Sebelum membaca tentang contoh outline ini, ada baiknya kamu membuka halaman tentang Delapan Sequel untuk Alur Cerita.
SET UP
1. Dunia Sempurna yang Semu
Santiago nama anak itu. Ia memutuskan hidup sebagai pengembala. Ia bahagia dan bangga akan keputusan itu. Padahal ayahnya menginginkannya menjadi pendeta, namun Anak itu menolak dan meyakinkan ayahnya tentang keinginannya untuk menjadi gembala. Akhirnya ayahnya mengizinkan. Anak itu merasa hidupnya bahagia karena selain ia hidup sesuai dengan keinginannya, ia juga menjadi pengembala yang cukup sukses. Dombanya sehat, banyak dan menghasilkan uang yang cukup. Ia bangga dengan semuanya itu sampai suatu saat, ketika ia sedang tidur pada sebuah gereja yang terbengkalai --dengan atap yang sudah runtuh dan sebatang pohon sycamore yang sangat besar tumbuh di tempat sakristi pernah berdiri, ia bermimpi tentang harta karun di sebuah negeri yang jauh, negeri piramida-piramida.
2. Penyadaran
Awalnya ia menganggap mimpi itu hanya bunga tidur dan tidak bermakna apa-apa. Namun mimpi itu hadir kembali sekali lagi. Mimpi yang sama, betul-betul sama. Itu membuatnya sedikit terganggu dan berniat menanyakan arti mimpinya ke seorang peramal. Seorang peramal mengatakan bahwa mimpi tersebut adalah benar adanya. Ia akan menemukan harta karun di suatu negeri tempat piramida-piramida dibangun. Ada juga orang tua —yang menyebut dirinya raja Salem— mengatakan kepada Anak itu tentang makna mengikuti mimpi. Sang Raja juga memberikan dua buah batu yang ia sebut Urim dan Tumim untuk digunakan ketika Anak itu merasa bimbang dalam mengambil keputusan.
3. Persiapan Perjalanan
Anak itu memutuskan untuk membuktikan apakah mimpinya itu benar atau tidak. Ia telah yakin terhadap keputusannya. Dan karena untuk pergi ke negeri dalam mimpinya itu ia butuh uang, maka Ia menjual seluruh dombanya. Kemudian ia pergi menyebrang lautan. Pergi ke negeri dalam mimpinya, Mesir.
CLIMAX
4. Naik ke Atas
Anak itu menyebrangi laut. Dengan uang yang ia peroleh dari menjual seluruh dombanya, ia yakin akan cukup untuk pergi ke negeri tersebut. Segala hal sudah ia persiapkan. Ia melangkah menuju impiannya dengan percaya diri. Namun tidak berapa lama berselang setelah dia tiba di pelabuhan di seberang negerinya, seseorang menipunya. Uangnya dicuri. Seluruhnya.
5. Musim Badai
Ia terjebak di negri yang jauh dari negerinya tanpa uang. Tanpa bisa pulang. Tidak ada satupun orang yang ia kenal di tempat itu. Dan yang lebih parahnya lagi, ia tidak mengerti bahasa yang mereka gunakan. Sementara Mesir, negeri piramida-piramida yang ada di mimpinya adalah negeri yang masih sangat jauh dari situ. Butuh uang yang tidak sedikit untuk sampai kesana. Dan ia menemukan dirinya tidak mungkin meneruskan perjalanan.
6. Kejatuhan
Ia menyadari keadaanya sekarang, ia tidak mungkin melanjutkan perjalanan. Satu-satunya hal yang ia pikirkan saat itu adalah pulang ke negerinya dan menjadi gembala lagi. Pada saat kelaparan dan mencari makan, ia bertemu dengan penjual kristal dan diterima sebagai pegawai di tokonya. Kesempatan bagus itu tidak ia sia-siakan. Ia menerima pekerjaan itu dengan senang hati. Yang ada di kepalanya saat itu hanyalah bagaimana ia mendapat uang untuk kembali ke negerinya, juga uang untuk membeli beberapa domba untuk dia gembalakan lagi. Ia telah mulai melupakan perjalanannya menuju negeri dalam mimpinya, bahkan ia berpikir betapa bodohnya ia menjual seluruh dombanya hanya untuk membuktikan kebenaran mimpinya.
CONCLUSION
7. Kebangkitan
Hari demi hari ia lalui dengan bekerja di toko kristal tersebut. Suatu saat, berkat inovasi-inovasinya, toko kristal itu maju pesat dan memperoleh keuntungan yang belum pernah diraih sepanjang sejarah toko itu berdiri. Pemilik toko kristal sangat bangga kepadanya, ia diberi upah sesuai dengan kerja kerasnya itu. Beberapa tahun kemudia ia telah memperoleh uang yang cukup untuk kembali ke negerinya, bahkan juga untuk membeli domba-domba yang lebih banyak dibanding yang pernah ia miliki dulu. Bukan hanya itu, ia juga telah belajar Bahasa Arab, bahasa yang dulu pernah tidak ia pahami sama sekali. Sekarang ia mengerti tentang kristal dan mungkin berminat untuk menjadi tukang kristal di negerinya. Namun ketika ia sedang bersiap-siap untuk pulang ke negerinya, ada satu hal yang mengugah kesadarannya kembali, yang mengingatkannya kembali kepada mimpinya; dua buah batu yang pernah diberikan oleh Sang Raja. Ia berpikir kembali. Ia berpikir bahwa ia bisa membeli domba-dombanya kapan saja, bahkan sekarang ia telah mengerti tentangn kristal, tapi untuk pergi ke tempat yang ada dalam mimpinya mungkin ia tidak akan bisa lagi kecuali saat ini. Akhirnya, dengan keyakinan seperti keyakinannya ketika memutuskan untuk menjadi gembala, ia memutuskan untuk pergi bersama rombongan karapan ke negeri piramida-piramida, ke negeri dalam mimpinya, ke negeri dimana ia akan menemukan harta karunnya; Mesir.
8. Dunia Sempurna
Dalam perjalanan Anak itu juga bertemu dengan beberapa kawan. Ia juga bertemu dengan seorang yang disebut Alchemist. Orang itu adalah orang yang bisa membuat logam menjadi emas dengan ramuan yang ia punya. Alchemist juga banyak memberikan pencerahan kepada Anak itu. Di tengah padang pasir, pada sebuah Oasis, Anak itu bertemu seorang wanita —yang entah kenapa— ia yakin adalah calon pendampingnya. Namanya Fatima. Anak itu berjanji kepada Fatima bahwa ia akan menikahinya suatu saat nanti.
Ia belajar banyak hal dari gurun dan orang-orang yang ia temui. Bahkan ia dipercaya untuk menjadi orang kepercayaan untuk salah satu suku di padang oasis tersebut. Ia dipercaya bisa meramal sesuatu yang akan datang dari 'visi'-nya. Di tengah gurun pasir ia juga menemui beberapa macam rintangan. Dari mulai peperangan antar suku, perampok dan lain-lain.
Setelah ia berhasil mengatasi berbagai macam rintangan tersebut akhirnya ia sampai di tempat yang sangat ia kenal dalam mimpinya. Namun sebelum ia sempat menggali harta karunnya ia bertemu perampok yang ingin membunuh dan mengambil uangnya. Sang perampok bertanya dari mana Anak itu berasal dan apa tujuannya datang ke tempat itu. Karena takut dibunuh, Anak itu menjawab sejujurnya bahwa ia pernah bermimpi tentang harta karun di bawah sebuah piramida dan ia datang ke sini untuk membuktikan mimpi tersebut. Tak disangka perampok tersebut tertawa. Ia mengatakan betapa bodohnya Anak itu percaya dengan mimpi. Perampok itu mengatakan bahwa dulu juga ia pernah bermimpi tentang harta karun yang ada pada sebuah gereja yang terbengkalai --dengan atap yang sudah runtuh dan sebatang pohon sycamore yang sangat besar tumbuh di tempat sakristi pernah berdiri, pada sebuah negeri dimana rumput tumbuh subur dan para gembala mengembalakan domba mereka. Tapi ia tidak mempercayai mimpi tersebut.
Setelah mengambil seluruh uang yang dipunya Anak itu, sang perampok melepaskannya.
Anak itu kembali ke negerinya. Ia tidak mendapatkan harta karun di bawah piramida. Namun ia tidak menyesali perjalanan seribu satu rasa itu. Ia telah banyak belajar dari perjalanan membuktikan mimpi tersebut. Ia juga bertemu berbagai macam orang dan mendapatkan pengalaman yang sungguh luar biasa. Yang tidak mungkin ia dapati andai saja ia hanya menjadi seorang gembala. Ia puas bisa membuktikan mimpinya, karena tidak semua orang bias membuktikan mimpi mereka, walaupun bukti dari mimpi tersebut adalah salah.
Dengan pertolongan dari Alchemist akhirnya Anak tu sampai kembali ke negeri asalnya. Setibanya di negerinya, ada pikiran yang mengendap dalam ingatannya tentang perampok yang mengambil seluruh uangnnya di piramida. Perampok itu mengatakan tempat yang sangat tidak asing baginya; sebuah gereja tua penuh tanaman rambat yang sudah tidak digunakan, pada sebuah negeri dimana rumput tumbuh subur dan para gembala mengembalakan domba mereka. Anak itu pergi ke gereja yang sangat ia kenal itu —yang kata perampok tersebut ia pernah bermimpi menemukan harta karun di dalamnya, dan menemukan harta karun.
Dengan harta karun tersebut ia bisa membeli apapun. Namun yang ada dalam kepalanya hanya satu; kembali ke Oasis di sebuah gurun pasir jauh di seberang negerinya dan menikahi Fatima.
Nb: Saya membaca The Alchemist beberapa tahun yang lalu. Itu adalah novel yang tidak pernah bosan saya baca berulang ulang. Ketika menulis Outline ini saya tidak sedang membaca kembali novel tersebut. Alur cerita yang sangat jelas mungkin salah satu yang menjadikan The Alchemist terus mengendap dalam kepala saya walaupun saya telah membacanya bertahun-tahun yang lalu.