Halaman

Kamis, 27 Desember 2012

Menikahlah

Tulisan ini untuk mereka yang masih percaya pada pernikahan, untuk mereka yang percaya bahwa menikah itu bukan hanya urusan agama semata tapi juga kebutuhan batin. Saya tidak sedang ingin mendebat dan memaksakan pemikiran kepada orang-orang yang sudah punya pendirian. Saya hanya ingin berbagi perspektif saja.

Di sini, saya nggak akan menyebutkan manfaat pernikahan satu persatu. Silahkan digoogle saja, atau tanyakan ustad terdekat dan terjauh yang kamu kenal. Saya akan mulai ini dengan sebuah pertanyaan: Mana yang lebih baik, jika kamu dihadapkan pada dua pilihan ini?

  1. Menikah muda kemudian bercerai muda, atau
  2. Menjomblo sampai tua tanpa tahu kapan menikah
Memang kedua pilihan tersebut sama nggak enaknya, tapi jika nggak ada pilihan lain selain pilihan-pilihan di atas, maka saya memilih yang pertama. Ya, bagaimanapun, orang yang telah menikah lebih punya pengalaman bahwa mempertahankan pernikahan itu nggak mudah.

Mari bertukar pikiran tentang bagaimana seharusnya seseorang melihat pernikhan. Ini masalah bagaimana kita melihat pernikahan secara lebih jujur. Pernikahan adalah ikatan. Ia nggak seperti persahabatan yang berjalan begitu saja tanpa adanya akad terlebih dahulu. Ini yang menyebabkan pernikahan itu rentan sekaligus complicated. Karena itu, jika pernikahan terputus, maka untuk menyambungnya kembali biasanya lebih sulit ketimbang menyambung persahabatan yang sudah terputus misalnya.

Cobalah kita melihat pernikahan secara sederhana saja. Di satu sisi kita mengagungkannya, di sisi lain juga kita sadari kelemahan manusia untuk terus melulu sempurna. Dengan kerangka berpikir seperti ini, rasanya lebih mudah untuk merumuskan konsep pernikahan.

Semua orang yang menikah menginginkan pernikahan mereka langgeng sampai akhir hayat, pasangan mereka setia, segala hal berjalan baik dan segala sesuatu yang ideal lainnya. Namun sekali lagi, nggak ada manusia yang sempurna.

Masalah pernihakan yang paling maksimal adalah ketika istri atau suami sudah memutuskan untuk bercerai. Maka dengan begitu, pernikahan selesai. Ya, jika kamu siap menikah, kamu pun harus siap untuk bercerai. Siap untuk menerima kondisi terburuk, seperti seorang pengusaha yang siap untuk gagal. Bukankah lawan dari pernikahan itu perceraian? Ini sunatullah. Maksud saya, ini seperti konsep timur dan barat, atas dan bawah atau laki-laki dan perempuan. Segala sesuatu punya lawanan dan lawan pernikahan adalah perceraian. Dalam pertandingan akan selalu ada yang menang dan kalah, bukan? Walaupun kesusksesan dan kemenangan adalah sebuah prestasi yang dituju. Walaupun lagi-lagi pernikahan itu sama sekali berbeda dengan pertandingan.

Ada orang yang punya keyakinan bahwa mereka siap menunggu berapa lama pun untuk mencari pasangan yang betul-betul mereka sukai. Pasangan yang betul-betul cocok. Pasangan yang sempurna yang padahal nggak bakal ada. Seperti kata Sean dalam Good Will Hunting, "You're not perfect, sport, and let me save you the suspense: this girl you've met, she's not perfect either. But the question is whether or not you're perfect for each other."

Pertanyaan selanjutnya adalah sampai berapa lama? Kecocokan seperti apa yang dicari? Dan apakah dengan begitu menjamin hubungan pernikahan akan langgeng?

Mari belajar kepada pendahulu-pendahulu kita. Mari kita merujuk pada Hadad Alwi, Ahmad Dani atau bahkan Aa Gym. Saya yakin —di luar alasan-alasan perceraian mereka, yang biasanya karena orang ketiga— awal mereka memutuskan untuk menikah adalah karena cinta, kecocokan dan ketulusan serta komitmen untuk membangun sebuah keluarga yang baik.

Ada juga orang yang nggak percaya kepada pernikahan. Mereka berargumen bahwa pernikahan sama dengan persahabatan. Mengapa persahabatan cenderung lebih langgeng dari pernikahan? Karena persahabatan dibangun tanpa akad terlebih dahulu. Seharusnya begitu jugalah pernikahan. Karenyanya, konsep pernikahan itu konyol. Sebagaimana konyol orang yang mau bersahabat tapi terlebih dahulu harus mengucapkan akad di depan penghulu.

Menurut saya menyamakan pernikahan dengan persahabatan adalah satu hal yang kurang tepat. Ya, berapa lamapun seorang bersahabat, apalagi sejenis, mereka nggak akan pernah memutuskan untuk hamil dan punya anak. Kalaupun mereka punya anak, dalam hubungan yang bukan pernikahan, bukankah dengan pernikahan menjadikan hubungan dalam keluarga yang mereka jalani lebih aman? Karena pernikahan itu mengikat dan memberi hak-hak kepada suami istri anak dan lain sebagainya yang tentunya telah diatur dalam undang-undang pernikahan.

Maka, jika kamu percaya kepada pernikahan, tunggu apa lagi? Menikahlah secepatnya.