Halaman

Rabu, 25 Januari 2012

Cacimaki untuk Pengemudi?

Beberapa waktu lalu ada kejadian yang selalu diulang-ulang oleh media sampai sekarang. Tentang Sembilan orang yang meninggal karena ditabrak mobil Xenia. “Xenia Maut” begitu media menyebutnya. Yeah, kalau mobilnya Nissan mungkin akan lebih horror lagi.

Menanggapi kejadian itu banyak orang di twitter, facebook dan media sosial lainnya berkomentar, menghina dan mencaci maki. Bahkan banyak dari penghinaan tersebut keluar dari konteks. Penghinaan terhadap fisik misalnya. Banyak juga yang mengatakan dia nggak punya hati, bengis, kejam dan lain sebagainya.

Apakah seharusnya begitu?

Kesalahan Afriani Susanti adalah mengendarai mobil di bawah pengaruh ‘obat’. Dan mari kita buat sekenario yang agak lain. Bagaimana jika dia nggak menabrak orang-orang yang sedang jalan di trotoar? Bagaimana jika dia hanya menabrak trotoar yang kosong? Tentu pemberitaan nggak akan seheboh ini.

Mari kita pahami sekali lagi bahwa kesalahan dia adalah mengendarai mobil di bawah pengaruh narkotika. Itu saja. Dan kita boleh menyalahkannya tentang kebodohannya itu. Kelalaiannya itu. Keteledorannya itu. Namun ketika dalam keadaan itu ia menabrak orang-orang di jalan bukan malah menabrak pohon, papan reklame atau kecebur jurang itu menjadi masalah lain.

Jika kita mengatakan ia kejam, apakah logis? Ini seperti mengatakan orang gila itu nggak sopan. Ya, ia mengunakan narkotika itu salah, tapi mengatakannya kejam ketika menabrak orang-orang di jalan sepertinya kurang tepat. Karena sekali lagi ia sedang di bawah pengaruh obat, ia tidak sadar, ia sedang dalam keadaan ‘gila’.

Mari kita dudukan masalahnya ke tempat yang sebenarnya. Jangan lagi menghina fisiknya karena itu bukan masalahnya. Jangan pula keluarganya karena belum tentu begitu. Bisa jadi hinaan itu malah menjadi fitnah. Dan kita sebagai orang yang sadar, yang nggak dalam pengaruh narkoba, seharusnya bisa berkomentar secara lebih proporsional.