tamu yang lengang ketika
lampu-lampu
mulai dipadamkan
tempat paling nyaman selalu masa lalu
jalan yang sering kamu lalui dulu
kini menjadi lorong gelap tanpa lantai
nostalgia tempat seseorang pernah tinggal
yang kamu pijak agar jatuh lebih dalam
kesedihan menenggelamkan paru-paru
dan segala hal di sekitarmu menjadi tidak berarti
saat kematian tidak memilih tanah
dan kefanaan tidak peduli perasaan
dunia adalah bajingan
dan ingatan itu jarak yang aneh:
dekat hingga menyakitkan,
jauh hingga mustahil disentuh
dalam kenangan seribu
tahun dan kemarin itu satu
waktu menggeram di langitlangit kamar
seperti kita tujuh puluh tahun yang lewat
atau sembilan puluh tahun mendatang
apakah hal yang tak kita ingat berarti tak ada?
suatu malam di tengah hutan aku memandangi bintang
memikirkan cahaya dari hal yang sudah padam
rembulan membuat bayangan berjalan lebih dulu dariku
desir angin mengulang namamu
dengan suara yang pelan
jalan yang pernah kita lalui
menghilang seperti jalan setapak
ditelan ilalang
aku mencarinya,
tapi hanya menemukan diriku
yang lebih muda dan bodoh
ruang waktu adalah rak buku di perpustakaan
yang kita tidak pernah cukup tinggi untuk meraihnya
di sana, wajahmu, wajahku,
wajah mereka yang pergi,
tersimpan dalam buku-buku
yang terkadang kita baca ulang
setiap kehilangan melesap satu kata
dari kosakata hidup kita,
membuat kalimat mana pun
terasa rengkah
bulan desember penuh hujan
dan sayangku,
akan selalu ada hujan di perjalanan
terkadang kita berlari menghindari gerimis
terkadang badai membuat kita
berteduh pada naungan peron kereta
dan kita terus menari bersama di tengahnya
malam ini udara di ruangan tetap hangat
bukan karena perapian,
tapi karena jiwa kita yang penuh,
karena nyala harapan yang ringkih
masih berbinar redup,
karena rasa takut masih membuat
jari-jariku gemetar
aku bersyukur,
dalam segala riuhsedan ini,
kita berada di
halaman yang sama
30 Des 2025
Selamat Hari Lahir,
yang fana adalah dunia, kamu semesta