Sabtu, 26 November 2011

Jika Takut Cintamu Ditolak, Maka Pindah Agama Saja

Suatu hari, karena merasa peduli, saya pernah ngasih saran kepada kawan saya, seorang wanita yang sering putus cinta, “Ya sudah, pindah agama saja!”

Ide itu bukan datang dari saya pribadi, tapi dari A.s. Laksana, salah seorang penulis yang pemikiran-pemikirannya saya kagumi. Dalam sebuah cerpen berjudul Teknik Mendapatkan Cinta Sejati yang dimuat di Koran Tempo Minggu, dia menulis:

Dalam pengalaman Seto, peristiwa remeh itu adalah rasa cintanya pada gadis penjual tiket di gedung bioskop Cilandak. Sejak itu secara sungguh-sungguh ia melatih diri di depan cermin, beberapa kali sehari, untuk menyampaikan kalimat-kalimat. Namun, Seto merasa makin hari situasinya makin sulit. Setiap kali berada di depan loket (Seto memilih film-film yang tidak diminati penonton sehingga loket itu sepi antrian), ia merasa kalimat-kalimatnya selalu tidak tepat. Akhirnya ia menyimpulkan bahwa gadis itu bukan ditakdirkan untuknya.

Lalu, demi mempertegas takdir itu, ia memutuskan berpindah agama sehingga kini agama mereka berbeda. Dan, ajaib, keputusan ini justru membuatnya lebih santai dan lebih fasih ketika suatu malam ia berdiri di depan loket pada jam pertunjukan terakhir.

“Hai,” katanya.

“Selamat malam,” jawab gadis itu dalam nada resmi dan profesional. Lalu ia menunjukkan denah tempat duduk dan Seto memilih sembarang tempat duduk. Ketika para penonton lain sudah memasuki gedung pertunjukan, Seto kembali ke loket.

“Sebenarnya ada yang mau saya sampaikan,” katanya.

“Silakan,” kata gadis itu.

“Boleh saya berterus terang?”

“Silakan.”

“Anda cantik sekali. Sayang agama kita berbeda. Jika kita seiman, saya pasti sudah melamar anda dari dulu-dulu.”

Urusan beres malam itu. Si gadis tersenyum, tidak menerima, tidak menolak. Hanya tersenyum, resmi dan profesional.

Pada kesempatan-kesempatan berikutnya, Seto melakukan hal serupa dengan gadis lain yang menurut ia sama cantiknya dengan gadis penjual tiket itu. Tiga kali Seto berpindah agama karena perempuan: untuk membuktikan bahwa cintanya ditolak karena mereka berbeda agama, dan bukan oleh sebab-sebab lain. Kurang tampan, misalnya.

Jika kau ingin menirukan caranya, lakukanlah. Teknik Seto akan membuatmu terhindar dari penderitaan akibat penolakan. Maksudku, jika seorang gadis menolakmu padahal agama kalian sama, itu bisa seperti kiamat bagimu. Kenapa seorang gadis menolakmu padahal kalian seagama? Ia akan bilang kau bukan tipenya. Atau, “Kita temenan saja, deh?” Atau, “Aku belum kepikiran untuk serius.” Atau, “Maaf, ya, aku masih ingin sendiri.” Apa pun jawabannya, yakinlah itu sinonim belaka dari fakta bahwa kau tidak menarik baginya.

Maka tirulah Seto agar kepalamu bisa tetap tegak dan gadis itu tak perlu berbelit-belit. Di luar itu, jika ia benar-benar mencintaimu, ia akan mengorbankan dirinya dengan berpindah agama mengikuti agamamu dan kalian akan menjadi pasangan yang berbahagia selama-lamanya, dengan agama baru.

Saya berikan cerpen tersebut dan dengan tenang mengatakan kepada kawan saya untuk pindah agama. Tapi bukannya berterimakasih dengan saran yang saya beri, kawan saya itu malah marah-marah. Saya katakana padanya bahwa cerita A.s. Laksana itu hanya kiasan, jangan menelannya bulat-bulat, itu karya sastra.

Saya katakan padanya, “Moral Message dari cerpen itu adalah jika kamu merasa seseorang bukan ditakdirkan untukmu maka cari saja orang lain yang kau takdirkan sendiri untukmu.”

Tapi tetap saja dia nggak terima. Ah, wanita itu memang berasal dari Venus. Saya nggak bisa menerka apa yang ada (atau tidak ada) di kepala mereka.

Maka saya berkesimpulan sendiri, jika ada seorang wanita mengeluh padamu tentang masalah-masalah hidupnya, maka dengarkan dan katakan saja dengan tulus, “Bertahanlah. Semoga Tuhan mengangkat seluruh bebanmu.”

Jangan berikan solusi, diam atau mengatakan kamu mengerti perasaannya, itu akan percuma.