Setelah berita tersebut tersebar, seluruh eleman masyarakat tersentak dan saling menyalahkan satu sama lain. Tentu kita bisa menyalahkan dan mengkambinghitamkan banyak pihak. Dari mulai pemerintah, pendidik, orang tua, sampai teknologi. Namun dalam tulisan ini, saya tidak sedang ingin menyalahkan siapapun. Saya hanya merasa iba kepada pelaku, yang menurut KPAI adalah korban bullying. Bukan hanya yang di-bully tapi juga yang mem-bully. Mereka semua adalah korban. Bagaimanapun mereka anak-anak yang masih punya masa depan yang panjang.
Mari kita introspeksi dan mengambil pelajaran dari peristiwa ini. Paling tidak, kasus ini semakin mengingatkan semua orang bahwa seks usia dini itu dekat sekali dengan kita. Oleh karena itu saya mencoba mengumpulkan beberapa hal yang menjadi tanggungjawab orang tua untuk melindungi anak-anak mereka dari kasus serupa.
1. Membatasi HP, TV dan Teman
Tentu merupakan tanggungjawab orang tua untuk mencegah anak-anak mereka mengakses pornografi sebelum masanya. Karena menurut Paula Hall dalam survei untuk bukunya Understanding and Treating Sex Addiction, akses mudah pada pornografi, terutama secara online dan pendidikan seks yang buruk, harus disalahkan untuk remaja yang menderita kecanduan seks. Ia menyatakan bahwa hampir setengah dari mereka yang menderita kecanduan umumnya pertama bersinggungan dengan pornografi sebelum mereka berusia 16 tahun.
Mengatur anak-anak memnonton tayangan televisi juga merupakan hal yang penting. Ini tidak berarti anak-anak tidak boleh menonton TV sama sekali, namun orang tua memilihkan tontonan yang sesuai untuk mereka. Setelah anak-anak sudah mulai mengerti, orang tua juga dihimbau untuk mendampingi mereka pada acara-acara tertentu.
Mengatur anak-anak untuk berteman juga tidak kalah pentinggnya. Pada beberapa kesempatan, pengaruh teman bisa lebih berkesan terhadap anak-anak daripada pengaruh orang tua. Apalagi pada anak-anak balita yang belum terlalu mengerti bagaimana memilih teman yang baik. Disitulah peran orang tua. Untuk anak-anak yang sudah lebih besar juga dapat ditanamkan pemahaman bahwa teman mampu mempengaruhi perilaku seseorang. Dengan demikian anak pun dapat memilih teman yang baik. Jelaskan perilaku positif menurut nilai dan norma yang dianut dalam agama, keluarga dan masyarakat.
2. Memberi Pendidikan Seks
Pendidikan seks merupakan suatu informasi tentang persoalan seksualitas manusia, seperti proses terjadinya pembuahan, kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek kesehatan secara jelas dan benar.
Orang tua mungkin baru menyadari pentingnya pendidikan seks setelah mengetahui bahwa kasus pergaulan bebas meningkat dari tahun ke tahun. Pendidikan seks —sesuai umur anak tentunya— diperlukan untuk mengantisipasi, mengetahui, dan mencegah kegiatan seks bebas dan mampu menghindari dampak negatifnya.
3. Mencontohkan
Buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya. Peribahasa itu dapat digunakan untuk mengatakan bahwa anak adalah manifestasi orang tuanya. Dalam tahap ini, peran orang tua dalam memberikan contoh sangat berdampak luar biasa kepada anak. Sebagaimana kita tahu bahwa anak memiliki sifat meniru yang sangat baik, dan seorang yang paling dekat ditiru adalah orang tua mereka.
Contoh baik seorang bapak dan ibu adalah hal yang fundamental, terutama dalam pendidikan akhlak seorang anak. Jangan harapkan anak anda menjadi rajin, menepati janji, tidak berbohong, penyabar dan lain sebagainya jika ia melihat orang tua mereka tidak melakukannya.
4. Menumbuhkan Tanggungjawab
Mengajarkan tanggungjawab kepada anak adalah tugas wajib lainnya. Orang tua seharusnya mengenalkan bahwa di dunia ini ada hukum yang tak terlihat bahwa apa yang kau berani perbuat, harus juga kau berani tanggung konsekuensinya.
Tanggungjawab tidak hanya berguna untuk mengajarkan tentang sesuatu memiliki konsekuensi, namun juga mengajarkan anak untuk dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik. Juga mendorong anak melakukan kewajibannya tanpa perlu banyak diperintah dan diawasi, sekalipun itu tugas yang tidak menyenangkan untuknya. Anak yang bertanggungjawab juga memiliki kendali diri yang kuat, sehingga membuatnya tidak cepat frustasi ketika menghadapi kesulitan.
Tentu sangat mengesalkan ketika mendapati anak tidak mengakui atau tidak mau bertanggungjawab atas sesuatu yang telah ia kerjakan. Oleh karena itu orang tua seharusnya bangga terhadap anak yang berani mengakui kesalahannya dan bersedia menerima konsekuensi dari perbuatan tersebut.
5. Menerima
Orang tua sering sekali menuntut hal-hal yang melebihi kemampuan dan keinginan anaknya. Sehingga faktanya, banyak kasus yang menyebutkan bahwa anak-anak lebih suka menghabiskan waktunya bersama teman-temannya karena mereka merasa tidak diterima secara utuh oleh ke dua orang tuanya.
Bagaimanapun orang tua harus bisa menerima anak mereka apa adanya. Apalagi jika jika orang tua mendapati anak mereka melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Tidak ada satu orangtuapun yang mau anaknya terjebak pada kasus yang memalukan, namun sesuatu yang telah kita rancang tidak selamanya berjalan seperti apa yang kita mau. Maka jika setelah kita berusaha untuk menghindari anak-anak kita dari hal tersebut namun hal itu masih saja menimpa, maka hal yang paling masuk akal adalah menerimanya. Baik atau buruk, mereka anak kita.
Penerimaan kita terhadap anak akan menjadi bekal bagi dirinya untuk menjadi penopang yang berarti untuk kehidupan selanjutnya.