Kita tuh gak asing sama Qiyas. Itu diajari waktu ngaji Ushul Fiqh. Itu lho, cara nyari hukum lewat perbandingan. Qiyas itu bukan cuma cara nyari hukum. Itu cara berpikir. Cara nyambungin satu hal ke hal lain. Kayak pas kita belajar: “Khamr haram karena memabukkan. Maka segala yang memabukkan itu haram.”
Dan di soal literasi, analogi itu ya... Qiyas versi non-fikih. Kita nyambungin konsep satu ke yang lain, bukan buat ngeluarin hukum, tapi buat nangkep makna. Nah, soal analogi di soal bacaan itu kayak Qiyas versi sekuler. Tapi tetap pakai otak dan logika yang sama. Bedanya, bukan buat nyari halal-haram, tapi nyari jawaban A, B, C, atau D. Gak ada kitab, tapi tetap butuh ijtihad.
Lalu, Mantiq.
Ah, si Mantiq ini kadang dipandang sebelah mata. Padahal tanpa dia, banyak yang nyasar dalam berpikir. Abang inget dulu, waktu belajar Qawaid Mantiqiyah, ada satu pernyataan yang bikin kita garuk-garuk kepala: “Ta’arudh al-Muqaddimat wa fasad al-Tarakkub.”, bahwa cacat logis dalam suatu argumen dikarenakan adanya kontradiksi antara premis-premisnya, bisa menyebabkan argumen tersebut tidak sah atau tidak valid.
Mantiq atau Ilmu Logika yang kadang dianggap “berat” itu sebenernya alat yang sangat berguna. Alat buat mikir jernih. Biar gak gampang kecele. Biar otak kalian gak kayak motor mogok: banyak suara, tapi gak jalan.
Jadi simpelnya, kenapa dua ini yang abang pilih adalah karena: Qiyas ngajarin kalian berpikir dengan pola. Sementara Mantiq ngajarin kalian berpikir dengan logika.
Waktunya terbatas, otak kalian mahal, jadi abang kasih dua yang paling esensial. Yang bisa dipake di kelas, di ujian, bahkan di kehidupan.
Supaya kalian…
- Gak bengong waktu lihat soal bacaan di ujian
- Bisa bedain antara “bisa baca” dan “bisa ngerti”
- Naik level dari sekadar “ngebaca kata” ke “nangkep makna”
- Biar rapor Sulingjar sekolah naik dan Bang Fachri bisa tidur lebih nyenyak
Skill Pertama: Analogi (Qiyas)
Apa itu Analogi/Qiyas?
Analogi itu seni menemukan hubungan. Jadi Qiyas atau analogy itu bukan cuma buat fiqih. Ini cara kerja otak yang nyambungin pola. Kayak sendok dan makanan, pena dan tulisan. Alat dan fungsi.
Contoh: Ikan : Air = Manusia : …?
Jawaban: Udara
Karena manusia butuh udara seperti ikan butuh air. Simple. Tapi logis.
Nah, di soal analogi, kita disuruh cari dua kata yang hubungannya mirip dengan dua kata lainnya. Intinya: “Kalau A berhubungan dengan B, maka C berhubungan dengan apa?”
Tips Biar Gak Salah:
- Lihat dua kata pertama. Apa hubungannya?
- Buat kalimat. Misal: “Pisau digunakan untuk ___.”
- Cocokin hubungan itu dengan pilihan jawaban.
- Singkirin jawaban yang ngaco. Jangan sampai kejebak pilihan jebakan betmen!
Gigi : Ompong = Pakaian : …
A. Telanjang
B. Celana
C. Badan
D. Penjahit
E. Malu
✅ Jawaban: A
Kalau gak punya gigi = ompong.
Kalau gak punya pakaian = telanjang (jangan dicoba di jalan pulang sekolah, ya!)
A. Telanjang
B. Celana
C. Badan
D. Penjahit
E. Malu
✅ Jawaban: A
Kalau gak punya gigi = ompong.
Kalau gak punya pakaian = telanjang (jangan dicoba di jalan pulang sekolah, ya!)
Retina : Mata = Pori-pori : …
A. Lubang
B. Bulu
C. Udara
D. Keringat
E. Kulit
✅ Jawaban: E
Retina itu bagian dari mata.
Pori-pori itu bagian dari kulit.
Skill Kedua: Penalaran Logis (Logika/Mantiq)
Apa Itu Penalaran Logis?
Ini kemampuan buat narik kesimpulan dari pernyataan, atau kemampuan buat narik kesimpulan (Natijah/Conclusion) sah dari dua premis (Mukodimah Sugro dan Mukodimah Kubro).
Ini bukan soal perasaan. Ini soal logika! Kalian dikasih beberapa pernyataan. Lalu disuruh narik kesimpulan yang paling masuk akal.
Contoh:
Semua siswa suka bakso.
Si Zaid adalah siswa.
Kesimpulan?
B. Bulu
C. Udara
D. Keringat
E. Kulit
✅ Jawaban: E
Retina itu bagian dari mata.
Pori-pori itu bagian dari kulit.
Skill Kedua: Penalaran Logis (Logika/Mantiq)
Apa Itu Penalaran Logis?
Ini kemampuan buat narik kesimpulan dari pernyataan, atau kemampuan buat narik kesimpulan (Natijah/Conclusion) sah dari dua premis (Mukodimah Sugro dan Mukodimah Kubro).
Ini bukan soal perasaan. Ini soal logika! Kalian dikasih beberapa pernyataan. Lalu disuruh narik kesimpulan yang paling masuk akal.
Contoh:
Semua siswa suka bakso.
Si Zaid adalah siswa.
Kesimpulan?
Si Zaid suka bakso.
Gak perlu feeling. Gak perlu tebak-tebakan. Ini logika, bukan horoskop.
Contoh lagi:
Semua kucing suka ikan.
Si Buntel adalah kucing.
Kesimpulan logis?
Si Buntel suka ikan.
Kalau kamu jawab: “Si Buntel suka rebahan sambil maen hape sampe jam 2 pagi” itu bukan logika, itu pengalaman pribadi 😅
Tips Mengerjakan:
- Pahami isi tiap pernyataan. Baca pernyataan dengan hati yang tenang
- Jangan ngarang! Semua kesimpulan harus sesuai isi teks. Hanya gunakan informasi yang diberikan
- Hati-hati sama jawaban yang “hampir benar tapi bukan.”
- Jangan bawa perasaan, bawa logika
- Hindari asumsi “kayaknya” atau “feeling gue sih…”
Tidak ada aktivis kampus yang lulus cepat.
Beberapa mahasiswi bukanlah aktivis kampus.
Berdasarkan dua pernyataan di atas, kesimpulan yang paling benar adalah …
A. Beberapa aktivis kampus tidak bisa lulus cepat.
B. Beberapa mahasiswi bisa lulus cepat.
C. Tidak ada mahasiswi yang lulus cepat.
D. Beberapa aktivis kampus bukan mahasiswi.
E. Tidak ada mahasiswi aktivis kampus yang lulus cepat.
Pembahasan Pilihan Jawaban:
A. Salah.
Ini hanya mengulang sebagian dari pernyataan pertama, tapi nggak menghubungkan dengan pernyataan kedua. Soal minta kita menghubungkan dua informasi.
B. Salah.
Ini kesimpulan di luar konteks. Pernyataan tadi bilang beberapa mahasiswi bukan aktivis, tapi nggak ada info apa-apa soal apakah mereka lulus cepat atau tidak.
C. Salah.
Lagi-lagi, ini asumsi sendiri, karena soal tidak menyebut semua mahasiswi dan tidak menyebut soal kelulusan mereka.
D. Salah.
Ini juga nggak ada hubungan langsung dari kedua pernyataan. Kita nggak tahu dari mana asal info ini.
E. Benar!
Kita tahu bahwa:
- Semua aktivis kampus tidak lulus cepat (pernyataan pertama).
- Beberapa mahasiswi bukan aktivis kampus → berarti ada sisanya yang aktivis kampus.
- Nah, yang jadi aktivis kampus (mahasiswi atau mahasiswa), otomatis tidak lulus cepat.
Kesimpulan:
Untuk soal logika kayak gini, kita harus nyambungin dua pernyataan, kayak kabel charger. Kalau cuma satu ujung yang dicolok tapi yang satu nggak, HP-nya gak akan ngisi. 😆
Pesan Terakhir dari Abang
- Baca dan nulis bukan cuma buat dapet nilai. Ini buat paham hidup. Buat ngerti dunia. Buat bisa nulis caption yang gak cringe.
- Membaca adalah cara kita ngobrol sama orang yang udah wafat. Sementara menulis adalah cara kita bicara pada generasi yang belum lahir.
- Kalau kalian baca buku, kalian minum dari mata air ilmu. Kalau kalian nulis, kalian ninggalin jejak.
- Membaca itu ibadah, bagian dari thoriqoh Kiyai kita. Kayak Syaikhuna, yang tulisan-tulisannya masih jadi pelita sampai sekarang.
- Mulai dari 15 menit baca per hari
- Gak harus buku berat, mulai dari bacaan ringan: komik, artikel, bahkan thread TikTok yang isinya beneran ilmu
- Sering diskusiin isi bacaan bareng temen
- Tulis apa yang kalian pahami, bukan apa yang kalian hafal
- Otak makin encer
- Ujian makin lancar
- Nilai Sulingjar sekolah naik!
- Bang Fachri bisa mikirin kerjaan lain yang masih banyak
* Materi ini ditulis untuk memperingati Hari Buku Nasional, 15 Mei 2025 di MTs Annida Al Islamy Bekasi