Sebaiknya kamu percaya bahwa
surat ini ditulis dari masa depan. Masa dimana kenangan berjibaku dengan
harapan pada mimpi-mimpi.
Aku tidak bisa menjelaskannya
dengan sederhana, tapi di dunia maya ini —suatu hari di masa depan nanti, waktu
akan menjadi linear, menjadi sesuatu yang bisa diatur-atur. Tidak ada kemarin
atau besok, yang ada adalah hari ini saja. Pada saat itu aku mulai percaya
bahwa mungkin Tuhan tidak menyisipkan harapan pada masa depan, melainkan pada
saat ini. Pada hidup kita yang sebentar namun indah dan bermakna.
Masa depan adalah hal yang tidak
pernah pasti —selain kematian tentunya, sehingga pantas untuk diperjuangkan.
Kita juga tidak pernah tahu masa itu hingga semua berlalu satu-satu. Jadi walau
surat ini ditulis dari masa depan, aku sedang tidak membocorkan apa yang akan
terjadi nanti. Aku hanya ingin mengingatkan padamu untuk tidak perlu terlalu
mengkhawatirkan masa depan. Tidak usah khawatir, kita akan terus berpegang
tangan, beranjak dewasa bersama, menghadapi dunia yang tidak lagi sama.
Tidak usah juga terlalu
mengkahawatirkan anak-anak. Itu memang fitrah seorang ibu, namun percayalah
mereka adalah anak-anak masa depan. Tunda sebentar untuk segera bereaksi atas
kondisi yang terjadi atas mereka, maka mereka akan memandang kondisi itu secara
lebih wajar. Walaupun kondisi tersebut menimbulkan rasa sakit, yakinlah bahwa
mereka akan bertahan dan berupaya untuk sembuh. Dengan begitu mereka akan
belajar, mereka akan menganggap rasa sakit adalah sesuatu yang wajar, sebagai
bagian dari hidup.
Suatu hari nanti di bulan Agustus
tahun 2025, saat Safa beranjak menjadi gadis remaja, ketika ia berangkat ke
sekolah sendiri, kamu akan merasa khawatir; bisakah dia menyeberang jalan sendiri?
Begitupun ketika Nada ingin masuk sekolah, bahkan banyak sekali kekhawatiranmu;
Apakah metode belajar di sekolah sesuai dengan kepribadiannya? Apakah dia bisa
dapat teman? Apakah dia bisa mengikuti pelajaran? Apakah dia bahagia
bersekolah? Apakah dia cocok dengan gurunya?
Percayalah. Sekolah itu baik.
Kita telah selesai berdebat tentang hal itu. Namun kamu juga harus ingat bahwa
sekolah bukan penentu gagal tidaknya seorang anak. Sekolah tidak berhak menjadi
satu-satunya perumus masa depan mereka. Kita memang menginginkan mereka menjadi
juara. Menjadi anak-anak yang tetap manis, penurut, rajin dan cerdas. Karena
dengan begitu mereka akan sukses. Namun obsesi kita akan kesuksesan mereka akan
menjadikan mereka sebagai korban trauma. Kita hanya perlu menuntun mereka
menemukan motivasi mereka sendiri untuk menuju kesuksesan versi mereka
masing-masing.
Catatan ini aku tulis di bulan
Juli tahun 2014. Saat itu kamu sedang terusik dengan hingar bingar ocehan orang
yang tidak sependapat denganmu. Kamu mengira bahwa mereka berpikiran sempit dan
kamu lebih terbuka. Aku ingin menasehati, mereka tidak sepenuhnya picik,
merekapun tidak sepenuhnya salah, mereka hanya memerankan peran yang berbeda
denganmu. Dan perbedaan, dalam hal apa pun, adalah hak manusia dan fitrah yang
diciptakan Tuhan untuk kita. Jadi jelas bukan urusanmu membuat seluruh dunia
sama. Segala bentuk perbedaan pandangan adalah kekayaan, dan menyeragamkan
pikiran adalah memiskinkan kemanusiaan.
Tidak ada gunanya berdebat. Apa
gunanya berdebat dengan orang yang hanya mendengar apa yang ingin mereka
dengar? Sikapmu untuk lebih terbuka dan memahami daripada menghakimi sudah
benar, karena mereka yang hanya membatasi diri dalam satu pendapat dan tidak
bersedia mendengarkan pendapat yang berbeda hanyalah orang-orang yang terlalu
muda, berapapun usia mereka. Sudah seharusnya kamu memaklumi kerewelan
orang-orang muda. Namun kamu juga harus terbiasa untuk terus bersikap jernih
dalam keruwetan pikiran mereka. Memang tidak semua orang bisa sepertimu, karena
itu kamu istimewa.
Kamu akan mengingat percakapan
ini di ujung senja di Pulau Santorini. Ya, Yunani, tempat dimana dewa dewi
melepas keabadian mereka. Akhirnya kita pergi ke Eropa. Memesona memang, tata
kota dan bangunan-bangunan berarsitektur yang kau sebut dengan kalimat abstrak;
romantis. Kita menyewa sebuah rumah putih di dekat undakan dinding tebing. Pada
beberapa hari pertama, hal-hal yang baru untuk kita itu terasa mengagumkan.
Menjelajahi jalan-jalan sempit kota itu menuju Fira. Aku pernah bilang kalau Fira
tidak jauh beda dengan sebuah desa di Jogja; suasana, percampuran budaya dan
agama, kearifan masyarakat dan banyak hal lain. Bedanya, di sana kita tidak
menemukan surau dengan arsitektur khas Hindu tapi sebuah Katedral Ypapanti
dengan kubah biru dalam akulturasi desain lokal Yunani dengan sentuhan
rennaisance, dimana dari sana kita bisa
melihat kawah kaldera dan laut Aegean yang biru pekat.
Setelah melihat dari jauh, aku
mengerti bahwa membuat keputusan itu butuh keterampilan. Sayangnya,
keterampilan penting itu tidak diajarkan di sekolah. Dan seperti secara
tiba-tiba, kita telah berada di atas keputusan-keputusan yang kita buat.
Seharusnya semua orang bisa merasakan hal ini, untuk sekedar mengetahui bahwa
mendapatkan semua yang mereka inginkan bukanlah jawabannya.
Seperti Santiago dalam The
Alchemist, semua orang butuh untuk mengalami mimpi mereka, sehingga mereka bisa
tahu apa sebenarnya jawaban dari pertanyaan-pertanyaan besar dalam hidup
mereka. Untuk lebih merayakan kehidupan dan menemukan jawaban atas nilai
penting dari hidup singkat ini. Dan bagiku, inilah hidupku denganmu. Memang
tidak sempurna dan banyak cela tapi itulah yang sebenarnya, hidup ini indah
begini adanya. Aku tidak pernah membayangkan kehidupan lain selain kehidupan
ini denganmu.
Pada senja itu, sambil melihat
matahari dimakan lindap gelap, kita berbicara panjang lebar tentang rindu yang
selalu sendu dan penyesalan. Ternyata, ketika kita memandang diri kita dari
luar, kita semakin menyadari bahwa harta kita yang sesungguhnya ada di dalam
rumah, karena di sanalah hati kita. Dari jarak yang semakin menjauh, kita rindu
hati kita beserta segala riuh rendah di dalamnya.
Mungkin keindahan memang selalu
berkaitan dengan jarak dan cara memandang. Sebagaimana kawah kaldera,
bangunan-bangunan di Santorini atau lampu-lampu kota yang indah jika dilihat
dari kejauhan dan ketinggian, dari jarak yang tidak dekat.
Sampai hari itu, aku masih ingin
menjadi jingga di soremu. Sambil menyandarkan kepalaku di bahumu, aku
mengungkapkan berbagai penyesalan yang tak pernah tepat waktu. Ternyata banyak
sekali yang aku sesali. Aku menyesal terhadap hal-hal kecil yang membuat
pertengkaran dan perselisihan, lebih banyak mencari kesalahan, enggan meminta
maaf, berbicara keras. Oh, aku menyesali keputusan yang terlambat kuambil dan
ketakutanku akan kegagalan. Seharusnya aku lebih banyak berbuat baik, banyak
sedekah, berdoa dan bersabar.
Sampai subuh, kita masih terjaga
dan terus berbicara, sambil berbagi feromon di kulit, di bawah langit yang
penuh rasi bintang itu kita menyatu. Dan benar yang kawanku katakan, you never
really know a woman until you talk to her at 3 AM. Aku merasa cukup mengenalmu
sebagaimana kamu juga cukup mengenalku, dan percayalah, seperti musim
manusiapun berubah. Beri aku waktu, maka akupun akan berubah, dan aku selalu
membutuhkanmu untuk bisa berkembang, berjuang, dan terus bertahan.
Embun mulai turun dan angin
dingin pagi menyelinap di sela-sela jemari kaki dan kulit kita yang menua.
Seiring bertambahnya usia aku semakin sadar bahwa kita menjalani hidup terlalu
serius. Dalam panggung sandiwara ini kita hanyalah pion kehidupan. Sebagaimana
sandiwara, kesenangan tidaklah benar-benar kesenangan dan kesusahan juga tidak
benar-benar memberi kesusahan. Kebaikan dan keburukan akan selalu ada sejak
Adam diciptakan sampai hari akhir. Keduanya adalah hal yang normal saja dalam
liku kehidupan. Seiring dengan umur yang pergi sedetik demi sedetik ini,
masalah-masalah tetap berulang berputar seperti jarum jam. Kita akan
mengahadapi masa-masa sulit, namun tidak perlu khawatir karena punya Tuhan di
hati kita.
Wahai Tuhan Yang Maha Pengampun,
maafkanlah segala dosaku dan keluargaku, ampunilah segala kehilafan kami yang
tak kunjung selesai.
Wahai Tuhan Maha Pemberi
Petunjuk, Berikanlah pada hati kami kelapangan, keterbukaan untuk menerima dan
berbahagia atas segala kebaikan. Kuatkanlah kami untuk terus menemukan
inspirasi untuk dapat mewujudkan segala keinginan kami.
Ya Allah Yang Maha Sempurna,
lengkapilah usaha kami yang selalu tidak pernah paripurna.
Ya Allah Pemilik Masa Depan,
cukupilah masa depan kami. Cukupilah kami yang tak punya penghasilan tetap,
karena yang tetap hanya pemberian-Mu.
Ya Allah yang Maha Penyayang,
Jadikanlah kami dan anak keturunan kami orang-orang yang tetap mendirikan
sholat. Ilhamkan kepada kami untuk tetap mensyukuri nikmat yang telah Engkau
anugrahkan kepada kami dan kepada anak keturunan kami. Sungguh kami bertaubat
kepada-Mu dan sungguh kami adalah termasuk golongan yang berserah diri.