Halaman

Senin, 30 Desember 2019

Pulang

Pagi di kota yang gelisah, ada selangit pulang dalam rindu ungu. Aku merindukanmu seperti kehangatan kamar bagi pendaki yang tersesat di rimba kata.

Kamu bangun di pagi yang sudah terang. Dari jendela kamu melihat burung-burung kecil berkicau. Semalam ketika langit menampakkan sisi paling gelap kamu masih terjaga.

Kamu adalah pulangku. Rumah dimana hati dan nyawaku berteduh. Ketika langit berwarna kusam dan dingin, aku pulang kepada aroma tubuhmu.

Rumah adalah bentuk pulang paling azali. Pernahkah kamu berjalan terlalu jauh, hingga tiba-tiba merindukan rumah dan segala yang ada di dalamnya? Atau gelisah dan sepi karena jalan pulang tertutup buram kaca jendela?

Tak ada orang yang tak punya pulang. Seorang pengembara juga butuh tenda, atau selembar kardus untuk tidur, atap adalah langit, tempat ia berkunjung ke pangkuan mimpi.

Kamu hanya perlu percaya pada perasaan yang mengaduk-aduk perut, yang mungkin saja kamu abaikan, tapi tidak bisa kamu sangkal. Karena dimana hatimu berada, disana pulangmu berada.

Setelah itu aku akan menulis kata-kata sederhana tentang sore yang tidak pernah kehabisan rona. Tentang kita yang berangkulan mendaki pulang di puncak senja.




selamat ulang tahun,
yang fana itu pergi
pulang abadi