Menurut Sigmun Freud, seluruh aktifitas atau perbuatan manusia didasari oleh libido atau nafsu seks yang ada pada tiap jiwa manusia. Jika hal tersebut benar, maka dapat disimpulkan bahwa nafsu seks ternyata bukan hanya semata-mata untuk urusan kawin.
Bagi yang baru mendengar teori ini, mungkin bertanya-tanya. Bagaimana bisa nafsu seks dalam diri manusia bukan semata-mata untuk tujuan seks? Untuk lebih jelasnya, juga untuk memahami mengapa tuhan menganugrahkan nafsu seks yang besar kepada anak muda, silahkan baca tulisan ini.
Pendapat Freud memang revolusioner pada zamannya, namun tetap saja, seberapapun manusia mencurahkan perhatian dan usaha untuk mengetahui dirinya, pengetahuan manusia tentang manusia —terutama menyangkut unsur immaterial— masih menjadi misteri. Begitu kira-kira yang diungkapkan Dr. A. Carrel dalam bukunya Man the Unknown.
Oleh karena itu, di sini saya ingin menghubungkan pendapat Freud dengan pandangan Islam. Menurut Quraish Shihab —dalam penjelasannya mengenai manusia— manusia dibagi pada beberapa bagian, yaitu: fithrah, nafs, qalb, dan ruh. Namun di sini saya membatasi penjelasan hanya kepada nafs saja.
Menurut penjelasan beliau, nafs dalam Al-Quran mempunyai aneka makna, sekali diartikan sebagai totalitas manusia, di kali lain ia menunjuk kepada apa yang terdapat dalam diri manusia yang menghasilkan tingkah laku, kata itu juga digunakan untuk menunjuk kepada "diri Tuhaan". Secara umum juga dapat dikatakan bahwa nafs menunjuk kepada sisi dalam manusia yang berpotensi baik dan buruk, nafs diciptakan Allah dalam keadaan sempurna untuk berfungsi menampung serta mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan.
Namun penjelasan tentang keterkaitan istilah "libido", "nafs" dan "nafsu" (dalam Bahasa Indonesia) ini masih membutuhkan penelitian teks yang lebih mendalam.