Halaman

Jumat, 28 Juli 2023

Kamu Adalah Mata, Aku Airmatamu

Kita berjalan menuju rak buku-buku puisi. Kamu terpaku pada sebuah buku kemudian bertanya, "Ini maksudnya apa, Bang?"

Kamu memegang sebuah buku Joko Pinurbo berjudul "Malam ini aku akan tidur di matamu: sehimpun puisi pilihan". Aku mengamatimu dan tersenyum, mencari tanda di wajahmu untuk tahu apakah pertanyaan itu bercanda atau serius.

Kamu memberi pertanyaan lebih spesifik, "Kenapa mata? Maksudnya apa?"

Setelah menangkap rona serius di wajahmu, aku menjawab, "Mata adalah metafora dari jiwa manusia, kebijaksanaan, juga rahasia. Maka dari itu kita sering mendengar orang bilang mata tidak pernah berdusta. Jokpin pernah menulis puisi berjudul Kepada Puisi. Hanya ada satu bait, 'Kau adalah mata, aku airmatamu'. Mata juga menggambarkan sumber, inti atau pusat, makanya ada istilah mata pencarian, mata air, mata batin, mata pedang."

"Terus kenapa tidur?" Kamu bertanya lagi.

"Ya karena tidur itu nyaman. Tidur itu analogi dari kenyamanan. Aku akan Tidur di Matamu, Maksudnya si Aku-lirik nyaman dan ingin bersatu jiwanya dengan sumber, rahasia, ketulusan 'mu'."

Kamu diam. Sekali lagi aku melirik wajahmu, mencoba menangkap respon yang tidak kamu ucapkan. "Kalau kenapa malam, ya karena malam itu cocok dengan kata tidur, dan malam itu menggambarkan kesyahduan."

Kamu masih diam. Sepertinya puas dengan jawaban yang kamu dengar kemudian melihat buku-buku lain. Aku juga diam terpaku memandangi buku-buku puisi yang ditulis bahkan ratusan tahun yang lalu.

Puisi bagi manusia adalah keseharian. Seperti bernafas, ia adalah salah satu hal paling alami yang ada dalam kehidupan manusia, sebuah takdir karena manusia bisa bicara. Mau tidak mau, sadar atau tidak, naluri alami manusia adalah berpuisi. Mengungkap atau menyatakan sesuatu dengan perumpamaan, perbandingan, diksi yang kuat, irama dan lain-lain. Sehingga, segala konotasi dalam puisi diupayakan bukan untuk membuat bingung atau berteka-teki, tapi lebih dari itu adalah supaya bisa memberi kita makna dan kesadaran lebih dalam. Untuk mecipta hal tersebut, penyair harus menggali kesadaran dalam dirinya sendiri. Melongok dan mengunjungi jiwanya sendiri. Manusia sejatinya adalah jiwa. Kita adalah jiwa tanpa fisik.

Kamu tahu, aku selalu ingat Pablo Neruda dalam pengantar 100 Soneta Cinta, ketika menulis puisi untukmu. Ketika menuliskan puisi-puisi itu, aku sebenarnya menderita karena harus melepas jiwaku dari penjara fisik ini. Percayalah itu tindakan yang membuat nelangsa, mendukakan, menikam dan melukai tanpa henti, seperti kamu mengupas kulit sendiri untuk menampakkan daging merah dengan urat yang berdenyut dan darah yang bercucuran. Namun kamu tahu, kesenangan setelah mengungkapkan, menuliskan kemudian mempersembahkan padamu sungguh lebih tinggi dari langit.

Suatu waktu aku mengunjungi diriku kemudian menghadapi kesakitan. Mendapati semua yang kulihat adalah cermin, aku tidak bisa bersembunyi. Kejujuran datang dan aku tidak bisa menghilang. Aku mencari hal yang paling kurasa sakit. Ketika aku berhasil menyakitimu, aku kira itu akan melegakan, ternyata sakitnya kembali padaku berkali-kali. Aku sakit ketika menyakitimu.

Dalam Perbandingan, aku menulis:

//Aku memandang dunia dari balik rupamu. Aku tidak ingin derita, tapi kamu adalah mata dan aku air matamu. Aku tidak ingin perih, tapi aku adalah darah dari luka goresmu. Aku tidak ingin murka, tapi kamu adalah api dan aku adalah nyala. Bagaimana cara memisahkan diriku dari dirimu?//

Sering aku tidak menemukan diksi yang tepat, atau kesulitan mencari imaji atau irama. Kadang ada bait yang kutulis cepat, ada yang butuh berbulan-bulan bahkan tahunan. Kebanyakan tidak bisa kukendalikan. Ini seperti ilham atau wahyu, yang datang semaunya.

Pada satu waktu, setelah tahunan dan puluhan kali membaca Sapardi, aku teringat Aku Ingin, kemudian ada yang menelusup masuk:

//aku mencintaimu dengan sederhana/seperti kamu mencintai langit ketika sore tiba///

Setelah itu bait-bait yang lain meluncur begitu saja seperti datang dari alam bawah sadar. Kejadiannya begitu singkat dan terngiang di kepala, seperti:

//Meminta cinta kepada peluk adalah sesuatu yang fatal akibatnya, karena ia tidak tahu cara untuk berdusta.//

Atau, 

//Embun yang jatuh ke bumi/tak pernah marah kepada langit/karena ia tahu kepadanya/ia akan kembali.///

Aku tahu tidak akan bisa sehebat Pablo, membuat soneta-soneta dari kayu kemudian memberi mereka bunyi dari benda yang kusam dan murni itu. Berjalan di hutan atau di pantai, di tepi telaga yang tersembunyi, di keluasan bersalut abu, mengumpulkan potongan-potongan kulit pohon, potongan-potongan kayu yang takluk pada air dan cuaca buruk. Kemudian, dari bilah-bilah yang telah aus, kapak, parang, dan pisau, ia memancangkan tiang-tiang kayu cinta, dan dengan empat belas papan masing-masing ia bangun rumah-rumah kecil, tempat mata istri yang ia puja dan kepadanya ia bernyanyi, bisa hidup di sana. Aku hanya ingin melakukan hal yang serupa, tapi tentu tidak bisa disandingkan. 

Aku tahu terkadang kamu bertarung dengan pikiranmu sendiri, mencoba mencari cara agar orang lain dapat mengerti yang ada di dalam, sementara bahasa tidak dapat sepenuhnya diandalkan. Aku juga menghadapi hal yang sama, namun aku beruntung karena ditolong puisi, yang tidak terikat dengan aturan-aturan bahasa bahkan terkadang mengejek mereka. Bayangkan bahasa tanpa pusi, ia akan menjadi kering dan miskin. Dengan puisi aku berharap bisa mengerti apa yang ada dalam dirimu dan juga sebaliknya, kamu memahami apa yang ada dalam jiwaku. Seperti puisi Jokpin, aku ingin jiwaku bersatu dengan jiwamu. Aku yang tertidur dalam matamu. 

Aku berharap puisi-puisiku dapat mewakili yang tidak dapat diutarakan kata, walau tidak sempurna. Terima kasih telah menugaskan puisi untuk masuk ke dalamku, memberinya kehidupan, yang kemudian lahir semata karena kamu memberinya nyawa.

Minggu, 23 Juli 2023

Masalah yang Kita Hadapi Akan Terus Berulang

Dear Nada,

Beberapa waktu lalu, karena suara tikus di atap kamar kita yang sangat menjengkelkan ibu, bapak mengusulkan untuk membeli racun tikus. Beberapa hari setelah racun itu dipasang, suara tikus tidak terdengar, berganti menjadi bau bangkai yang menyengat. Semua orang di rumah merasa tidak nyaman, dan semakin lama dibiarkan bau busuk semakin menjadi-jadi. Di saat yang sama, mesin air tidak menyala karena pelampung otomatis rusak, sehingga air di dalam tandon kosong. Di saat yang sama, mesin cuci ngadat. Rumah berantakan, tidak ada air, pakaian kotor menggunung, dan aroma ruangan seperti got Tempat Pembuangan Akhir adalah kombinasi yang bisa membuat Raja Hutan sekalipun ingin berganti spesies menjadi burung unta.

Malam itu, bapak masuk kerja dan hanya tidur dua jam di atas kursi kantor. Paginya, sepulang kerja, bapak mengantar ibu ke sekolah untuk menjengukmu. Percayalah, kondisi itu bisa membuat orang menjadi limbung, namun kamu tahu, kesenangan karena bisa melihatmu lagi sungguh lebih luas dari cakrawala.

Itu kali pertama bapak melihatmu lagi setelah kita berpisah seminggu karena kamu tinggal di asrama. Pagi itu kamu menangis, mengeluhkan banyak hal, dan bagaimanapun bapak sudah menduganya. Bahkan sambil bercanda, sebelum kamu mondok, bapak main tebak-tebakan dengan adik-adikmu tentang pada hari ke berapa kamu akan menangis. Kamu juga mendengar lelucon itu, dan dengan tegas kamu bilang tidak akan menangis.

Ada banyak hal yang bisa kita keluhkan, ada banyak hal yang bisa kita sedihkan, bahkan pada hal yang baik sekalipun. Ada banyak kejadian yang sedang dan akan terjadi. Sampai kapanpun, selama kita hidup, masalah akan datang silih berganti. Tapi mari bapak ajak kamu berpikir sebentar, apa sebenarnya yang menyebabkan suatu keadaan menjadi masalah? Apakah murni karena keadaan, atau karena cara seseorang menyikapi kedaaan itu? Jawaban yang paling jelas tentu adalah masalah terjadi, atau masalah menjadi lebih besar, karena cara seseorang menyikapi keadaan itu. Kondisi atau keadaan yang sama, bisa disikapi berbeda oleh orang yang berbeda. Sehingga yang jadi masalah sebenarnya adalah cara seseorang menyikapi keadaan, bukan semata-mata karena keadaan itu. Apakah ia emosional, marah, mengutuk, menyalahkan atau bisa tenang, berpikir, mencari solusi dan pelajaran kemudian bertindak atau beradaptasi untuk mengatasi kondisi itu.

Kebanyakan masalah terjadi karena orang salah berpikir, Kak. Sering kali masalah ada karena seseorang terlalu banyak menyalahkan orang atau hal lain yang di luar dirinya. Jika ia tidak mengubah cara berpikirnya, masalah yang sama akan kembali terulang. Masalah akan selalu ada dan seharusnya dihadapi, karena jika kamu menghindari masalah yang datang padamu, ia akan datang lagi di lain waktu. Siap atau tidak siap, suka atau tidak suka. Menunda untuk mengatasi atau menunda belajar dari masalah, tidak menjadikan masalah itu hilang, malah bisa jadi ia kembali dengan akumulasi yang sudah tidak sanggup kamu hadapi. Siapapun kita, berapapun umur kita, ada hukum yang tidak tertulis berbunyi masalah yang kita hadapi akan terus berulang sampai kita belajar sesuatu darinya. Itu terjadi pada bapak, ibu, kamu atau siapa saja.

Bapak punya keadaan seperti yang bapak sebutkan di awal tulisan, juga beberapa keadaan di kantor, di jalan, dengan tetangga, dengan keluarga dan banyak lagi. Begitu juga ibu, begitu juga kamu. Keadaan-keadaan tersebut yang membentuk manusia, yang memberi kita pelajaran hidup. Apakah kamu mau belajar dari keadaan-keadaan itu, atau seperti pribahasa burung unta yang membenamkan kepalanya di pasir, kamu menghindar? Bapak dan ibu sangat yakin kamu punya kapasitas dan karakter untuk bisa mandiri, bangkit, mencari solusi untuk mengatasi masalah-masalah yang sedang kamu hadapi sekarang.

Dear Nada,

As you embark on this journey away from home, our heart fills with both pride and concern. We want you to know that you are deeply loved and cherished, and your well-being is always in our thoughts and prayers.

May God shield you from harm and guide you through any challenges that may come your way. I pray that you find strength and courage in times of uncertainty, and that you remain steadfast in your goals and aspirations.

May the light of knowledge and wisdom illuminate your path, leading you to discover the beauty of learning and the joy of growth. May your mind be open and receptive to new ideas, and may you find inspiration in every subject you explore.

May Allah grant you the clarity to make wise decisions and the perseverance to stay committed to your dreams. May you find supportive friends and mentors who encourage and uplift you throughout this journey.

In the moments when you feel homesick or overwhelmed, remember that our love knows no distance and that you carry a piece of our hearts with you wherever you go. Trust that you are never alone, for your family's prayers and blessings always follow you, and you are cherished beyond measure.



With all our love and fervent prayers
for your protection and guidance,


Ibu dan Bapak


Sabtu, 22 Juli 2023

Belajar dan Menulis Adalah Jalan Guru Kita

Kutipan mukadimah Kiyai Fachruddin pada Majlis Mudzakaroh Santri Annida:

Kita tidak pernah berniat untuk berhenti menjadi Santri. Jadi terserah orang mau memanggil kita apa di luar sana, tapi di Ma’had kita tetap memposisikan diri kita sebagai Santri, sebagai Mustafid. Sehingga kita masih masuk pada apa yang pernah disabdakan nabi, “Man salaka thariiqan yaltamisu fiihi ilman sahhalallohu thoriiqon ilal jannah. Barang siapa menempuh jalan untuk menimba ilmu, niscaya Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.”

Kiyai Mahfud pernah biang ke saya, “Udah, Din! Kita mah ngeramein kitab Kiyai aja. Lah kalo bukan kita yang baca siapa lagi?”

Jadi ayo kita baca kitab-kitab karangan Syaikhuna. Baca aja. Sebagaimana Kiyai sering membaca ayat, “Fa izaa qaraanaahu fattabi' qur aanah tsumma Alaina bayanah. Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian sesungguhnya Kami yang akan menjelaskannya.”

Baca aja kitab-kitab Syaikhuna. Sementara tentang pemahaman nanti biar Allah yang buka, yang penting hati kita futuh, terbuka, ikhlas. “Robbisrohli sodri wayassirli amri wahlul ‘uqdatammillisaani yafkahul kauli. Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka mengerti perkataanku.”


Membaca karya-karya Saikhuna selain adalah jalan untuk memahami pikiran-pikiran beliau, juga adalah cara untuk kita berdialog dengan beliau secara ruh bi ruh.

Dulu, waktu baru-baru mendirikan pondok, Kiyai dituduh anti maulid. Beliau jawab, “Kalo lu udah baca kitab ini (maksudnya kitab Muhammad Rasulullah), baru lu tau maulidan siapa gua sama mereka?”

Jadi kalau dikritik, dituduh, dicibir, difitnah, beliau dengan kealimannya menjawab dengan karya. Thoriqoh Saikhuna yang berat selain ngaji itu adalah ngarang kitab. Nulis.

Mudah-mudahan ada generasi sepeninggal Saikhuna yang cinta menulis. Sebab saya pernah denger Saikhuna bilang, “Gua kalo ngarang kitab sekarang (maksudnya Misbahu Dzulam), mungkin bisa lebih tebel dari itu.”

Mungkin karena dulu ada keterbatasan dalam referensi, karena zaman itu maroji atau masodir kurang. Berbeda dengan zaman sekarang dimana kita bisa mendapatkan referensi dengan mudah. Artinya beliau masih punya semangat untuk membuat karya yang lebih besar lagi. Karena di zaman sekarang ini, semuanya sudah tersedia dengan mudah.

Saya memahami kata-kata itu sebagai cemeti dari Saikhuna, kalau beliau yang pada zaman akses untuk mencari maroji sulit saja bisa mengarang kitab, seharusnya di zaman akses semakin mudah ini kita sebagai muridnya bisa lebih baik.


Catatan: kutipan ini saya paraphrase dan ringkas. Untuk mendengar lengkap, silahkan merujuk ke MUDZAKAROH - "KITAB MUHAMMAD" KARANGAN SYAIKH MUHAMMAD MUHAJIRIN AMSAR - YouTube



Kamis, 06 Juli 2023

Setetes Nada di Ujung Daun

Matamu adalah embun
berkilau diterpa arunika.
Kemudian hujan jatuh cinta
padamu sampai menahan
derai lepas menerpa bumi.

Aku mencintaimu seperti
langit yang tak berpintu.
Seperti udara yang
muskil dipenjara.
Seperti energi yang
kekal mencari.
Jika cinta punya lengan,
ia tak akan pernah lepas
memelukmu dalam ingatan.

Pada sebuah jalan
banjir kenyataan
yang meruah dan brengsek ini,
kamu akan bertemu
sepasang kucing candramawa
bernama rumah dan waktu.
Kelak kamu akan mengerti keduanya,
juga memahami mengapa seseorang
bisa bahagia pada penderitaan
yang ia pilih sendiri.

Burung-burung berkicau
dari atas ranting. 
Angin bertiup lewat
dahan-dahan bambu
kemudian membunyikan genta
nada alam yang paling asing.
Setelah itu hening.

Embun yang jatuh ke bumi
tak pernah marah kepada langit
karena ia tahu kepadanya
ia akan kembali.

Kepada kangen.
Kepada rindu.