Dear Nada,
Tanggal 28 Juli kemarin, bapak menulis surat untuk ibu, seperti tahun-tahun sebelumnya bapak juga menulis untuk memperingati hari pernikahan. Jadi menulis surat biasa bapak lakukan kepada siapa saja, baik yang sering bertemu, jarang bertemu, bisa dihubungi di dunia nyata, ataupun yang sudah meninggal. Saat ini bapak
menulis surat untukmu bukan karena bapak tidak bisa mengungkapkan langsung, tapi karena menulis lebih memperlihatkan kejernihan berpikir, juga menuntut seseorang untuk bisa menggunakan kalimat yang lebih efektif dan efisien, disamping juga ini sudah menjadi kebiasaan lama bahkan sejak bapak seusia kamu.
Dulu bapak menulis diary untuk mencurahkan perasaan agar bisa membantu melalui masa-masa sulit, pada saat sedih, kangen, merasa tidak dicintai, merasa tidak diakui, atau saat merasa bodoh, sementara tidak ada seorang pun yang bisa mendengarkan atau dipercaya untuk mendengarkan. Selain katarsis, menulis juga berkaitan dengan kenyamanan dan evaluasi diri. Sampai sekarang bapak masih menulis, kebiasaan yang dari dulu bapak lakukan sejak tinggal di pondok.
Malam pertama saat kamu di pondok, bapak dan beberapa orang kawan berkunjung ke pesantren Kiyai Fachruddin, guru bapak semenjak Tsanawiyah. Bapak di sana semalaman dan baru pulang sampai rumah ketika azan subuh berkumandang. Bapak menghadiahkan Kiyai sebuah buku, juga membicarakan banyak hal, termasuk kamu. Apa kamu percaya, perasaan deg-degan yang kamu rasakan dalam perjalanan ke pondok pagi itu, juga bapak rasakan? Kiyai Fachru yang saat ini punya dua pesantren, memiliki pengalaman pribadi tentang kondisi psikologis santri dan orang tua. Beliau menyampaikan bahwa orang tua dan anak punya ikatan emosional yang kuat. Sehingga apa yang dirasakan anak, juga bisa dirasakan orang tua, begitu juga sebaliknya. Orang tua dan anak bisa berkomunikasi secara
ruhiyah,
ruh bir ruh. Sakit dan kesedihan yang dirasakan anak, bisa dirasakan orang tua.
Di rumah sakit, dokter biasa menanyakan peringkat kesakitan pasien dengan angka, dari tingkat satu untuk yang paling ringan, sampai sepuluh yang paling sakit. Hanya saja, tenaga medis biasanya menanyakan sakit fisik, sementara kondisi psikologis sebenarnya yang bisa membuat sakit makin menjadi. Kamu tahu hal paling sakit yang pernah bapak rasakan? Sakit pada peringkat 9. Sakit ketika bapak mengetahui Embah meninggal.
Minggu, 6 Desember 2015. Malam itu bapak pulang kerja dan sepanjang jalan turun hujan. Sampai di rumah tidak ada orang. Kamu, ibu dan Safa sedang menginap di rumah Oma. Di kamar bapak tidur ditemani diri sendiri, gelap dengan perasaan ditindih sepi. Malam itu ada firasat aneh yang tidak bisa bapak jelaskan dengan terang melalui tulisan. Semacam hubungan batin anak dan orang tua mungkin.
Pagi hari, selepas subuh, ibu menelpon dengan suara gemetar, meminta segera ke rumah Nenek, karena Embah sakit. Saat bapak tiba, Embah sudah tidak sadarkan diri dan 30 menit kemudian beliau meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit. Hari itu, selepas salat asar, jenazah dikuburkan. Itu salah satu hari tersingkat dalam hidup bapak. Beberapa tetangga bilang, "Baru kemarin sore saya lihat Pak haji lewat depan rumah."
Embah meninggal dengan tiba-tiba. Andai semua orang datang dan pulang beramai-ramai, mungkin tidak ada yang merasa ditinggalkan. Sayang, dunia ini bukan seperti rombongan tamasya menggunakan bis, yang beramai-ramai datang, beramai-ramai pulang. Kehidupan dunia ini seperti datang ke Pasar Malam, seorang-seorang datang, seorang-seorang pergi.
Kehilangan orang tercinta tidak pernah mudah, Kak. Dengan kehilangan semacam itu, kamu bisa terbangun tiba-tiba pada tengah malam dan menangis sendirian. Kamu merasakan dadamu terhimpit dalam isak, paru-parumu berderu dengan sedu yang menyesakkan, sampai kamu lupa bagaimana caranya bernafas.
Kamu mengingat kenangan-kenangan yang terlewat. Kamu merindukan pesan dan telponnya, kamu merindukan suaranya, kamu merindukan aroma tubuhnya, kamu merindukan hal-hal yang mengesalkanmu, kamu merindukan hal-hal kecil, segala sesuatu yang bahkan sangat sederhana seperti caranya bicara, memegang tangan atau mengucapkan namamu. Namun yang lebih menyesakkan dalam semua kerinduan itu adalah sesuatu yang belum sempat kamu lakukan untuk membalas jasanya.
Sampai saat ini, belum ada yang bisa mengalahkan sakit itu. Belum ada sakit peringkat ke 10. Bapak sengaja menyisakannya, entah untuk apa.
Beberapa waktu lalu, saat kamu bilang sakit sambil menangis, bapak tidak tahu berapa nilainya, tapi bapak mengerti itu bukan hanya sekedar kesakitan fisik. Kamu bisa saja menyembunyikan, tapi orang tua punya kemampuan untuk mengerti apa yang tidak diungkap anak mereka. Bapak percaya, kesulitan dan tantangan fisik yang kamu hadapi saat ini bisa dengan mudah kamu atasi, sebagaimana bapak dan ribuan orang sebelum kamu juga pernah melewati kesulitan yang sama. Namun untuk tantangan emosi, kamu hanya butuh waktu untuk bisa lebih belajar.
Di usia kamu, waktu SD, bapak pernah menyukai seseorang. Rika namanya. Sejak bapak masuk pondok sampai sekarang, kami tidak pernah lagi bertemu. Saat ini bapak tidak tahu bagaimana kabarnya. Bapak juga pernah kangen seseorang sampai menangis. Itu sebelum bapak bertemu ibu. Sampai akhirnya, waktu yang menyembuhkan. Manusia bisa belajar banyak hal dari pengalaman hidup mereka, dan untuk bapak, cara tercepat mempelajari hal itu adalah dengan menulis. Menulis untuk bapak adalah cara berteriak tanpa harus membangunkan orang-orang di sekitar, juga cara membentuk ketabahan untuk terus maju dan berkembang.
Kamu boleh menulis perasaan kamu kepada siapa saja. Tulisan itu bisa kamu kirim ke orang yang kamu mau, bisa juga disimpan sendiri untuk kamu baca kembali suatu waktu, agar menjadi pengingat kenangan atau pelajaran. Kamu juga bisa menitipkan surat untuk kawan-kawanmu di SMM, mereka tentu akan senang membaca tulisan-tulisanmu. Kamu bisa menulis untuk Ali, Ajeng, Kief, Kirana, Olatte atau siapapun. Titipkan tulisan itu ke bapak atau ibu, nanti dikirim ke teman-teman yang kamu mau. Bapak dan ibu tentu tidak akan membaca tulisan-tulisan itu, kecuali memang kamu mengijinkan atau mau supaya bapak atau ibu membacanya.
Beberapa kali membaca tulisan-tulisanmu, bapak bisa menilai kalau kamu punya kemampuan yang bagus untuk menyampaikan perasaan serta ide dengan diksi yang kuat dan kalimat yang efektif. Itu keterampilan yang diperlukan ketika menulis, dan kamu mempunyai bakat alami.
Kiyai Fachru adalah orang yang pertama kali memberi tahu tentang bakat bapak. Suatu malam dari atas podium, disaksikan seluruh santri yang sedang mengikuti Muhadhoroh, Kiyai bilang bahwa bapak berbakat dalam menyusun cerita yang bagus. Sebelumnya bapak naik podium untuk membawakan pidato dengan sebuah cerita yang memang bapak susun sendiri. Seandainya tidak mondok, bapak tidak akan mengenal dan dekat dengan Kiyai Fachru, dan mungkin juga bapak tidak bisa mengeksplorasi kemampuan bapak sebenarnya. Dalam istilah sufi, guru juga disebut Mursyid, Pembimbing atau Mentor. Dalam perjalanan hidup ini, kamu juga akan bertemu mentor yang akan mendukung dan membimbing kamu ke jalan kebaikan. Kamu juga akan bertemu orang-orang dengan berbagai macam latar belakang, berbeda usia dan bisa belajar dari mereka.
Beberapa hari lalu, Kak Faznah, guru yang mengajari kamu Bahasa Inggris di pondok memberi tahu bapak bahwa kamu keren karena sudah berani memperkenalkan diri di depan orang banyak. Sejak kamu kecil sampai sekarang, bapak masih yakin bahwa kamu adalah salah satu anak yang paling berani, berkeinginan kuat dan tegar yang pernah bapak temui. Mungkin penilaian ini bias, tapi biar waktu yang akan membuktikan ketika kamu berhasil melalui kesulitan-kesulitan yang kamu hadapi, seperti yang sudah kamu lakukan sebelumnya.
Tidak ada yang bilang hidup ini akan selau mudah, Kak. Namun percayalah, setelah satu kesulitan selalu akan datang dua kemudahan, dan kamu tidak perlu takut atau sedih karena sesungguhnya Allah bersama kita.
La tahzan innallaha ma'ana.
Berbahagialah, karena itu perintah Tuhan. Orang-orang beriman hidup dengan penuh keikhlasan, syukur, tawakal, dan punya tujuan. Adakah orang yang tidak bahagia jika mampu menghayati semua itu? Jadi tertawalah, maka dunia akan tertawa bersamamu, tapi bersedihlah dan kamu akan bersedih sendirian. Louis Sachar, penulis dengan selera humor tinggi itu pernah bilang, "Kamu butuh sebuah alasan untuk sedih. Tapi kamu tidak butuh alasan untuk bahagia.”
Bapak mengerti butuh waktu untuk memahami semua ini, maka tetaplah percaya pada dirimu sendiri sampai kamu menemukan versi terbaik dari dirimu. Bapak akan selalu mendukung dan menunggu kamu sampai kamu berada di puncak kebaikanmu, dan selama menunggu itu, bapak akan tetap menulis. Karena apa yang diucapkan akan hilang, sementara yang tertulis akan tetap tertulis.
Semoga Allah selalu menolong, memberi kekuatan, keselamatan dan kebahagiaan dalam hidupmu.
With love and fervent prayers,
Bapak