Halaman

Sabtu, 28 Maret 2020

Serial Bumi; Novel Lokal dengan Citarasa Global


Serial Bumi - Tere Liye memang bukan jenis buku yang akan saya baca pada pada usia ini, ataupun belasan tahun yang lalu saat saya masih remaja, tentu jika novel itu sudah ada. Bukan karena isinya, tapi semata-mata karena genre. Fantasy tidak pernah jadi pilihan ketika saya dihadapkan pada bacaan novel. Bukan berati saya alergi genre itu, hanya Fantasy tidak akan pernah menjadi pilihan utama. Maka sama seperti ketika istri mendorong saya membaca The Hobbit, adalah Nada yang membuat saya membaca Serial Bumi. Bahkan seperti lingkaran yang tak bersudut, adalah saya yang mengenalkan Nada kepada serial tersebut.

Serial Bumi punya beberapa judul. Saya membaca sampai Bintang (Bumi, Bulan,Matahari dan Bintang. Masih ada Ceros dan Batozar, Komet, Komet Minor, sementara dua yang baru saja terbit adalah Selena dan Nebula). Total ada 9 judul novel dari seri tersebut. Saya meminta Nada untuk menulis resensi setelah selesai membaca novel-novel itu, dan Nada malah bertanya mengapa saya tidak membuat resensi pada buku yang saya baca. Saya sudah melakukannya, hanya memang tidak kepada semua buku yang saya baca. Ia meminta saya mereview juga Serial Bumi. Maka disinilah saya, membuat resensi atas permintaan itu.

Petualangan Raib, Seli dan Ali dalam mencari jatidiri juga melawan musuh bebuyutan Si Tanpa Mahkota, mengingatkan saya pada perpaduan antara Harry Potter, The Hobbit, Lord of the Rings, Narnia dan beberapa novel fantasi anak-anak yang populer. Sebagai novel yang terinspirasi dari novel luar, Serial Bumi berhasil memasukan cita rasa, banyolan dan nuansa lokal di setiap serinya. Apakah ia berhasil secara penulisan, alur, tokoh dan kemudian membuat fanbase lokal Indonesia terhadap serial ini? Menurut saya berhasil. Namun membandingkan karya tersebut dengan suksesornya seperti karya-karya JK Rowling, JRR Tolkien atau CS Lewis baik dalam cakupan pembaca dan kualitas cerita tentu akan menjadi tidak adil. Ini sama tidak adilnya membandingkan kualitas cerita, gambar dan ketokohan Gundala dan Kapten Amerika atau Godam dan Superman.

Seperti karya lokal bercitarasa internasional dalam berbagai bidang lain seperti musik, film dan komik, Serial Bumi juga memiliki kemiripan-kemiripan yang hampir identik. Ada beberapa bagian yang menginatkan saya pada permainan teka-teki Bilbo dengan Smeagol, atau pertarungan Harry Potter dan kawan-kawan melawan Voldemort, atau ketika Harry mengikuti turnamen 3 Wizards untuk memperebutkan Goblet of Fire, atau petualangan anak-anak remaja ke negeri Narnia. Tidak ada yang baru di bawah langit ini, satu sama lain bisa saling mempengaruhi. Dalam dunia kesusastraan kita banyak menemui hal seperti itu. Selama bukan plagiat hal itu bisa dimengerti. Dewi Lestari menulis Aroma Karsa karena terinspirasi Perfume - Patric Suskind, Laskar Pelangi terinspirasi dari Toto Chan, atau Dodolitdodolitdodolitbret dengan Three Hermits dan lain sebagainya.

Serial ini layak mendapat tempat khusus di hati para penggemar novel fantasy. Saya merekomendasikan kepada siapa saja yang ingin mendapat pengalaman membaca novel internasional dengan citarasa lokal, dengan bahasa yang ringan dan bisa dinikmati segala umur, untuk coba membacanya.

Sejujurnya saya salut dengan buku jenis ini. Karena di saat beberapa orang menganggap tidak ada buku bacaan anak berbahasa Indonesia yang bagus, bahkan tahun lalu (2019) Dewan Kesenian Jakarta membuat Sayembara Cerita Anak-Anak dan tidak satupun tulisan yang menjadi pemenang, ternyata ada penulis yang membuktikan bahwa bagus tidaknya buku anak diukur oleh seberapa banyak anak yang senang dengan buku tersebut bahkan jika buku-buku tersebut tidak direkomendasikan oleh siapapun atau memenangi sayembara apapun.

Boleh setuju boleh tidak. :)