Halaman

Jumat, 09 Desember 2016

Pulang

Pulang favorit saya: jalanan lancar, mendung, sejuk. Sampai rumah disambut anak-anak; bercanda, bermain, ngobrol. Makanan enak, semua sehat. Mau tidur hujan turun, berderai tidak besar, atap tidak bocor.

Minggu, 6 Desember 2015, bukan pulang favorit saya. Malam itu, sepanjang jalan hujan turun. Sampai rumah nggak ada orang. Di kamar saya tidur ditemani diri sendiri dengan perasaan ditindih sepi.

Pagi hari, selepas subuh, istri saya telpon, minta segera ke rumah ibu, karena bapak sakit.
Sampai sana, bapak sudah tidak sadarkan diri. Dan 30 menit kemudian meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit. Hari itu, selepas salat asar, jenazah dikuburkan.

Itu salah satu hari tersingkat dalam hidup saya. Beberapa orang bilang, "Baru kemarin sore saya lihat Pak haji lewat depan rumah."

Andai semua orang datang dan pulang beramai-ramai, mungkin tidak ada yang merasa ditinggalkan. Sayang, dunia bukan tempat istimewa. Pram pernah menulis bahwa hidup ini bukan seperti pasarmalam, “Di dunia ini manusia bukan berduyun-duyun lahir dan berduyun-duyun pula kembali pulang. Seorang-seorang mereka datang. Seorang-seorang mereka pergi.”

Hari itu memang bukan pulang yang saya suka, tapi saya yakin itu adalah kepulangan yang terbaik untuk bapak.