Sabtu, 17 Januari 2015

Marah dan Menyalahkan Orang Lain

"You never really learn much from hearing yourself speak." — George Clooney

"If a man thinks he is not conceited, he is very conceited indeed." — C.S. Lewis

Marah adalah hal yang wajar, tapi marah dan kemudian menyalahkan orang lain adalah hal lainnya. Menyalahkan orang lain ketika suatu hal terjadi adalah hal yang paling mudah. Sementara, semua orang punya anjing di dalam diri masing-masing yang disebut “ego”. Ia tidak rela disalahkan. Jika seorang menyalahkan orang lain, maka orang lain itu akan menyalahkan hal lain lagi, dan begitu terus tidak ada habisnya. Begitulah, masing-masing kita punya anjing ego.

Budaya Jepang untuk introspeksi dan menyalahkan diri sendiri sebelum menyalahkan orang lain mungkin patut ditiru. Ketika telunjuk kita menunjuk orang lain, maka tiga jari kita yang lain sedang menunjuk diri kita sendiri. Kita tentu tahu bagaimana seorang menteri perhubungan Jepang segera mengundurkan diri dari jabatannya ketika terjadi kecelakaan kereta api. Bahkan setelah ketahuan berbuat cela, orang-orang itu rela mati untuk menghindari rasa malu.

Tentu tidak harus mati untuk menunjuk diri sendiri dan introspeksi. Saya bisa membayangkan jika semua orang menunjuk diri sendiri dan introspeksi, maka akan terjalin kehidupan yang lebih harmonis. Kita akan lebih mudah memaafkan dan mengoreksi diri. Orang-orang akan saling meminta maaf. Puncaknya, segala masalah akan terselesaikan dengan semakin mudah. Mungkin itu terdengar utopis, tapi coba berikan kepada saya hal lain yang lebih baik?

Tulisan ini sebenarnya untuk dua kawan saya yang sedang tidak saling bicara. Sampai hari ini, dua kawan saya yang sudah saling kenal cukup lama itu masih bertengkar. Bahkan, mereka tidak saling tegur sapa sampai beberapa bulan, padahal hampir setiap hari mereka bertemu. Memang apa masalahnya? Oh, percayalah, kamu nggak akan mau mendengarnya karena terlalu sepele. Lalu kenapa mereka tidak bisa menyelesaikan dengan berdamai? Hem, ingat anjing ego yang saya bahas tadi? Ya, saya sudah menyarankan mereka untuk saling bertemu dan berdamai, tapi mereka bilang tidak perlu. Sepertinya mereka berhasil menembak mati segal hal yang tidak lebih penting dari ego mereka.

Kemudian saya berpikir tentang saya sendiri, apakah saya akan seperti itu jika dihadapkan dengan kesempatan untuk bermusuhan? Mungkin permasalahannya bisa berbeda, tapi bukankah setiap orang punya egoisitas masing-masing termasuk saya?

Saya memang tidak bisa memprediksi masa depan, namun saya bisa memastikan kepada diri saya sendiri untuk terus mengingat dan belajar. Selalu ada pelajaran dari semua hal, dan saya akan terus mengingatkan diri saya pribadi tentang akhlak standar seorang muslim sebelum memutuskan untuk bertengkar. Berikut yang saya susun dari beberapa sumber:

Tabayyun

Tabayyun adalah kehati-hatian terhadap informasi yang beredar, kemudian mencari kejelasan suatu masalah hingga tersingkap dengan jelas kondisi yang sebenarnya dengan  pemahaman yang mendalam.

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah (kebenarannya) dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” (QS. Al-Hujuraat: 6)

Jika ada seorang kawan menceritakan kejelekan orang lain, biasanya saya diam tidak berkomentar, kemudian mengalihkan pembicaraan ke hal lain. Saya pikir itu adalah hal paling baik dan paling sopan yang bisa saya lakukan. Mungkin saja, dimata saya orang itu jujur, tapi kita sedang membahas ketelitian ketika mendapat informasi. Jadi ketika ada orang yang mengatakan kejelekan orang lain, maka hal yang pertama harus kita lakukan adalah jangan percaya.

Bagimana cara bertabayyun? Cara paling mudah adalah bertanya kepada yang bersangkutan langsung. Untuk membaca cara bertabayyun lainnya, silahkan masuk ke sini

Jangan berprasangka buruk dan mencari-cari kesalahan orang lain

Apa gunanya mengetahui keburukan orang lain? Supaya kita nggak terakibat dari keburukannya? Itu hal yang mungkin berguna, tapi kebanyakan akibat dari melakukan itu adalah membuat kita sombong karena merasa lebih baik.

Allah SWT juga berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah sebagian kalian menggunjingkan (ghibah) sebagian yang lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertawakalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujuraat:12)

Untuk membaca lebih lanjut silahkan ke sini.

Adil

Allah berfirman dalam surat Al Maa’idah ayat 8, “Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu tidak berlaku adil. Berbuat adillah karena ia lebih mendekati ketakwaan. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Saling berwasiat kepada kebenaran dan kesabaran

Ajaran itu ada dalam surat Al Ashr. Imam Syafi’i berkata, “Andai Allah Ta’ala tidak menurunkan pada hamba-Nya kecuali surat ini, maka itu sudah cukup bagi mereka”.

Mengapa saling berpesan kepada kebenaran dan kesabaran? Karena hidup yang bahagia adalah hidup bermasyarakat, dan saling mengingatkan akan nilai-nilai kebenaran berguna agar nilai-nilai tersebut dapat dijunjung tinggi bersama. Namun Saling menasihati kepada nilai-nilai kebenaran saja belum cukup. Hidup bukanlah jalan yang datar saja, kesulitan datang sama banyaknya dengan kemudahan, karenanya penting juga untuk saling menasihati kepada nilai-nilai kesabaran.

Untuk lebih lengkap silahkan baca di sini

Waktu bermusuhan dan memutus silaturahmi

“Tidak halal bagi seorang muslim untuk tidak menyapa saudaranya lebih dari 3 hari.” (HR. Bukhari)

"Tidak masuk surga orang yang memutuskan silaturahmi." (HR. Bukhori dan Muslim)

Untuk bacaan lebih lanjut di sini.


Kepada kawan saya yang bertengkar itu, mohon maaf yang sebesar-besarnya jika tulisan ini mengusik egomu, maka silahkan abaikan saja tulisan ini. Kamu mungkin bisa membacanya beberapa tahun lagi ketika kamu siap.

Ya, ingatlah tulisan ini beberapa tahun lagi, dan ceritakan kembali alasan kemarahan dan permusuhanmu, maka itu akan menjadi komedi terbesar dalam hidupmu.


Wallahu ‘alam bissowab