Halaman

Rabu, 03 Agustus 2022

Langit dari Roof Top




Saya senang memandang langit dari roof top karena membuat saya merasa kecil. Saya senang merasa kecil.

Banyak hal yang membuat saya merasa kecil. Salah satunya jika berhadapan dengan seseorang. Bukan orang yang berkedudukan tinggi atau punya banyak harta. Tapi terutama orang-orang biasa.

Namanya Hasan. Ayah dari 3 orang putra. Ketika ia bercerita tentang anak pertamanya yang autis, saya kembali merasa kecil. Saya berbincang dengan Hasan di sebuah taman pada saat mengantar Nada bertemu guru dan kawan-kawan sekolah. Saya bilang, "Saya kagum sama orang tua yang tetap tegar dengan apapun kondisi anaknya." Ia hampir menangis mendengar itu.

Pada kesempatan yang lain saya yang menangis karena orang sederhana atas nama Rois bilang, "Jangan ada lagi bayi yang dibuang di negeri ini."

Ia adalah pendiri Panti Asuhan Manarul Mabrur di Semarang. Awalnya panti asuhan itu diperuntukan untuk anak-anak jalanan, namun pada tahun kedua panti itu berdiri ada seorang pelajar hamil yang datang dan ingin menyerahkan bayinya jika sudah lahir. Setelah itu, beberapa orang mengenal panti itu sebagai tempat penitipan bayi yang tidak diinginkan, sebagai menampung bayi di luar nikah, atau pengurus bayi yang tidak mampu diurus orang tuanya.

Pernah ada sepasang tunawisma yang datang pada Pak Rois yang meminta bantuan untuk melahirkan anak mereka. Sepasang tunawisma itu tidak punya KTP, tidak punya uang, bahkan tidak punya tempat untuk pulang. Mereka tidur di depan pertokoan yang sudah tutup di malam hari, sementara siangnya mereka mencari sesuap nasi dari mengamen atau melakukan banyak hal. Setelah anak mereka lahir, mereka menitipkannya di panti.

Saya menangis. Ada dua hal yang tidak pernah gagal membuat saya menangis, Nabi dan anak-anak. Jadi ketika saya melihat Pak Rois, orang yang sederhana itu, mengurus bayi-bayi yang tidak diinginkan orang tua mereka, merawat seperti ia merawat anak-anaknya sendiri, tidak memberikan ijin bagi yang ingin mengadopsi kecuali orang tua atau keluarga bayi-bayi itu sendiri, menyekolahkan mereka sampai sarjana, maka saya menangis.

Saya melihat anak-anak itu tumbuh dengan sehat, merasakan betapa berat mengurus puluhan bayi yang jika satu bayi sakit mudah menularkan pada bayi-bayi lain, mengerti akan sulitnya mencari dana untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, memahami pengorbanan waktu yang hampir 24 jam habis untuk mengurusi anak-anak yang bukan darah daging sendiri. Apa sebenarnya yang membuat Pak Rois bertahan dengan semua itu. Ia menjawab dengan tenang, "Kami bertahan sampai hari ini karena kami mencintai negeri ini dan sangat menyayangi apa yang ada di dalamnya. Kami akan sangat bahagia ketika anak-anak ini tumbuh menjadi anak-anak yang baik di negeri ini, dan mencintai semua manusia yang ada di dalamnya."

Itu yang akhirnya membuat saya menangis dan merasa sangat kecil. Saya merasa hanya kekuatan langit yang bisa membuat orang-orang seperti Pak Rois bertahan. Sambil melihat langit di atas roof top, saya berdoa semoga makhluk yang ada di langit selalu menyayangi makhluk yang senantiasa memberi kasih sayang di bumi.