Sabtu, 30 Maret 2013

Allah

Kawan gue pernah adu jotos dengan orang karena alasan “agama”. Jadi ceritanya, ada orang yang nurunin dan merobek-robek spanduk iklan seda motor di depan rumahnya. Waktu ditanya kenapa, eh dia malah makin marah-marah sambil ngomong, “Gak ada yang boleh masang spanduk Yamaha. Karena Yamaha itu hanya untuk tuhan. Allahu akbar! Allahu akbar!”
Gue rasa dia itu orang stress yang nggak lulus ulangan Bahasa Indonesia.
Tentang Tuhan, Ali bin Abi Thalib, dalam kitab Nahjul Bhalaghoh,  menulis...
Segala puji bagi Allah yang tiada pembicaraan manapun mampu meliputi segala pujian bagi-Nya. Tiada penghitung manapun mampu mencakup bilangan ni’mat karunia-Nya. Tiada daya upaya bagaimanapun mampu memenuhi kewajiban pengabdian kepada-Nya. Tiada pikiran sejauh apapun mampu mancapai-Nya, dan tidak ada kearifan sedalam apapun mampu menyelami hakikat-Nya.

Sifat-Nya tidak terbatasi oleh lingkungan, tidak terperikan oleh ungkapan, tidak terikat waktu dan tidak menjumpai kesudahan.

Dialah yang Maha Esa seperti yang dinyatakan-Nya tentang diri-Nya. Tiada  mungkin ditentang oleh siapapun dalam kerajaan dan kekuasaan-Nya. Tiada Ia akan pernah musnah. Bahkan Ia “ada” selalu untuk selama-lamanya. Keadaan-Nya yang satu tiada mendahului keadaan-Nya yang lain. Maka tiadalah Ia (menjadi) Yang Awal sebelum Dia menjadi Yang Akhir, atau Yang Zahir sebelum Yang Batin. Dialah Yang Pertama tanpa permulaan. Yang Terakhir tanpa kesudahan. Pengetahuan tentang sifat-sifat ketuhanan-Nya terlalu agung untuk dicapai oleh perasaan hati dan pandangan akal.

Dia maujud bukan karena suatu ciptaan. Bukan pula muncul karena ketiadaan. Dia “ada” bersama dengan segala sesuatu namun tidak dengan suatu kesertaan. Bukan  pula Dia lain dari segala sesuatu disebabkan keterpisahan darinya. Dia adalah pelaku namun tidak (menggunakan) gerak atau pun alat. Maha Melihat meskipun belum ada makhluk apapun. Sendiri disebabkan sesuatu yang dengannya Ia merasa terikat, ataupun gelisah bila Ia terpisah darinya.

Dimulainya ciptaan-Nya tanpa pola sebelumnya, atau kebimbangan yang meliputi-Nya, atau pengalaman yang diperoleh-Nya, atau gerakan yang dibuat-Nya, atau keinginan jiwa yang mendorong-Nya.

Tidak diciptakan makhluk-makhluk-Nya untuk memperteguh kekuasaan. Atau karena ketakutan akan akibat-akibat (pergantian) zaman. Atau demi membantu melawan tandingan yang memerangi, atau sekutu yang berbangga dengan kekayaan, atau musuh  yang menantang dengan besarnya kekuatan. Mereka hanyalah makhluk-makhluk-Nya yang diperhambakan atau budaknya yang hina dina.

Tiada Ia “mendiami” sesuatu sehingga dapat disebut Ia “ada” di sana. Tidak menyulitkan bagi-Nya penciptaan yang dimulai-Nya, ataupun pengaturan apa saja yang telah selesai dibuat-Nya. Tiada pernah Ia diliputi ketidakmampuan dalam segala yang Ia ciptakan-Nya, dan tiada pernah Ia dimasuki kebimbangan tentang apasaja yang dilaksanakan-Nya. Semua itu bersumber pada ketetapan amat teliti, pengetahuan yang amat tepat dan urusan yang terikat  kuat.

Perintah-Nya pasti terlaksana dengan penuh hikmah. Ridha-Nya membawa keselamatan dan rahmah. Ia menciptakan segalanya dengan pengetahuan yang mendalam. Mengampuni hambanya dengan kemurahan yang luas.

Dialah yang didambakan pada setiap bencana yang mencekam, dan dari Dialah diharapkan datangnya segala keni’matan.