Halaman

Minggu, 13 Desember 2015

Kenangan dan Doa untuk Bapak



Saya berjanji pada diri saya sendiri untuk bersedih, menangis dan berduka sekedarnya atas kematian bapak dan selanjutnya kembali bahagia karena bisa mengenang segala kebaikan beliau kepada saya dan keluarga.

Kematian orang yang terdekat, secara tiba-tiba, tidak pernah mudah, karena tidak ada orang yang benar-benar siap ditinggal orang yang dicintai. Urusan terbesarnya ada pada yang ditinggalkan, karena tiba-tiba kami dihajar kenangan, teringat banyak hal yang belum tuntas dilakukan untuk membahagiakan beliau, banyak kesalahan yang belum sempat dimintai maaf, dan segala macam penyesalan yang selalu datang terlambat.

Sejak di pesantren saya tahu sebuah ungkapan, “Cukuplah kematian menjadi nasehat dan pemberi pelajaran.” Maka sekarang saya memilih untuk mengingat kebaikan beliau.

Sebagai manusia beliau tidak sempurna, namun untuk saya beliau adalah bapak yang sempurna dalam ketidaksempurnaannya. Bapak hampir bisa mengerjakan segala hal. Menjahit, membuat kandang ayam, membuat kandang kambing, membuat kandang burung serta perangkap burung, membuat layang-layang, membuat lemari, membuat rak buku, memasang lantai rumah, memperbaiki atap, mendongeng, menggambar, menulis indah, berpidato, membuat radio transistor, menginstalasi listrik, dan lain-lain.

Bapak tidak mewarisi banyak harta benda, tapi hal tak terhingga yang tidak bisa diukur dengan uang.

Bapak mengajarkan kami anak-anaknya banyak hal; salat, membaca Quran (bahkan beberapa adik saya, sampai lancar membaca Quran, tidak mengaji di tempat lain selain bersama beliau), membuat ketupat, menambal ban, membuat pagar, naik sepeda dan macam-macam. Ringkasnya, beliau adalah Madrasah pertama bagi kami.

Saya kenal Gamelan Kiyai Kanjeng dan musikalisasi puisi Emha Ainun Nadjib dari beliau, lagu-lagu dangdut, Melayu, soundtrack filem Flashdance, Queen, Rhoma Irama, Mus Mulyadi, Diana Yusuf, juga Nasida Ria.

Saya belajar menyukai sastra terutama puisi dari beliau. Saya suka membaca catatan bapak, mulai dari puisi, unek-unek, catatan harian, bunga tidur, gagasan dari tahun 1976 s/d 2013. Saya tahu, beliau lebih suka mengungkapkan perasaan hatinya melalui tulisan. Untuk beliau, menulis menjadi katarsis yang melegakan.







Bapak mengijinkan saya masuk pesantren. Membebaskan keinginan saya untuk menjadi apa yang saya mau. Ketika saya lulus Aliyah, beliau yang meyuruh saya untuk meneruskan kuliah, walaupun akhirnya di tengah jalan Drop Out. 

Hubungan seorang ayah dengan anak laki-laki memang tidak bisa digambarkan dengan terang, karena beliau lebih banyak mencontohkan melalui perbuatan daripada perkataan. Dari bapak saya belajar tentang pantang menyerah dan berusaha, maka dengan mental yang beliau tanamkan saya bisa meneruskan kuliah kembali sampai lulus. Beliau selalu mendukung saya sampai saya menikah. 

Saya merasakan perjuangan beliau untuk mencari nafkah untuk keluarga, menjadi buruh pabrik garmen, pedagang kelontong, omprengan antar kota, buruh angkut pabrik, penjahit, pembuat mabel (beliau berangkat kerja menggunakan sepeda ontel hijau, suatu hari saat melewati tanjakan di depan rumah, karena beban yang terlalu berat roda sepedanya pengok), penjual cendol, peternak ikan hias, MLM, petani getah karet, sampai menjadi petugas di Sudin Jakarta Timur. 

Sebagai seorang suami beliau banyak membantu istri. Mencuci, memasak (walaupun nggak seenak masakan ibu), menyapu, mengepel, membersihkan rumah, mengurus anak, mengantar jemput, sampai belanja di pasar atau hanya sekedar beli garam di warung dekat rumah. 






Sebagai manusia bapak mungkin punya beberapa kesalahan, tapi saya menjadi saksi bahwa beliau telah menjadi ayah yang baik bagi anak-anaknya, suami yang baik bagi istrinya, saudara yang baik bagi keluarganya, dan manusia yang baik bagi masyarakat lingkungan tinggal beliau. 

Sekali lagi, kamatian telah datang, menjadi pengingat bagi yang hidup, bahwa sebesar apapun hidup kita, hanya amal perbuatan yang dibawa ke akhirat.



Entah di alam kubur ada wifi atau nggak —kalaupun ada bapak juga nggak punya akun fb, tapi saya percaya bapak merasakan, kami, anak-anak beliau, sedang mengenang segala kebaikan hati beliau serta mendoakan kebaikan di akhirat. 

Semoga Allah, dengan segala rahmat dan kasih sayang-Nya, menyayangi, ma'afkan dan mengampuni segala dosa beliau. 

Semoga Yang Maha Pengasih dan Penyayang, meridhoi amal perbuatan baiknya di dunia, dan menjadikan amal dari perbuatan baiknya menjadi penolong, senantiasa mengalir, dan tidak meluputkan kami akan pahalanya. 

Semoga Yang Maha Pengampun, membebaskannya dari siksa kubur dan neraka, melapangkan kubur, dan menjadikan kuburnya menjadi taman surga. 

Ya Allah, dengan Rahmat-Mu, dan hanya dengan itu, masukanlah beliau ke dalam surga. 

--------------------------------------------------------------------
Kepada para pembaca yang pernah berinteraksi dengan beliau, atau tolong bisa meneruskan pesan ini kepada yang pernah berinteraksi dengan beliau, jika bapak punya salah ketika bergaul, baik dalam perkataan atau perbuatan, yang disengaja ataupun tidak, saya sebagai anak beliau memohon maaf yang sebesar-besarnya. Jika ada masalah hutang piutang yang harus beliau lunasi, silahkan menghubungi kami anak-anak belaiu, Nailal Fahmi, Fikri Adif (Vicry Betawie), Tis’ah Maulida (Tis'ah Zeronine), Diyah Khoirunnisa, dan Ahmad Fatwa Adil 
Ini malam ke tujuh kepergian Bapak Haji Abdul Wahab Abdi bin Mualif, mohon keikhlasannya untuk mengirimkan Al Fatihah untuk beliau. Alfatihah...