Halaman

Rabu, 18 April 2012

Bom Perdamaian

Ia berpikir untuk mati saja pagi itu. Kematian sepertinya bisa mengakhiri kerumitan hidup, pikirnya. Namun, pagi itu ia tidak jadi mati. Ia malah menciptakan bom hydrogen yang menjadikan dirinya dianugrahi Hadiah Nobel. Ya, kau benar! Pencipta bom yang tidak menghargai hidupnya itu —juga kehidupan orang lain, karena menghasilkan senjata yang bisa membunuh jutaan orang itu— dianugrahi penghargaan.

Dalam pidato ketika menerima penghargaan itu —setelah mengucap terimakasih kepada Tuhan yang maha pengasih, ia bilang bahwa akan mengabdikan sisa hidupnya untuk ilmu pengetahuan, ilmu pengetahuan tentang bom hydrogen lebih tepatnya. Di akhir pidatonya, ia berdoa semoga dunia diliputi kedamaian. Padahal dalam hati kecilnya ia belum merasa damai, ia masih menyisakan dendam kepada orang-orang berkulit kuning yang bermata sipit. Ya, kau benar! Tidak ada yang lebih jahat dibanding orang yang membenci begitu banyak orang sekaligus.

Setelah lama hidup, akhirnya ia mati juga. Ia dikuburkan dengan terhormat. Dan entah orang dungu mana yang menulis di atas nisannya: Seburuk apapun hidup ini layak dijalani dengan syukur.

Selesai.

Inspired by Timequake by Kurt Vonnegut.

Kamis, 12 April 2012

Kenangan

Pemuda itu teringat akan kenangan-kenangannya di kamar itu. Dan tulisan-tulisan di pintu lemari itu membuat dadanya seperti dipukul-pukul. Jika dunia diibaratkan sebuah gelas dan kehidupan adalah air dalam gelas, maka kenangan bisa diibaratkan ampas kopi yang mengendap di bawah gelas itu. Ampas dari kopi tubruk yang beraroma khas. Sedikit saja gelas digoncangkan ampas itu akan mengapung dan membuat air kopi menjadi keruh. Keruh dengan kenangan-kenangan. Dan satu moment kecil masa lalu yang kembali teringat, sudah lebih dari cukup untuk menghamburkan butir-butir kopi kenangan yang mengendap dalam dada.

Pada Suatu Malam

Malam ini, ia ingin sekali tengadah ke langit gelap penuh bintang di dalam hutan itu. Ia ingin malam ini bulan hanya berbentuk sabit dan tak banyak lolongan hewan agar ia bisa menatap langit sendiri saja sambil menangis dan tak ada satupun orang yang menelponnya.

Ia tidak ingin menulis kesedihannya di twitter, mencaci mengamuk menggangu follower-nya di dunia maya. Ia hanya ingin menangis lirih saja sambil tengadah ke langit gelap penuh bintang dalam keheningan hutan malam ini.