Halaman

Senin, 01 Agustus 2011

Puasa Ramadhan Bagi Wanita Hamil dan Menyusui

Pada bulan Ramadhan 1431 H (2010 M) tahun kemarin, istri saya tidak berpuasa karena sedang menyusui. Dalam keadaan normal, istri saya selalu berpuasa di bulan Ramadhan. Namun karena anjuran dokter kandungan yang khawatir puasa akan menghambat produksi ASI yang mengakibatkan tidak tercukupinya ASI untuk si bayi, maka istri saya tidak berpuasa. Apalagi ini anak pertama saya, jadi wajarlah jika saya dan istri sangat hati-hati sekali karena belum berpengalaman sebelumnya.
Dalam hal tidak puasa untuk wanita hamil dan menyusui karena khawatir terhadap dirinya atau bayi, para ulama sepakat memperbolehkannya.[1] Namun ntuk konsekwensinya, ada beberapa perbedaan pendapat antara mereka. Paling tidak ada 6 pendapat yang berbeda tentang hal ini:
1.     Wanita hamil yang tidak berpuasa hanya wajib menganti puasa dan tidak wajib membayar fidyah. Sedangkan wanita yang menyusui wajib menganti puasa dan membayar fidyah. Ini pendapat mazhab Maliki, al-Laits[2] dan pendapat imam Syafi’i dalam kitab al-Buwaithi.[3]
2.     Jika wanita hamil dan menyusui tidak berpuasa karena khawatir terhadap anaknya saja, maka wajib baginya mengganti puasa di bulan lain dan membayar fidyah (memberi makan kepada fakir miskin dalam satu hari sebanyak satu mud (lebih dari 6 ons)). Ini pendapat mazhab Syafi’i,[4] Hambali[5] dan Mujahid.[6]
3.     Wanita hamil dan menyusui hanya berkewajiban membayar fidyah, tidak wajib mengganti. Ini pendapat Ibn ‘Abbas, Ibn Umar dan Sa’id bin Jubair dan al-Qasim bin Muhammad.[7]
4.     Wanita hamil dan menyusui hanya wajib mengganti dan tidak wajib membayar fidyah. Ini pendapat mazhab Hanafi,[8] Imam Syafi’i,[9] Auza’i, Zuhri, Sa’id bin Jubair dan lain-lain.[10]
5.     Wanita hamil dan menyusui tidak wajib mengganti dan tidak pula membayar fidyah. Ini pendapat mazhab Ibn Hazm al-Zahiri.[11]
6.     Memberi pilihan. Jika wanita hamil dan menyusui memilih fidyah, maka baginya cukup dengan fidyah dan tidak wajib mengganti. Sebaliknya, jika mereka memilih mengganti maka tidak wajib memberi fidyah. Ini pendapat Ishaq bin Rahwaih.[12]
Kesimpulan: tampak jelas bahwa pendapat yang kuat adalah pendapat yang mewajibkan mengganti puasa tanpa harus membayar fidyah. Ini dalam kondisi ketika wanita hamil dan menyusui mampu mengganti. Namun jika mereka tidak mampu, maka wajib membayar fidyah. Dan berpuasa akan selalu bermanfaat bagi yang mampu melaksanakan. Wallahua’lam bissowab.


[1] Lihat Imam asy-Syaukani, Nailul Author, Kitab ash-Shiyam, hal.297-8
[2] Abdur Razzaq, Mushannaf Abdur Razaq, jld. 10, hal. 223.
[3] Al-Mawardi, al-Hawi, jld. 3, hal. 437.
[4] an-Nawawi, al-Majmu’, jld. 6, hal. 267.
[5] Ibn Qudamah, al-Mughni, jld. 3, hal.139.
[6] Ibn Abdil Barr, al-Istizkar al-Jami’ li Madzahib Fuqaha’il Amshar, jld. 20, hal. 223.
[7] Ibn Abdil Barr, Op. Cit, jld. 10, hal. 221-222.
[8] Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Mukhtar, jld. 2, hal. 449.
[9] an-Nawawi, Raudhah ath-Thalibin, jld. 2, hal. 249.
[10] Ibn Abdil Barr, Loc. Cit.
[11] Ibn Hazm, al-Muhalla, jld. 4, hal. 410.
[12] Al-Bagwai, Syarh as-Sunnah, jld. 6, hal. 316.