Halaman

Minggu, 25 Januari 2015

Buku Gratis

Untuk membuka tahun ini, saya berencana menerbitkan buku secara pribadi. Berbeda dengan buku-buku sebelumnya, buku ini hanya dibuat versi e-book dan akan dibagikan gratis.

Awalnya, saya menerbitkan hanya untuk hadiah ulang tahun istri. Bukan nggak modal, tapi memang ia minta nggak usah di beliin yang macem-macem. Sebelum hari ulang tahunnya, saya bahkan sudah nawarin sepatu, tas atau jam tangan buat kado, tapi dia cuma minta dibuatin puisi. Dan saat itu saya tahu kalau pelet saya masih ampuh.

Buku ini bukan buku komedi, jadi yang berharap menemukan hal-hal lucu silahkan baca buku komedi saya yang lain atau boleh juga nonton Cak Lontong. Tulisan-tulisan dalam buku ini adalah kumpulan tulisan yang sudah diseleksi dari blog saya, dan tentu dengan sedikit modifikasi agar pas disajikan dalam format buku. Masih seperti kebanyakan buku-buku sebelumnya, gaya dalam tulisan menggunakan narasi orang pertama. Buku ini berisi tiga hal yang merupakan tema besar yang biasa saya tulis dalam blog itu. Tiga hal tersebut adalah menulis, cinta dan keyakinan. Dan karena saya bodoh dalam hal membuat judul, maka saya pilih tiga tema itu sebagai judul. Kebodohan saya yang ke dua baru terungkap setelahnya, karena jika disingkat judul buku itu menjadi MCK. Great!

Ya, saya tahu blog itu sudah lama nggak diupdate. Kalau ditanya alasannya, ya karena saya nggak meng-update. Oh, iya, itu memang keterangan yang nggak berguna. Tapi saya sungguh minta maaf untuk yang kecewa atas kevakuman ini. Sebenarnya saya nggak yakin tulisan dalam blog itu ada yang baca selain istri saya. Karena yang saya tahu, nggak ada pembaca lain yang selalu menanti tulisan dalam blog itu seintens dia. Kalaupun saya terbitkan buku ini secara gratis, itu semata-mata karena saya nggak yakin akan ada penerbit sinting yang mau nerbitin tulisan-tulisan di blog tanpa pembaca itu. Alsan yang lain, karena ingin berbagi. Pada akhirnya, buku ini adalah tentang usaha saya pribadi untuk terus belajar.

Bagi yang berminat silahkan mengunduh dan menyebarkan. Semoga bermanfaat.



Link for download is here.



Nb: Dibolehkan bagi yang ingin mencetaknya selama untuk keperluan pribadi dan tidak diperjualbelikan

Sabtu, 17 Januari 2015

Marah dan Menyalahkan Orang Lain

"You never really learn much from hearing yourself speak." — George Clooney

"If a man thinks he is not conceited, he is very conceited indeed." — C.S. Lewis

Marah adalah hal yang wajar, tapi marah dan kemudian menyalahkan orang lain adalah hal lainnya. Menyalahkan orang lain ketika suatu hal terjadi adalah hal yang paling mudah. Sementara, semua orang punya anjing di dalam diri masing-masing yang disebut “ego”. Ia tidak rela disalahkan. Jika seorang menyalahkan orang lain, maka orang lain itu akan menyalahkan hal lain lagi, dan begitu terus tidak ada habisnya. Begitulah, masing-masing kita punya anjing ego.

Budaya Jepang untuk introspeksi dan menyalahkan diri sendiri sebelum menyalahkan orang lain mungkin patut ditiru. Ketika telunjuk kita menunjuk orang lain, maka tiga jari kita yang lain sedang menunjuk diri kita sendiri. Kita tentu tahu bagaimana seorang menteri perhubungan Jepang segera mengundurkan diri dari jabatannya ketika terjadi kecelakaan kereta api. Bahkan setelah ketahuan berbuat cela, orang-orang itu rela mati untuk menghindari rasa malu.

Tentu tidak harus mati untuk menunjuk diri sendiri dan introspeksi. Saya bisa membayangkan jika semua orang menunjuk diri sendiri dan introspeksi, maka akan terjalin kehidupan yang lebih harmonis. Kita akan lebih mudah memaafkan dan mengoreksi diri. Orang-orang akan saling meminta maaf. Puncaknya, segala masalah akan terselesaikan dengan semakin mudah. Mungkin itu terdengar utopis, tapi coba berikan kepada saya hal lain yang lebih baik?

Tulisan ini sebenarnya untuk dua kawan saya yang sedang tidak saling bicara. Sampai hari ini, dua kawan saya yang sudah saling kenal cukup lama itu masih bertengkar. Bahkan, mereka tidak saling tegur sapa sampai beberapa bulan, padahal hampir setiap hari mereka bertemu. Memang apa masalahnya? Oh, percayalah, kamu nggak akan mau mendengarnya karena terlalu sepele. Lalu kenapa mereka tidak bisa menyelesaikan dengan berdamai? Hem, ingat anjing ego yang saya bahas tadi? Ya, saya sudah menyarankan mereka untuk saling bertemu dan berdamai, tapi mereka bilang tidak perlu. Sepertinya mereka berhasil menembak mati segal hal yang tidak lebih penting dari ego mereka.

Kemudian saya berpikir tentang saya sendiri, apakah saya akan seperti itu jika dihadapkan dengan kesempatan untuk bermusuhan? Mungkin permasalahannya bisa berbeda, tapi bukankah setiap orang punya egoisitas masing-masing termasuk saya?

Saya memang tidak bisa memprediksi masa depan, namun saya bisa memastikan kepada diri saya sendiri untuk terus mengingat dan belajar. Selalu ada pelajaran dari semua hal, dan saya akan terus mengingatkan diri saya pribadi tentang akhlak standar seorang muslim sebelum memutuskan untuk bertengkar. Berikut yang saya susun dari beberapa sumber:

Tabayyun

Tabayyun adalah kehati-hatian terhadap informasi yang beredar, kemudian mencari kejelasan suatu masalah hingga tersingkap dengan jelas kondisi yang sebenarnya dengan  pemahaman yang mendalam.

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah (kebenarannya) dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu” (QS. Al-Hujuraat: 6)

Jika ada seorang kawan menceritakan kejelekan orang lain, biasanya saya diam tidak berkomentar, kemudian mengalihkan pembicaraan ke hal lain. Saya pikir itu adalah hal paling baik dan paling sopan yang bisa saya lakukan. Mungkin saja, dimata saya orang itu jujur, tapi kita sedang membahas ketelitian ketika mendapat informasi. Jadi ketika ada orang yang mengatakan kejelekan orang lain, maka hal yang pertama harus kita lakukan adalah jangan percaya.

Bagimana cara bertabayyun? Cara paling mudah adalah bertanya kepada yang bersangkutan langsung. Untuk membaca cara bertabayyun lainnya, silahkan masuk ke sini

Jangan berprasangka buruk dan mencari-cari kesalahan orang lain

Apa gunanya mengetahui keburukan orang lain? Supaya kita nggak terakibat dari keburukannya? Itu hal yang mungkin berguna, tapi kebanyakan akibat dari melakukan itu adalah membuat kita sombong karena merasa lebih baik.

Allah SWT juga berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah sebagian kalian menggunjingkan (ghibah) sebagian yang lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertawakalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujuraat:12)

Untuk membaca lebih lanjut silahkan ke sini.

Adil

Allah berfirman dalam surat Al Maa’idah ayat 8, “Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum membuatmu tidak berlaku adil. Berbuat adillah karena ia lebih mendekati ketakwaan. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Saling berwasiat kepada kebenaran dan kesabaran

Ajaran itu ada dalam surat Al Ashr. Imam Syafi’i berkata, “Andai Allah Ta’ala tidak menurunkan pada hamba-Nya kecuali surat ini, maka itu sudah cukup bagi mereka”.

Mengapa saling berpesan kepada kebenaran dan kesabaran? Karena hidup yang bahagia adalah hidup bermasyarakat, dan saling mengingatkan akan nilai-nilai kebenaran berguna agar nilai-nilai tersebut dapat dijunjung tinggi bersama. Namun Saling menasihati kepada nilai-nilai kebenaran saja belum cukup. Hidup bukanlah jalan yang datar saja, kesulitan datang sama banyaknya dengan kemudahan, karenanya penting juga untuk saling menasihati kepada nilai-nilai kesabaran.

Untuk lebih lengkap silahkan baca di sini

Waktu bermusuhan dan memutus silaturahmi

“Tidak halal bagi seorang muslim untuk tidak menyapa saudaranya lebih dari 3 hari.” (HR. Bukhari)

"Tidak masuk surga orang yang memutuskan silaturahmi." (HR. Bukhori dan Muslim)

Untuk bacaan lebih lanjut di sini.


Kepada kawan saya yang bertengkar itu, mohon maaf yang sebesar-besarnya jika tulisan ini mengusik egomu, maka silahkan abaikan saja tulisan ini. Kamu mungkin bisa membacanya beberapa tahun lagi ketika kamu siap.

Ya, ingatlah tulisan ini beberapa tahun lagi, dan ceritakan kembali alasan kemarahan dan permusuhanmu, maka itu akan menjadi komedi terbesar dalam hidupmu.


Wallahu ‘alam bissowab

Selasa, 13 Januari 2015

Belajar Tentang Hidup, Keindahan, Kekuatan dan Kebahagiaan dari Kupu-Kupu

Tanyalah tentang arti satu menit kepada orang yang sekarat, begitu yang pernah kawan saya katakan ketika menjelaskan makna waktu dan hidup. Kepada kupu-kupu, kita bisa bertanya dua hal sekaligus; tentang hidup, juga tentang keindahan. Hampir tidak ada yang menyangkal bahwa kebanyakan kupu-kupu yang berumur sangat singkat itu punya sayap dengan corak dan warna yang cantik. Maka tanyalah tentang arti keindahan padanya, mungkin ia akan menjawab, "Kalian akan selalu menyenangi keindahanku, tapi jarang memikirkan jalan perubahan yang aku tempuh untuk mencapai keindahan itu."

Getar sayap kupu-kupu memang lembut, ringan sekaligus rapuh, tapi kita juga mengenal Butterfly Effect, bahwa kepakan sayap kupu-kupu di hutan belantara Brazil secara teori dapat menghasilkan tornado di Texas beberapa bulan kemudian.

Kupu-kupu juga mengajari kita akan arti kebahagiaan. Bukankah kebahagiaan itu seperti kupu-kupu? Yang jika dikejar, ia selalu di luar jangkauan, tetapi, jika kamu duduk dengan tenang, ia mungkin akan turun mendekatimu.

Minggu, 04 Januari 2015

Reason #178 to have kids

Anak kecil itu lucu, dan kamu nggak akan pernah tahu lucunya sampai menghadapinya sendiri.

Safa, berumur dua tahun, mengucapkan BAHAYA untuk mengatakan BAHAGIA. Jadi ketika ia bernyanyi Muhammadku-nya Hadad Alwi, saya khawatir nyanyiannya di dengar MUI.

“Siapa yang cinta pada nabinya
Pasti BAHAYA dalam hidupnya”
“Bukan bahaya, dek. Tapi bahagia.” Saya menjelaskan.
“Bahaya.” Jawab dia jelas.
“BA” kata saya.
“BA” kata Safa.
“HA” saya melanjutkan.
“HA” katanya.
“GI”
“GI”
“A”
“A”
“BA-HA-GIA”
“BAHAYA”

Ini mulai terdengar seperti Srimulat. Akhirnya saya mengajarkan kata senang untuk mengganti bahagia.
Safa juga pernah mengganti kata AGUNG menjadi AGUS dalam lagu Pelangi.

“Pelangi-pelangi, alangkah indahmu
Merah-kuning-hijau di langit yang biru
Pelukismu AGUS siapa gerangan…”

Sebenarnya saya nggak terlalu peduli dia ganti kata itu menjadi AGUNG, AGUS, atau SARIMIN. Tapi dia bernyanyi di ruang tunggu dokter yang senyap, dan suaranya terdengan jelas oleh banyak orang.

Di hari yang lain, Safa bernyanyi Paman Datang-nya Tasya dan mengganti kata TERNAK menjadi ANAK.

"Kemarin paman datang…
Pamanku dari desa…
Bercerita paman tentang ANAKNYA
Berkembang biak semua…”

Saya nggak bisa membayangkan kalau kata ANAK berubah makna menjadi TERNAK dan kata TERNAK bermakna ANAK. Jadi kalau ada kawan lama bertemu percakapannya akan seperti ini:

“Woy, Bro. Lama nggak keliatan. Gimana kabarnya? Istri sehat? TERNAK udah berapa sekarang?”
“Alhamdulillah sehat. TERNAK masih dua, satu di JIS, yang besar lagi di Singapore.”
“Oh, sama. TERNAK saya juga lagi sekolah di Singapore.”

Saya membayangkan, Prof. Yohanes Surya berbicara, “Carikan saya TERNAK yang paling bodoh dari Papua, akan saya latih jadi pintar.” Ia memperbaiki kacamatanya, tersenyum, dan melanjutkan, “Jika TERNAK-TERNAK Papua bisa menjadi juara olimpiade matematika, maka semua TERNAK-TERNAK Indonesia yang paling bodoh sekalipun diseluruh nusantara bisa.”

Luar biasa TERNAK-TERNAK Indonesia!

Safa juga suka membuat kata yang mungkin hanya dia sendiri yang memahaminya. “Dedek mau Pimpom.” Suatu hari dia bilang di sela-sela bermain.

“Pimpom itu apa?” Saya penasaran.
“Pimpom itu Makil.” Kata dia. Saya membuka kamus Bahasa Zimbabwe, tapi percuma.
Saya kembali bertanya, “Makil itu apa?”
“Makil itu Baso.” Ah, ini mulai terdengar seperti Bahasa Indonesia.
Tapi saya nggak yakin dan bertanya lagi, “Emang Baso apa?”
“Baso itu Pocong.” Jawabnya yakin.
Saya mulai komat-kamit Merukyah.

Ia juga punya trauma yang berlebihan terhadap semut, juga serangga. Iya, serangga yang hewan kecil itu, bukan yang pergi ke Amerika dan baru ngabarin Cinta setelah 12 tahun. Bukan. Ketakutan yang makin akut itu berawal karena ia pernah digigit semut hitam. Dan dia bisa histeris kalau lihat kecoak, semut, Suju, Big Bang, Shinee. Oh, maksud saya, segala macam serangga. Tipikal cewek banget dia.

"Kecewekan"-nya bahkan sudah mulai kelihatan dari Bahasa yang ia pakai. Jadi suatu hari saya kebagian memandikannya. Setelah ada di dalam kamar mandi, saya mengambil gayung dan siap-siap mengguyur, tapi dia ngomong, “Dedek mandi sendiri aja!”

“Bener mau mandi sendiri?” tanya saya.
“Iya.”
Saya keluar kamar mandi.

Dari dalam kamar mandi dia teriak, “JANGAN DITINGGAAAAALL!”

LAH KATANYA MAU MANDI SENDIRI!!


See? Bahasa Venus banget kan?

Sabtu, 03 Januari 2015

Menjadi Pemaaf

Muhammad Rasulullah dan Zaid baru saja meninggalkan rumah tempat pertemuan dengan tiga tokoh masyarakat Bani Tsaqif di kota Thaif,  ketika tak lama kemudian penduduk kota itu, berhamburan keluar dari rumah mereka, menyoraki, mencaci maki, dan berteriak menghina Rasul.

Semua tumpah ruah. Kaum dewasa dan bahkan juga anak-anak, mulai melempari keduanya dengan batu dan apa saja. Zaid berusaha melindungi Rasul. Batu terus beterbangan. Darah bercururan dari tubuh keduanya. Rasulullah dan Zaid terus berlari sejauh mungkin menghindari murka penduduk Thaif. Dengan amarah dan beringas, penduduk Thaif tetap mengejar. Sampai akhirnya, setelah jauh berlari dari kejaran penduduk Thaif, mereka tiba di suatu tempat bernama Qarnis-Tsa’alib. Lelah dan sakit merasuki tubuh keduanya.

Di angkasa, sekumpulan awan seperti meneduhi keduanya yang sudah letih berlari menyelamatkan nyawa. Saat itulah Rasulullah mendengar ucapan salam dari Jibril, “Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah telah mendengar apa yang dikatakan kaum Tsaqif serta jawaban mereka atas ajakanmu. Bersamaku ini adalah malaikat penjaga bukit yang diutus Allah untukmu. Maka perintahkanlah apa saja yang Engkau kehendaki. Seandainya Engkau ingin dia menghimpitkan bukit Abu Qubais dan bukit Ahmar ke tubuh dan seluruh perkampungan mereka, niscaya dia akan melakukannya!”.

Sekumpulan awan memang meneduhi keduanya, namun lelah yang luar biasa dan sakit dari luka akibat lemparan batu masih perih beliau rasakan. Bukan hanya itu, di tahun tersebut, dua orang yang sangat dicintai oleh Rasul, dua pelindung beliau, telah berpulang. Abu Thalib, sang paman, dan isteri tercinta, Khadijah. Tahun itu disebut oleh para pakar sejarah Islam sebagai tahun kesedihan.

Di tahun kesedihan seperti itu, Muhammad Rasulullah mendapat perlakuan yang keji dari kaum Tsaqif. Mereka berteriak teriak melecehkannya dengan berbagai umpatan dan kata-kata kotor. Konon, dengan nada sinis, seorang dari mereka berteriak bertanya mengapa Allah sudah begitu lemah sehingga harus mengutus seorang seperti Muhammad, meminta-meminta perlindungan kepada kaum Tsaqif! Di saat sedih, duka dan terluka seperti itu, Jibril menawarkan untuk membalas perbuatan mereka.

Apakah nabi menerima tawaran itu? Tidak. Dengan segala kebaikan hati, Muhammad yang mulia menolak tawaran itu. Beliau bahkan berdoa agar Allah memberi hidayah kepada mereka, dan mendoakan agar keturunan mereka menjadi orang-orang yang akan menyembah Allah semata.


***

Kelahiran Muhammad mungkin bisa mengingatkan kita bahwa setiap orang mampu menumbuhkan Muhammad dalam dirinya. Muhammad adalah “Sang Terpuji”, yaitu manusia yang seluruh tindak-tanduknya memberikan ketenteraman, teladan, dan cahaya bagi semua manusia dan alam semesta.

Belajar dari peristiwa Thaif, kita ditunjukkan oleh Rasulullah sikap ketika menghadapi kezaliman. Jika mengingat peristiwa yang dihadapi rasulullah, apakah kita masih akan terus menutup pintu maaf bagi saudara sendiri karena hal-hal kecil? Padahal Muhammad yang mulia mencontohkan ketika beliau disiksa, dihina, dicaci maki, disoraki, difitnah, bahkan dianggap sesat di Thaif, masih memaafkan bahkan tanpa diminta.

Memberi maaf adalah perbuatan yang mudah tapi sangat sulit dilakukan. Kita senang memaafkan kesalahan orang lain bila orang lain itu mau mengakui kesalahannya terlebih dulu, padahal Rasulullah tidak pernah meminta kepada mereka yang telah menyakiti untuk mengakui kesalahannya. Begitulah yang ia lakukan ketika berhasil menaklukan kota Mekah, ketika Fathu Makkah.

Selamat memperingati Maulid Nabi Muhammad Salawllahu Alayhi Wasallam. Semoga kita semua bisa melahirkan sifat-sifat kemuhammadan dalam diri kita, memancarkan cahaya terpuji dalam tindakan dan perilaku keseharian kita, meneruskan teladan terbaik dari sebaik-baiknya manusia yang pernah dilahirkan di muka bumi.

Shollu ‘ala Muhammad!

Disusun dari berbagai sumber: