Senin, 25 Maret 2013

Menelpon Kawan Lama

Ngobrol dengan kawan lama itu selalu menyenangkan dan terkadang membuka perspektif baru.
Kemarin gue ngobrol sama dua orang kawan lama. Pertama Nath, “Hallo, assalamualaikum.” kata gue ditelpon.
“Woy, Bro. 'Alaikum salam.”
“Lo lagi ngapain?”
“Makan.”
“Oh gue kira lagi ngajar.”
“Ngajar apaan hari Minggu gini? Di gereja?”
Heh, nggak ada yang lebih mencairkan suasana selain becanda dengan kawan lama. Kemudian kita ngobrol ngalor-ngidul membicarakan segala hal. Dan hari itu gue tahu istrinya sedang ada di bidan untuk melahirkan putra pertama mereka. Sementara dia harus pulang menemani istrinya karena saat itu ia sedang berada di luar kota.
Neti adalah kawan kedua yang gue telpon, “Hallo, apa kabar.”
“Baik. Kamu gimana?”
“Baik juga. Lagi dimana?”
“Di Palembang nih. Mungkin besok baru mau ke Jawa.”
Pembicaraan kembali ngalor-ngidul dan entah dari arah mana kemudian dia menceritakan kegagalan pertunangannya beberapa tahun lalu. Padahal gue sama sekali nggak menyinggung masalah pasangan. Gue tahu dia masih single dan dia tahu gue udah menikah. That’s all what we know. And absolutely I don’t want to ask her, “why are you still single?”. That’s crazy question, I think.
Gue bingung bagaimana cara merespon kawan lama yang bercerita tentang kegagalan pertunangannya. Yang keluar dari mulut gue kemudian, “Jodoh nggak ada yang tahu kan.”
Memang terkadang tuhan lama memberikan jodoh kepada seseorang. Seperti kawan yang terakhir gue telpon. Namun juga seperti kawan gue yang sedang bahagia dengan anak pertamanya, terkadang Tuhan mempertemukan dua orang yang begitu cocok dengan cepat. Seperti sebuah mukjizat. Sampai-sampai mungkin kita ragu dan berpikir: apa mungkin impian seseorang terkabul begitu saja dengan mudahnya?
Sebagian orang mencoba mengujinya. Deddy Corbuzier mencoba menguji dengan pasangannya dengan cara bercerai. Seperti dalam cerita Haruki Murakami, mungkin dia bilang ini ke istrinya, “Mari kita uji diri kita —sekali ini saja. Jika kita memang pasangan yang sempurna untuk satu sama lain, maka di suatu saat, di suatu hari, kita pasti bersatu lagi. Kita saling merindukan, kita saling membutuhkan. Bukankah kita nggak pernah tahu apa yang kita miliki hingga nanti kita kehilangan. Dan ketika kita bertemu dan menyatu kembali, dan kita tahu bahwa kita adalah pasangan yang sempurna satu sama lain, maka kita akan menikah lagi saat itu juga. Bagaimana?”
Dan mereka menyetujuinya. Mungkin mereka akan tetap berpisah, mungkin mereka akan bersatu kembali, atau mungkin bisa juga yang lainnya. Takdir memang punya jalan yang terkadang sulit diduga.