Halaman

Senin, 16 Mei 2016

Para Pembenci

Seperti biasa, sehabis salat maghrib, Pak Haji dan pemuda itu bercakap-cakap. Di tengah percakapan, pemuda itu minta ijin untuk membuka ponsel pintarnya. Ada pesan yang masuk, katanya. Sejenak membaca ponselnya, pemuda itu bicara, “Apa sih maunya orang ini?”

Pak Haji memperhatikan pemuda itu. Ia tahu sebentar lagi ia akan mendengar penjelasan.

“Aneh, orang ini benci membabi-buta.” Kata pemuda itu, “Mereka ini nggak mau tabayun dulu ya, sebelum komentar. Apa mereka nggak ada kerjaan lain selain komentar buruk, sumpah serapah dan nggak sopan. Apa mereka nggak capek ya?”

Pemuda itu menumpahkan segala unek-unek tentang haters yang menyerangnya di media sosial kapada Pak Haji. Setelah mendengat seluruh curhatan pemuda itu, sambil tersenyum Pak Haji bertanya, “Kamu kenal baik dengan orang-orang itu?”

“Nggak terlalu sih.” Pemuda itu cepat menjawab.

“Lalu kenapa kau ambil pusing?”

“Mereka sudah keterlaluan, Pak Haji.” Pemuda itu tidak terima.

Masih sambil tersenyum, Pak Haji bilang, “Harusnya kamu kasihan kepada mereka.”

“Kasihan?” nada pemuda itu seperti minta penjelasan.

“Kamu pikir menjadi pembenci itu mudah?” Pak Haji melontarkan pertanyaan retorik, kemudian mengelus-elus jenggot putihnya, “Membenci itu bukanlah perkara yang gampang dan menyenangkan. Ia mengerogoti hati dan menyiksa. Betapa seseorang bisa awut-awutan melihat orang yang dibenci senang. Menderita melihat orang lain senang. Semakin mereka membenci, semakin hati mereka tertutup. Pembenci sejatinya adalah seorang yang sedang sakit jiwa. Maka sepantasnya kita kasihan kepada mereka, kan?”

Pemuda itu diam, merenungi kata-kata Pak Haji.
Pak Haji melanjutkan, “Yang kedua, menyayangi itu adalah ajaran agama. Seorang penyayang akan disayang Tuhan, dan dengan menyayangi yang ada di bumi, malaikat di langit akan balas menyayangi. Sementara membenci, apalagi sampai berlaku tidak adil kepada yang dibenci adalah dilarang. Jadi mereka para pembenci itu tidak melaksanakan ajaran agama mereka.”

Pemuda itu diam, merenungi kata-kata Pak Haji. Betapa pemuda itu hampir saja membenci para pembenci-pembencinya.