Kemarin gue dan istri nonton film
terakhir dari trilogi The Hobbit. Sebelumnya gue sudah baca novel dan nonton
dua penggalan pertama trilogi ini. Seperti dua film sebelumnya, film ini juga menyuguhkan
hal yang berbeda dari versi novelnya. Secara keseluruhan film ini keren, gue
klik 8 bintang di akun IMDb.
Jadi ceitanya, ada hobbit
(makhluk kecil tapi bukan cebol, seukuran setengah dari ukuran manusia) bernama
Bilbo, yang diminta penyihir Gandalf untuk menemani 13 kurcaci yang dipimpin
Thorin untuk merebut kembali kerajaan para kurcaci di Lonely Mountain yang saat
ini sedang dikuasai Smaug si naga.
Kurcaci dalam film ini nggak
digambarkan berhidung bangur, rapih pake baju warna warni dan pake topi
Sinterklas kayak di Snow White. Kalian nggak akan menemukan kurcaci unyu
seperti mereka di film ini. 13 kurcaci ini adalah kurcaci-kurcaci badass!
Kurcaci preman. Gue nggak bisa bayangin gimana kalo Snow White waktu itu masuk
ke rumah kurcaci-kurcaci model gini.
Dalam penggalan terakhir ini,
diceritakan 13 kurcaci itu telah sampai di Lonely Mountain dan berhasil masuk
mengusir Smaug keluar dari istana. Smaug kemudian menyerang dan
meluluhlantakkan Laketown, desa nelayan yang terdekat dari pegunungan itu. Tapi
akhirnya Smaug mati dipanah oleh Bard (manusia penghuni Laketown). Cerita
pertarungan naga dan manusia-manusia Laketown itu membuka adegan di tiga puluh
menit pertama film ini, tapi gue kurang beruntung, nggak bisa lihat karena
telat masuk.
Walaupun telat, film ini sangat
bisa dinikmati di menit berapapun. Apalagi kalau sudah tahu jalan ceritanya.
Film ini juga ngasih gue pengetahuan baru; troll nggak jadi batu waktu kena
matahari dan Legolas bisa kehabisan anak panah. Lewat tulisan ini gue nggak
akan ngasih review panjang-panjang, cuma mau berbagi hal-hal lucu aja.
Peter Jackson
Setting untuk pembuatan film ini ada di Selandia Baru. Kenapa Selandia Baru? Karena selain punya banyak tempat wisata alam yang keren, Selandia Baru juga asal dari sang sutradara, Peter Jackson. Gue yakin kalo sutradaranya Riri Riza, pasti setting-nya jadi di Belitong. Bilbo akan diperankan oleh Ikal dan Gandalf diperankan Pak Harfan. Judulnya berubah jadi The Hobbit; Battle of Rainbow Troops.
Bahasa
Gue curiga Shire itu sebenernya ada di balik Lonely Mountain, cuma waktu pertama kali mereka pergi ke sana arahnya salah. Ini nggak ubahnya lo mau ke Singapore dari Jakarta, tapi arah jalannya ke Papua Nugini.
Di film itu ada berbagai macam
makhluk, dari mulai manusia, peri, penyihir, orc, kurcaci, hobbit dan
lain-lain. Mereka juga punya bahasa masing-masing. Walaupun begitu, semua
mereka bisa mengerti satu bahasa, bahasa persatuan mereka, Bahasa Inggris. Tapi
sampe di sini gue bingung, yang ngajarin mereka Bahasa Inggris itu siapa coba?
Gue curiga ada tempat kursus Bahasa Inggris di Middle Earth. Entah di Shire,
atau dekat Mirkwood, atau Laketown tapi tentu bukan di Lonely Mountain. Gue
juga curiga Smaug punya guru privat yang ngajarin dia Bahasa Inggris.
Perang untuk Emas
Awalnya gue bingung gimana cara
Azog ngumpulin orc segitu banyak. Tapi setelah gue lihat emas yang jadi selimut
Smaug di trilogi ke dua, gue jadi tahu rahasianya. Gue yakin dia pake sistem
multi-level marketing. Jadi mungkin di situ sore yang cerah, dengan santainya
Azog nyamperin 2-3 orc terus membuka pembicaraan dengan kalimat, “Bro, mau
punya emas berlimpah?”
Thorin Keluar dari Istananya
Jadi waktu para five armies
bertarung, Thorin dan kawan-kawan kurcaci yang berjumlah belasan itu masih
sembunyi di dalam Erebor. Mereka keluar dengan dramatis ketika Dain, sepupunya
Thorin, dan tentaranya sudah terdesak mundur. Mereka mendobrak batu-batu di
pintu masuk dengan lonceng besar, kemudian, mereka yang hanya 13 kurcaci itu,
berlari keluar untuk membantu.
Gue yakin diantara ribuan tentara
kurcaci itu ada satu yang sinis, “Yaelah bro, udah cuma 13 orang, datengnya
telat lagi!”
Udah gitu, di tengah perang,
masih sempet-sempetnya Thorin ngobrol sama sepupunya Dain.
Gue yakin diantara ribuan tentara
kurcaci itu ada satu yang sinis, “Yaelah bro, udah datengnya telat, kebanyakan
ngobrol lagi. Dasar bos magabu doang nih!”
Perang Antara Five Armies
Awalnya trilogi terakhir ini akan
dikasih judul There and Back Again seperti anak judul novelnya, tapi ternyata
berubah jadi Battle of Five Armies. Sebenernya Tolkien jelasin di novelnya
bahwa Lima Tentara itu adalah Orc dan Serigala Liar melawan Peri, Manusia dan
Kurcaci.
Tapi gue coba ngitung the five
armies dalam film itu: Orc dan troll melawan peri, kurcaci, dan manusia. Itu
memang lima, tapi ini berarti menafikan perjuangan beberapa jenis tentara lain.
Terus penyihir (walaupun cuma Gandalf dan Radagast), Hobbit (walaupun cuma
Bilbo), kawanan elang, kelelawar, srigala, cacing raksasa dan Beorn dianggap
apa? Cuma figuran?
Berarti perjuangan mereka ini
nggak dianggap. Heh, ini Peter Jackson curang. Gue ngebayangin kalo aja Bilbo
dan Gandalf tahu bahwa mereka nggak dihitung dalam five armies. Jadi ketika
makhluk-makhluk yang dianggap five armies itu lagi sibuk bertarung Bilbo dan
Gandalf bercakap-cakap.
“Bro, kita nggak dianggap nih.” Kata Bilbo ke Gandalf.
“Maksudnya?”
“Iya, di trilogi terakhir ini anak judulnya five armies. Dan five armies itu kita nggak masuk di dalemnya.”
“Ah yang bener lo, bro?” Gandalf kaget
“Iye, bener! Samber gledek dah!” buset ini Bilbo apa Mandra?
“Nah elo enak udah jadi main title-nya, Bo. Lah gue sama Radagast? Kampret emang si Peter Jackson nih!”
Tapi untungnya, sampai perang
selesai, Gandalf nggak tahu.
Bilbo Pulang
Dalam dua sekuel sebelumnya
diceritakan perjalanan Bilbo dan 13 kurcaci menuju Lonely Mountain yang penuh
bahaya. Melewati hutan Mirkwood yang gelap, dihadang orc, lewat Misty Mountain
dan macem-macem. Lah terus, di akhir film ini, Bilbo balik lagi ke Shire hanya
dalam waktu tiga detik.
Gue curiga Shire itu sebenernya ada di balik Lonely Mountain, cuma waktu pertama kali mereka pergi ke sana arahnya salah. Ini nggak ubahnya lo mau ke Singapore dari Jakarta, tapi arah jalannya ke Papua Nugini.
-------------------
Tapi kelucuan-kelucuan itu hanya
ada dalam khayalan gue aja. Aslinya, film ini punya dialog melalui
karakter-karakter yang pas dan berima seperti puisi, bagus banget buat dijadiin
“quotes”. Film ini juga memberi pesan moral yang kuat tentang peperangan yang
terjadi sering hanya karena ambisi duniawi yang sebenarnya nggak pantas menjadi
dasar dari sebuah pertikaian. Pesan itu yang mungkin coba disampaikan Tolkien
dalam novelnya dan Peter Jackson memberi interpretasi melalui film ini dengan
brilian. Seperti yang diucapkan Thorin ke Bilbo sebelum mati, "Farewell,
Master Burglar. Go back to your books, your fireplace. Plant your trees, watch
them grow. If more of us valued home above gold, it would be a merrier
world."
Untuk pembaca yang mengagumi
Tolkien dan ingin membaca bacaan yang lebih serius, gue pernah nulis tentang
Pragmatism of Bilbo Baggins.
Untuk yang baru pertama nonton film ini, sebaiknya nonton dulu The Hobbit yang
pertama dan kedua supaya jalan ceritanya nyambung. Tapi gue sepakat, semua
orang yang sudah nonton film ini atau LOTR pasti akan menganggap film-film
dengan setting Middle Earth lain seperti hanya sekedar sinetron.